Opini
Pudarnya Nilai Kepedulian Sosial
Meskipun tanggung jawab utama ada pada orang tuanya namun sesama muslim kita juga memiliki kewajiban untuk mengingatkan sebagaimana hadis Rasulullah s
Dr H Agustin Hanapi Lc, Dosen Hukum Keluarga UIN Ar-Raniry dan Anggota IKAT-Aceh
PERPUTARAN jarum jam begitu cepat. Tak terasa ternyata saat ini telah berganti tahun dan kita sudah berada di tahun baru 2024. Begitulah perjalanan hidup yang begitu singkat, seolah-olah baru saja kemarin kita memasuki tahun 2023 namun nyatanya sudah satu tahun berlalu, maka wajar orang bijak mengingatkan “waktu ibaratkan pedang, jika tidak dimanfaatkan maka akan terhunus olehnya”.
Begitu juga dengan sejarah hidup, mungkin masih segar dalam ingatan sebagian kita bagaimana asyiknya dia bermain ketika masa kanak-kanak, gugup tatkala mau dikhitan, merasakan hangatnya suasana pengantin baru duduk di pelaminan, rasa bangga dan euforia saat diterima menjadi abdi negara.
Namun disadari atau tidak ternyata saat ini sudah memiliki cucu, akan memasuki purna tugas, kulit sudah mulai keriput, rambut pun kian memutih dan tenaga pun sudah mulai kendor.
Mungkin sepanjang tahun 2023 yang lalu ada di antara kita yang mendapatkan rezeki nomplok bak durian runtuh, entah keberhasilannya menggapai gelar akademik prestisius, memperoleh kedudukan, jabatan, pasangan hidup dan keturunan yang begitu didambakan kehadirannya.
Begitu juga dengan kemajuan pembangunan dan keindahan kota, secara kasat mata di Banda Aceh begitu luar biasa pesat, keamanan dan kenyamanan begitu kondusif, pertumbuhan ekonomi cukup baik, warung kopi dan tempat rekreasi sesak oleh para pengunjung yang melahirkan pundi-pundi rupiah sehingga membuat kita begitu optimis menatap masa depan.
Di balik kegemerlapan itu semua, kita juga dihadapkan pada sebuah kenyataan pahit yang membuat kita terperangah tak percaya namun nyata adanya, bahwa pengidap Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immunodeficiency Syndrome (AIDS) di Aceh hingga saat ini mencapai 2.021 kasus, dengan rincian penderita HIV sebanyak 1.270 kasus dan AIDS 751 kasus, terbanyak di Kota Banda Aceh yakni 302 pasien.
Begitu juga dengan kasus penyimpangan seksual seperti Lesbian, gay, bisexual dan transgender (LGBT) sudah mulai muncul di Aceh. Bahkan mereka punya komunitas yang anggotanya ada dari kalangan anak remaja yang duduk di bangku sekolah. Kasus terkini yang menimpa pelajar dan mahasiswi di Aceh yang paling banyak masuk ke ranah hukum adalah kasus pemerasan dan pelecehan seksual.
Modusnya, menjebak korban melalui Video Call Sex (VCS). Sebagiannya sudah bersuami, mereka berpacaran jarak jauh bahkan ada yang tidak pernah ketemu sama sekali tetapi sangat intens berkomunikasi via Video Call, lalu bermesraan bahkan secara sadar sang perempuan bersedia menampakkan alat vitalnya secara vulgar untuk memuaskan pacarnya dengan mengatasnamakan rasa sayang dan cinta.
Namun adegan menjijikkan itu tanpa dia ketahui direkam oleh sang pacar, dan inilah yang dijadikan senjata oleh laki-laki tersebut untuk memeras korban. Bahkan meminta untuk berhubungan badan, jika menolak maka rekaman adegan panas tersebut diancam akan disebarluaskan melalui media sosial yang dapat memberikan rasa malu bagi korban dan keluarganya.
Kemudian kasus permohonan dispensasi nikah cenderung meningkat bahkan ada yang sudah hamil, kemudian muncul kasus pembuangan bayi yang tidak berdosa karena tidak diharapkan kehadirannya. Di sisi lain banyak dari kalangan anak muda kita yang belum mampu membaca Alquran secara baik, kurang peduli dengan salat lima waktu.
Warung kopi/kafe terlihat sesak dengan para pengunjung namun begitu azan berkumandang, kelihatannya mereka tidak bergeming untuk menunaikan kewajibannya. Pemandangan yang tak biasa, sepanjang jalan raya dan tempat rekreasi, muda-mudi yang sedang di mabuk asmara dengan status non mahram berboncengan berdua dengan begitu mesranya tanpa ada rasa malu.
Anak kecil dengan santainya mengisap rokok, tanpa merasa tabu berkata jorok dan kasar, knalpot dimodifikasi yang membuat orang lain tidak nyaman. Fenomena laki-laki dewasa menggunakan celana pendek sudah mulai muncul, mereka tidak peduli dengan batas aurat yang telah ditentukan oleh ulama.
Orang tua sosial
Maraknya fenomena sosial di atas, salah satu faktornya ditengarai karena rasa kepedulian antar sesama kita sudah mulai memudar. Satu sama lain hidupnya sudah nafsi-nafsi dan merasa bahwa mencegah kemungkaran bukanlah tanggung jawabnya sehingga bersikap cuek, dengan mengutip istilah saudara kita di Betawi, “Lu, lu, guwe, guwe” (aku ya aku, dan kamu ya kamu).
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.