Opini

Begal dan Krisis Moral Remaja

Sungguh sangat kejam dan menyayat hati karena umumnya pelaku begal selalu menggunakan senjata tajam. Sehingga apabila korban melawan mereka tidak sega

Editor: mufti
IST
Ully Fitria SKM MKM, Alumnus MKM FK USK, Dosen Kesmas Fikes Unaya Aceh Besar, dan Ketua Pembinaan dan Pengembangan PPPKMI Aceh 

Ully Fitria SKM MKM, Alumnus MKM FK USK, Dosen Kesmas Fikes Unaya Aceh Besar, dan Ketua Pembinaan dan Pengembangan PPPKMI Aceh

SETIAP tanggal 4 Februari diperingati sebagai Hari Persaudaraan Manusia Internasional yang ditetapkan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) sejak tahun 2020. Adapun tema yang diangkat pada tahun ini adalah “Redefining The Roles of Religion in Addressing Human Crisis: Encountering Peace, Justice, and Human Rights Issues”.

Tema ini diambil untuk mengaktifkan lagi peran agama di tengah krisis dunia yang sedang tidak baik-baik saja, dimana mendefinisikan kembali peran agama, khususnya agama Islam dalam menghadapi tantangan kemanusiaan di kancah global. Isu besarnya adalah peran agama dalam menguatkan nasionalisme, merespons dampak isu dan ketegangan keagamaan Internasional terhadap nasionalisme, kewarganegaraan dan Hak Asasi Manusia (HAM) (https://www.rri.co.id/nasional).

Tema yang  dipilih tersebut dapat dijadikan sebagai momentum yang sangat tepat untuk bercermin dan penyadaran bagi setiap masyarakat dalam hal menjaga lingkungan terutama hubungan persaudaraan dengan sesama, memanusiakan manusia. Hal ini sangat berhubungan dengan fenomena perilaku penyimpangan atau kenakalan remaja yang sedang marak terjadi di wilayah Aceh.

Mulai dari geng motor, tawuran, keroyokan dan bahkan yang paling parah adalah penjarah dimana masyarakat sering menyebutnya dengan istilah “Begal”. Sebuah aksi merampas di jalan yang disertai dengan perilaku kekerasan sebagaimana yang selama ini selalu kita dengar, kita baca, bahkan mungkin kita saksikan langsung.

Sungguh sangat kejam dan menyayat hati karena umumnya pelaku begal selalu menggunakan senjata tajam. Sehingga apabila korban melawan mereka tidak segan-segan melukai dan membunuhnya dengan sadis. Kelompok pelaku tersebut umumnya masih belia dan bahkan masih berstatus pelajar.

Aksi begal motor yang dilakukan oleh sekelompok orang atau terorganisir pada hakekatnya adalah perbuatan yang bertentangan dengan norma agama, moral, kesusilaan maupun hukum, serta membahayakan bagi penghidupan dan kehidupan masyarakat, bangsa dan negara. Aksi kejahatan tersebut telah menyebabkan ketakutan dan memengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat dan secara langsung pula memengaruhi psikologis masyarakat yang menjadi mudah merasa cemas/khawatir mengenai keamanan.

Dalam menghadapi tantangan kemanusiaan ini, kita perlu memahami akar permasalahan, mencari solusi yang tepat, dan bekerja sama sebagai komunitas untuk mengatasi masalah ini.

Kasus meningkat

Ada berbagai faktor yang menyebabkan kasus begal meningkat di Aceh dan harus diwaspadai. Antara lain; (1) Pendidikan rendah. Seseorang yang berpendidikan akan memiliki suatu kreatifitas yang pada umumnya dapat digunakan untuk memperoleh penghasilan. Sebaliknya pribadi yang tidak berpendidikan maupun berpendidikan rendah tidak memiliki kreatifitas dan tidak memiliki peluang pekerjaan yang bagus.

Memang tidak dapat dipungkiri bahwa dewasa ini pendidikan baik tidak menjadi patokan dan jaminan seseorang memiliki penghasilan tinggi, namun setidaknya ia dapat memiliki pekerjaan yang layak untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Umumnya seseorang yang memiliki pendidikan baik akan memiliki pola pikir yang baik dan sehat dalam bersikap serta bertindak maupun merespons sesuatu hal.

Begitu juga dengan pengaruh sekitar, ia tidak akan mudah terpengaruh dengan hal-hal tidak baik yang ada di sekitarnya terkait dengan perilaku-perilaku penyimpangan yang dapat menyebabkan kerugian bagi orang lain. (2). Lemahnya ekonomi. Kebutuhan hidup yang semakin hari semakin meningkat dan taraf perekonomian yang semakin maju mengakibatkan tuntutan pengeluaran yang tinggi juga.

Dengan demikian otomatis pendapatan juga harus seimbang dengan pengeluaran. Jika pasak lebih besar dari tiang maka seseorang akan terdesak dan menghalalkan segala cara mampu memenuhi tuntutan tersebut. Rasa cinta yang begitu dalam untuk keluarga juga menjadi faktor buta mata pelaku begal melakukan aksi mereka.

Terlebih lagi, jika ada anggotanya yang sakit parah misalnya, untuk memenuhi pengobatan akan menyebabkan si pelaku terdorong nekat melakukan perbuatan tersebut demi memperoleh uang tanpa memikirkan akibat dan konsekuensi hukum yang harus ditempuh di kemudian hari. (3). Faktor psikologis. Pelaku begal yang tertangkap umumnya dilakukan oleh anak remaja berusia belia dan tidak menutup kemungkinan juga dilakukan oleh anak di bawah umur.

Hal ini disebabkan karena anak-anak tersebut sedang berada dalam fase rawan dimana transisi dari fase anak menuju fase remaja dan sedang mencari jati dirinya untuk mengenal lebih jauh terhadap identitas dirinya, emosinya dan perubahan fisik pada tubuhnya.

Halaman
12
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved