Citizen Reporter
‘Ahlan wa Sahlan’ Cucuku di Kota Nabi
Bermula dari pernikahan putri semata wayang saya dengan seorang pemuda Aceh yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Islam Madinah (UIM) pada me
TENGKU NURUL KEUMALA, PNS pada Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Aceh, melaporkan dari Madinah
Madinah, siapa yang tak pernah menyebut nama kota ini? Tak terhitung syafaat bila kita berada di kota mulia ini. Masjid Nabawi, makam Nabi Muhammad saw, Raudhah (taman surga), Masjid Quba (masjid pertama dibangun oleh Rasulullah saw saat hijrah ke Madinah), dan sebagainya, terdapat di sini.
Sebagai umat Nabi Muhammad, rasanya tak ada yang tak ingin dan tak rindu menginjakkan kaki di kota ini untuk bersimpuh, bersujud di Masjid Nabawi yang mulia. Menumpahkan jutaan doa di Raudhah, sungguh tiada nikmat seindah kala linangan air mata jatuh saat bermunajat di sana.
Saya tak pernah menyangka bisa secepat ini melangkahkan kaki ke Kota Nabi, semua karena rahmat Allah yang tak pernah disangka-sangka. Bermula dari pernikahan putri semata wayang saya dengan seorang pemuda Aceh yang tengah menempuh pendidikan di Universitas Islam Madinah (UIM) pada medio 2022.
Alhamdulillah, putri saya pun diboyong ke Madinah untuk mendampinginya. Pada Januari 2024 rahmat Allah kembali menyapa kami, saya dan keluarga diberi kesempatan oleh Allah untuk mendampingi putri saya yang melahirkan di Madinah. Subhanallah.
Hasil dari diskusi keluarga, kami pilih salah satu rumah sakit swasta menengah, yaitu Hayyat National Hospital (HNH). Biaya persalinan secara normal saja di rumah sakit ini seharga 5.000 SAR (5.000 rial) atau setara dengan Rp20.000.000. Angka ini kami dapat dari survei awal saat memilih beberapa rumah sakit yang ingin kami tuju.
Fantastis sekali ya perbedaan nilai uang Indonesia di luar negeri. Mahal? Bagi kami termasuk mahal, tapi apa boleh buat, HNH termasuk rumah sakit swasta yang masih tergolong murah dibandingkan berbagai rumah sakit swasta lainnya.
Mengapa tidak memilih rumah sakit pemerintah saja yang tidak berbayar? Mungkin jawaban klise di mana-mana adalah ingin lebih nyaman dalam pelayanan. Sesuai survei yang kami lakukan, kami mendapat informasi bahwa di rumah sakit pemerintah di Madinah, pasien tidak boleh dijaga oleh keluarga atau pun dikunjungi oleh tamu yang berlainan jenis. Pasien perempuan hanya boleh ditemani oleh keluarga yang perempuan saja, demikian pula sebaliknya.
Hal ini tidak berlaku pada rumah sakit berbayar, di mana keluarga pasien dan kerabat diperbolehkan untuk menemani pasien selama dirawat. Ini menjadi alasan utama kami tidak menggunakan rumah sakit pemerintah.
Soalnya, saya yang nantinya menemani putri saya melahirkan, tidak bisa berbahasa Arab, tentu akan sulit sekali untuk berkomunikasi dengan para dokter dan perawat, walaupun mayoritas tenaga medis fasih juga berbahasa Inggris. Tapi, lagi-lagi merupakan kendala juga bagi saya pribadi yang hanya bisa berbahasa Inggris ala kadarnya.
Hayyat National Hospital (HNH) hanya berjarak 500 meter dari Masjid Quba, salah satu ikon Kota Madinah. Bahkan areal parkir HNH dan Quba sama.
Saat masuk ke HNH dari pintu lobi utama, saya langsung takjub. Ini tidak seperti rumah sakit pada umumnya: sofa, ruang tunggu, dan tempat resepsionis sebagai tempat mendaftar awal, dirancang layaknya hotel berbintang. Sangat nyaman dan memanjakan mata.
Satu hal penting lainnya adalah tidak ada aroma obat-obatan menusuk hidung, yang terkadang secara psikologis membuat pikiran calon pasien menjadi ciut. Dokter dan perawatnya ramah, walaupun terhadap orang luar Arab. Secara sosiodemografi dan kultur terkadang masyarakat Arab kurang bisa menerima atau berlaku kurang simpati kepada masyarakat luar Arab, tetapi di HNH kami tidak merasakan hal yang demikian.
Seluruh prosedur pemeriksaan awal terhadap calon pasien dilakukan dengan singkat dan tidak bertele-tele, tetapi menyeluruh. Setelah selesai pendaftaran pasien secara singkat, pasien dibawa sejenak ke ruang unit gawat darurat (UGD). Di tempat ini dilakukan pemeriksaan tekanan darah, detak jantung bayi, dan beberapa prosedur lain, tetapi tidak lama.
Kemudian, pasien dibawa ke laboratorium. Di situ kembali diperiksa kadar hemoglobin ibu yang akan bersalin, golongan darah, dan sebagainya. Semua dilakukan dengan akurat, tanpa antrean panjang, juga tanpa pasien harus bolak-balik dari satu loket ke loket lainnya.
Saat memasuki satu ruang periksa ke ruang periksa lainnya, kami seperti sudah ditunggu. Petugas tidak perlu menanyakan lagi data pasien secara berulang-ulang. Malahan petugas yang lebih dahulu menyapa kami, “Dengan Miss Suci? Silahkan masuk.” Tidak ada antre-mengantre.
Awalnya saya takjub juga, dari mana mereka tahu nama pasien. Akhirnya terjawab, karena saat mendaftar awal di resepsionis, semua data kita sudah disebar ke berbagai ruangan yang dibutuhkan secara komputerisasi. Jadi, pasien sangat diistimewakan.
Alhamdulillah, kami masuk rumah sakit tanggal 10 Januari 2024 pukul 07.00 pagi waktu Madinah. Tepat pukul 12.33 bersamaan dengan berkumandangnya azan zuhur, bayi mungil nan cantik, cucu saya, lahir dengan sehat dan selamat. Ahlan wa sahlan (selamat datang), cucuku.
Alhamdulillah, walaupun putri saya tetap harus berjuang sendirian melahirkan buah hatinya tanpa boleh ditemani oleh keluarga, bahkan suami tercinta. Begitulah aturan di Arab Saudi, berbeda dengan negara kita yang membolehkan suami untuk mendampingi kala istri melahirkan.
Tidak berlama-lama di ruang partus, pasien langsung dipindahkan ke kamar rawat inap. Di kamar rawat inap ini baru diperbolehkan anggota keluarga menemani pasien.
Dokter atau perawat menjenguk pasien tiap 30 menit. Makanan untuk pasien tentunya diberikan berbagai makanan khas Arab, seperti nasi biryani, nasi mandhi, aneka roti khas Arab yang tentunya dalam porsi besar, sesuai dengan porsi mereka. Pasien rata-rata langsung diperbolehkan pulang keesokan harinya.
Satu hal yang menarik, beberapa jam setelah kita berada dalam ruang rawat, dan saat dinyatakan kondisi pasien baik, berdatangan vendor atau semacam sales promotion girl (SPG) produk-produk bayi yang mereka jual. Para SPG ini bukan hanya menerangkan tentang keunggulan produk mereka, tapi juga memberikan langsung produk mereka secara cuma-cuma dalam ‘goodie bag’ (tas bingkisan). Maka tak heran saat kepulangan esok harinya, pasien akan membawa pulang aneka goodie bag seperti popok bayi, botol susu bayi serta susu, perlengkapan pakaian bayi, vitamin penambah ASI bagi ibu, produk perawatan bersalin, voucher belanja aneka kebutuhan bayi di berbagai gerai dan sebagainya.
Beberapa hal penting yang dilakukan di rumah sakit luar negeri, mungkin bisa dicontoh untuk diterapkan di rumah sakit kita. sehingga kenyamanan pasien, terintegrasinya data pasien, pemeriksaan pasien secara menyeluruh, tepat, dan akurat, membuat nilai suatu rumah sakit menjadi lebih baik. Apalagi ditambah poin terakhir yang dilakukan SPG ini dengan memberikan langsung sampel produknya kepada pasien, mungkin bisa ditiru di negara kita. Hal ini tentu membuat para pasien senang, bahkan tidak ingin pulang dulu, karena siapa tahu semakin lama di rumah sakit, semakin banyak vendor yang akan memberikan hadiah-hadiah menarik.
Demikian laporan saya dari Madinah. Sampai jumpa dengan tema-tema lainnya, masih seputar Kota Madinah.
Citizen Reporter
Penulis Citizen Reporter
Penulis CR
Ahlan wa Sahlan Cucuku di Kota Nabi
Ahlan wa Sahlan
TENGKU NURUL KEUMALA
Madinah
Masjid Quba
Raudhah
Hayyat National Hospital
Mengelola Kehidupan Melalui Kematian: Studi Lapangan Manajemen Budaya di Londa, Toraja |
![]() |
---|
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
IKOeD Peusijuek Alumni Leting Intelegencia Generation 2025 di Pantai Lampu’uk |
![]() |
---|
Dinamika Spiritual dan Teknis dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Modern |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.