Jurnalisme Warga

Bersihkan Atribut di Hati Menjelang Bulan Suci

Proses demokrasi dari tahun ke tahun terus mengalami perubahan. Keterlibatan kaum milenial dalam pesta demokrasi memberi warna berbeda, terutama selam

Editor: mufti
IST
MUHAMMAD, S.Pd., M.Pd., Dosen dan Wakil Dekan I Fakultas Agama Islam (FAI) Uniki Bireuen, melaporkan dari Bireuen 

Umat Islam secara khusus tidak memiliki alasan untuk tidak memberi maaf, saling merangkul satu sama lain, karena jauh sebelum Bhineka Tunggal Ika itu ada kita sudah diingatkan Al-Qur’an dengan ‘innamal-mu`minụna ikhwatun’ yang terus menjadi pegangan kita sampai akhir hayat.

Pendeknya, jangan sampai negara lain tertawa melihat kita begitu baik dengan negara lain, bahkan mati-matian membelanya baik dengan doa maupun bantuan lain. Akan tetapi, dengan tetangga sendiri kita enggan bertutur sapa, bahkan saling menjelekkan satu sama lain hanya karena perbedaan yang tercipta selama beberapa bulan di masa kampanye pemilu.

Sudah saatnya kita kembali bersih dan berpegangan tangan melaksanakan rutinitas sebagaimana biasa. Tidak ada musuh abadi dalam politik. Paslon yang berbeda dan kalah sekalipun akan dipersatukan dan tertawa kembali dengan musuh politiknya hari ini. Lantas apa alasan kita sebagai simpatisan atau pendukung untuk tidak memaafkan saudara kita yang berbeda pilihan dengan klaim tidak akan memaafkan atau berbicara selama hidup?

Kebiasaan buruk ini harus dapat diubah mulai sekarang. Manfaatkan momentum Ramadhan untuk membersihkan bekas-bekas semua itu agar yang ke kebun kembali dengan leluasa, yang ke laut berlayar dengan rasa aman, yang bekerja paruh waktu pun bisa melaksanakan pekerjaan dengan aman dan damai. Tanpa dendam dan kebencian yang berlebihan.

Di akhir reportase ini ingin saya disampaikan bahwa kita kalangan menengah ke bawah selalu menjadi objek setiap bergulirnya kampanye pemilu, baik pada tingkat tertinggi pilpres sampai  ke tingkat bawah pemilihan kepala desa. Kita pula yang menjadi tujuan sosialisasi berbagi programnya. Namun, pada faktanya, setiap selesai masa sosialisasi itu tidak semua yang disampaikan tersebut berdampak langsung atau dilaksanakan sebagaimana dijanjikan.  Untuk itu, rasanya tidaklah perlu terlalu berlebihan sampai memutuskan silaturahmi satu sama lain, atau bahkan terjadi gesekan sosial yang berkepanjangan dalam kehidupan sehari-hari.

Berdemokrasilah dengan cara-cara yang wajar, tidak menjatuhkan martabat dan menggugurkan hak orang lain. Apa yang sudah terjadi hari ini kita harapkan tidak terulang kembali dan jadikan pelajaran untuk menghadapi pemilu lima tahun mendatang dengan damai dan tetap menjaga silaturahmi sebagai kekuatan utama dalam menjalani kehidupan yang sudah berlaku secara turun-menurun.

Momentum menyambut bulan suci Ramadhan ini haruslah menjadi titik awal bagi kita untuk mencapai perubahan diri secara individu dan perubahan bangsa secara keseluruhan bersama pemimpin baru yang terpilih secara demokratis. 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved