Citizen Reporter

Mansiyao, Mansisebah, dan Mafane-fane, Tradisi Lebaran Warga Simeulue

Si Uyung, warga Simeulue yang lama bermukim di Banda Aceh bersama keluarganya, mudik Idulfitri menuju kampung halamannya di Teupah Barat, Kabupaten Si

Editor: Ansari Hasyim
Freepik
Idul Fitri 1445 H 

Oleh: ALEX ARAO, pernah mengikuti Latram Jurnalistik Mahasiswa Tingkat Nasional di Universitas Parahiyangan Bandung tahun 1995 dan peminat masalah sosial budaya, melaporkan dari Simeulue

"ALHAMDULILLAH, ngang dapek tiket ma'iya, manjading ita ariraya isek kampung ya (Alhamdulillah, dapat juga tiket kami, tampaknya jadi kita berlebaran di kampung)," ucap si Uyung dalam bahasa Devayan di tengah kerumunan calon penumpang yang sedang antre tiket Kapal Feri Aceh Hebat 1 di Dermaga Penyeberangan Calang, Aceh Jaya, Selasa (3/4/2024) pekan lalu.

Si Uyung, warga Simeulue yang lama bermukim di Banda Aceh bersama keluarganya, mudik Idulfitri menuju kampung halamannya di Teupah Barat, Kabupaten Simeulue, menggunakan jasa KMP Aceh Hebat 1 dari Calang.

Saya juga ikutan antre di loket tiket sekitaran pelabuhan bersama si Uyung dan ratusan calon penumpang lainnya. Kami harap-harap cemas apakah bisa kebagian tempat yang nyaman dalam pelayaran malam itu atau tidak. Semua kami rela berpanas-panasan antre di depan loket penjualan tiket di Dermaga Penyeberangan Calang-Sinabang. Maklum, hari itu sudah mendekati H -10 Lebaran Idulfitri 1445 Hijriah.

Tepat pukul 17.00 WIB, KMP Aceh Hebat 1 tujuan Sinabang perlahan meninggalkan tepian Dermaga Calang menuju Samudra Hindia. Kapal ini mengarah ke Pelabuhan Kolok Sinabang. Waktu tempuh 14 jam dengan kecepatan maksimum 14 knot.

Baca juga: Rayakan Lebaran di Aceh Tanpa Ria Ricis, Teuku Ryan Diperlakukan Bak Bujangan

Selain si Uyung, ada ratusan warga Simeulue di perantauan ikutan mudik (mangiyao hampung) Lebaran yang ditandai dengan semua jalur penyeberangan dari Sumatra ke Simeulue dipadati calon penumpang. Baik yang melalui jalur selatan penyeberangan via Aceh Singkil, dilayani jasa penyeberangan KMP Aceh Hebat 3 dan KMP Teluk Sinabang, maupun yang melalui Pelabuhan Tapaktuan, dilayani KM Sabuk Nusantara dan via Pelabuhan Labuhan Haji Aceh Selatan menggunakan jasa KMP Teluk Sinabang.

Kemudian, dari jalur barat Aceh melalui Pelabuhan Penyeberangan Meulaboh, Aceh Barat, dan dari Dermaga Calang, Aceh Jaya.

Mudik Lebaran sudah menjadi tradisi penduduk negeri ini, tidak terkecuali warga Simeulue yang bermukim di Pulau Sumatra, Jawa, dan berberapa pulau lainnya di Nusantara.

Kerinduan untuk Lebaran bersama keluarga, kerabat, dan sejawat di kampung halaman menjadi impian semua orang, begitu juga warga Simeulue di rantau.

Selain disebabkan kerinduan, ada asbab lainnya yang menjadi magnet tersendiri bagi warga Simeulue untuk mudik ke kampung halamannya, yakni tradisi sosial di bulan Syawal, bakda Ramadhan.

Tradisi yang sudah turun-temurun di kalangan masyarakat Simeulue itu di antaranya adalah 'mansiyao', 'mansisebah', dan 'mafane-fane'.

Berikut ini ragam tradisi sukacita merayakan Idulfitri yang bercorak etika spiritual dan estetika yang sejak lama terawat dengan baik di tengah-tengah masyarakat Simeulue.

Tradisi ‘mansiyao’

'Mansiyao' ini sama artinya dengan 'sawue syedara' dalam bahasa Aceh. Saban Idulfitri di bumi yang dijuluki "Simeulue Ate Fulawan" ini berlangsung berbagai tradisi atau kebiasaan yang sudah turun-temurun. Mulai dari tradisi mudik yang lebih dikenal dengan 'mangiyao hampung' (mengunjungi kampung halaman), kemudian kebiasaan saling kunjung-mengunjungi, dan berkumpul bersama keluarga hingga menikmati makanan khas Simeulue, di antaranya, lepong, katupek, susur, memek, hule manok, dan beberapa kuliner spesial lainnya.

Ternyata kebiasaan sosial spiritual bernilaikan etika ini adalah warisan positif dari leluhur subetnis Simeulue.

Halaman 1 dari 2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved