Jurnalisme Warga

Guha Ek Luntie, Laboratorium Alam Tsunami Aceh

Penelitian oleh para ahli paleotsunami dan geofisika mengungkapkan bahwa gua ini menyimpan jejak sejarah panjang tentang bencana tsunami di Aceh.

Editor: mufti
IST
Faisal ST 

Para peneliti menemukan sebelas lapisan pasir laut bekas tsunami purba yang selang-seling dengan lapisan guano (kotoran kelelawar) di dasar gua, mirip lapis legit, yang menunjukkan bahwa bencana tersebut telah menjadi bagian dari sejarah alam Aceh.

Lapisan-lapisan pasir laut plus cangkang kerang dan patahan terumbu karang di dasar gua tersebut, kini diawetkan dan dipajang di lobi Gedung Pascasarjana Kebencanaan Universitas Syiah Kuala. Ini menjadi bukti visual yang memukau tentang kedahsyatan tsunami di masa lalu. Dengan perbedaan warna dan ketebalan lapisan pasir, setiap lapisan menceritakan kisah yang berbeda tentang kekuatan alam yang mengguncang Aceh berabad-abad  lalu.

Tentu saja, penemuan ini bukan hanya sekadar informasi historis. Ini adalah panggilan penting untuk meningkatkan kesadaran akan risiko bencana di Aceh. Rentetan kejadian tsunami yang terjadi dalam rentang waktu yang bervariasi, mulai dari 50 hingga 100 tahun, serta catatan lokal tentang gelombang besar, seperti ‘smong’, ‘ie beuna’, ‘gloro’, dan ‘alon buluek’, menjadi pengingat akan potensi bahaya yang selalu mengintai.

Meskipun tidak dapat diprediksi kapan bencana akan terjadi, pemahaman akan sejarah dan pola kejadian tsunami dapat membantu masyarakat dan pemerintah dalam mempersiapkan diri dan mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bencana alam tidak terduga ini.

Museum alami

Guha Ek Luntie, sebuah mosaik alam di Kecamatan Lhoong, Aceh Besar, telah menjadi magnet perhatian para ahli sejak penelitian pertama pada tahun 2007. Lokasinya yang dekat dengan jalan nasional Banda Aceh-Meulaboh memudahkan akses bagi para peneliti.  Gua ini telah diakui sebagai sumber pengetahuan berharga mengungkapkan warisan alam dan sejarah yang tersimpan di dalamnya.

Potensi Guha Ek Luntie’ sebagai museum alam (geopark) telah menarik perhatian para pakar kebencanaan. Mereka mengusulkan konversi gua ini menjadi objek wisata kebencanaan yang unik, di mana pengunjung dapat belajar tentang geologi, sejarah gempa, dan tsunami Aceh.

Namun, upaya pelestarian gua ini tidak dapat dilakukan secara terpisah dari partisipasi aktif masyarakat lokal. Kolaborasi antara pemerintah daerah, lembaga riset, dan komunitas masyarakat menjadi kunci keberhasilan dalam menjaga kelestarian gua ini.

Memanfaatkan Guha Ek Luntie sebagai museum alam, pengetahuan tentang sejarah kebencanaan dapat disampaikan secara lebih efektif kepada publik, sehingga meningkatkan kesadaran akan potensi bencana dan upaya mitigasi yang diperlukan.

Guha Ek Luntie bukan hanya menjadi objek wisata alam yang menakjubkan, melainkan juga menjadi pusat pengetahuan dan peringatan akan kekuatan alam yang tidak terduga. Melalui upaya pelestarian dan pemanfaatan gua ini sebagai museum alam, kita dapat belajar dari masa lalu untuk mempersiapkan diri menghadapi tantangan masa depan yang lebih sigap.

Geopark

Guha Ek Luntie, telah menjadi sorotan para peneliti dan pakar kebencanaan sejak lama. Dalam upaya melindungi dan mempromosikan kekayaan alam dan sejarahnya, pemerintah Provinsi Aceh dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah menyatakan akan menetapkannya sebagai ‘geopark’.

Keputusan untuk menjadikan Guha Ek Luntie sebagai ‘geopark’ merupakan langkah yang sangat penting dalam menghargai dan melindungi warisan alam yang ada. Tanah di depan mulut gua telah dibebaskan, menandakan komitmen serius untuk melestarikan tempat ini.

Para peneliti dan pakar kebencanaan berharap bahwa dengan menjadi ‘geopark’, Guha Ek Luntie akan menjadi pusat pembelajaran yang penting dalam memahami sejarah gempa Aceh dan tsunami yang mengikutinya. Melalui pemahaman ini, diharapkan kesadaran akan potensi bencana dan upaya mitigasi yang diperlukan dapat meningkat.

Selain itu, Guha Ek Luntie  juga diharapkan dapat menjadi objek wisata sejarah tsunami purba  yang menarik bagi wisatawan lokal maupun mancanegara. Dengan demikian, selain melestarikan warisan alam, juga diharapkan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi masyarakat setempat.

Namun, untuk menjaga kelestarian gua ini, pemerintah harus melakukan penjagaan dengan ketat. Pengawasan yang ketat diperlukan agar tidak ada properti gua yang rusak, sehingga keindahan alam dan sejarahnya tetap terjaga untuk dinikmati oleh generasi mendatang.  Cerita tentang tsunami juga diharapkan akan selalu mengisi ruang ingatan anak cucu kita.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved