Citizen Reporter

Noryangjin, Pasar Hasil Laut yang Bersih dan Terintegrasi

Dari Lotte Tower kami meneruskan perjalanan ke kawasan Noryangjin di tepian Sungai Hangang atau Han hingga makan malam tiba. Kami disuguhi  berbagai m

|
Editor: mufti
IST
Prof. Dr. ISHAN HASAN, M.Si., Rektor Universitas Teuku Umar Meulaboh, melaporkan dari Seoul, Korea Selatan 

Prof. Dr. ISHAN HASAN, M.Si., Rektor Universitas Teuku Umar Meulaboh, melaporkan dari Seoul, Korea Selatan

Pertemuan dengan CEO Lotte Group di Lotte Tower yang megah dan terkenal di pusat Bisnis Seoul, Korea Selatan (Korsel), memberi kami banyak inspirasi.

Setelah 20 menit kemudian, 17 rektor perguruan  tinggi negeri Indonesia diajak untuk menjelajahi gedung dengan ketinggian 500 meter yang memiliki 123 lantai. Lotte Tower ini lebih dikenal dengan Seoul Sky merupakan Landmark Seoul yang mengglobal sebagai bangunan tertinggi keempat di dunia.

Seoul Sky dibangun sejak 2011 dan dibuka untuk umum pada 11 April 2019. Di gedung ini semua bisnis Lotte di seluruh dunia dikendalikan oleh anak-anak muda kreatif hasil didikan dari berbagai perguruan tinggi bermutu di Korea.

Dari Lotte Tower kami meneruskan perjalanan ke kawasan Noryangjin di tepian Sungai Hangang atau Han hingga makan malam tiba. Kami disuguhi  berbagai menu makanan laut yang sangat lezat. Noryangjin merupakan pasar hasil laut terbesar di Kota Megapolitan Seoul. Pasar hasil laut ini telah ada sejak 1927 dan dimodernkan sejak Desember 2012.

Noryangjin dielektrifikasi dengan pemanfaatan IT pada April 2012. Pasar ini telah tumbuh sebagai pasar hasil laut terkemuka di Seoul. Digerakkan oleh manajemen modern menjual berbagai jenis hasil laut yang segar berkualitas tinggi dan ada yang masih hidup dijual di pasar ini.

Berbagai jenis ikan, udang, kepiting, cumi, gurita  dan kerang dengan mudah didapatkan di pasar ini. Apalagi bagi yang menyukai ‘seafood’ dapat menikmati dan memanjakan lidahnya di medan selera lantai 5. Berbagai varian menu ‘seafood’  kaya rasa dapat dipesan di banyak restoran di Pasar Noryangjin.

Kunjungan saya kali ini ke Korsel merupakan yang ketiga kali sejak pertama kali tahun 2013 dan yang kedua akhir Desember 2019. Perubahan yang dicapai Korsel di segala bidang kehidupan selama lebih  sepuluh tahun terakhir ini memang sangatlah menakjubkan. Negeri ginseng ini telah menjadi simbol keajaiban ekonomi di Asia Timur. Hasil kerja keras generasi awal mereka setelah penjahan Jepang dan Perang Korea menjadikan Korsel berputar haluan. Dari sepotong tanah semenanjung dengan hamparan geografis yang tak bermakna, kini bak permata dan magnet ekonomi serta budaya baru yang menyedot manusia dari berbagai penjuru dunia untuk datang melihat era kemodernan dan kemilau mereka.

Saat ini Korsel telah menjadi rumah besar kemajuan, sarat dengan hasil kreativitas ekonomi, teknologi, budaya, dan seni dari anak-anak muda mereka untuk dunia. K-Pop, K-Drama, K-Beauty, Lotte Tower, mobil elektrik, E-Sport, smartphone, Naver, Kimci, Red Ginseng, dan lainnya  telah berpadu dalam membentuk ekonomi dan budaya baru di era Korea modern. Semua itu telah menjadi penghasil uang utama memperkaya bangsa Korea.

Dari sekian banyak hal yang dicapai Korsel semuanya telah menjadi inspirasi yang tidak pernah habis-habisnya. Indonesia, khususnya Aceh, perlu terus belajar dari Korsel. Mulai dari mengelola perguruan tinggi hingga hal-hal yang terkait dengan pengelolaan sumber daya yang ada, dengan kekayaan sumber daya yang kita miliki Indonesia dan Aceh tentu lebih mampu melampuainya.

Saya sangat yakin, seperti yang dikatakan oleh Peter F. Drucker bahwa "Tidak ada bangsa yang miskin, kecuali bangsa tersebut salah urus."

Dari aspek kreativitas, orang tua bangsa Korea telah mewarisi generasi mudanya semangat dan etos kerja keras, agar dapat melanjutkan kemakmuran yang telah dicapai pada dekade ini. Makanya tidak heran kita bisa menyaksikan bagaimana anak-anak muda Korea terus berlomba untuk belajar, melakukan riset yang kolaboratif dengan dunia industri dan dunia bisnis. Petani-petani modern Korea di desa-desa sudah bekerja bukan lagi hanya untuk menyediakan kebutuhan domestik mereka, melainkan telah berorientasi global.

Hasil-hasil pertanian mereka dikeluarkan dari sentra-sentra pertanian di desa-desa diangkut dengan kereta api dan kenderaan besar dalam peti-peti kemas dialirkan ke pelabuhan untuk dikirim ke berbagai negara. Hasilnya, Korsel kini menikmati pemasukan devisa yang besar dan ikut mempertinggi kemakmurannya.

Bukan saja hanya sektor industri, pertanian, dan bisnis, Korsel kini telah menjadi pusat industri entertainment dan industri kecantikan yang semakin tersohor di dunia. Semua ini telah  menjadi magnet ekonomi dan budaya baru yang membawa Korea ke kancah global dan juga menjadi salah satu negara dengan pertumbuhan ekonomi tertinggi di dunia.

Pengalaman kerja keras mereka dalam mengerjakan dan mengendalikan sesuatu telah menghasilkan yang terbaik, patut ditiru oleh berbagai negara di dunia. Sumber daya alam yang terbatas mereka miliki telah mampu menarik banyak orang dari seluruh dunia untuk meminta lebih banyak lagi Korean Won guna berbelanja di Seoul.

Seoul telah menjadi surga belanja bagi para pelancong dan menikmati indahnya Korea. Sektor tourisme telah menyedot banyak uang ke Korsel. Itu artinya, banyak bangsa di dunia saat ini telah ikut dan terus akan memperkaya bangsa Korea. Akal budi mereka yang sehat dan waras, dikemas dalam kemodernan telah mampu mentransformasi Korea dari bangsa miskin hanya dalam rentang waktu 60 tahun telah menjadi bangsa yang kaya.

Perguruan tinggi mereka, khususnya Seoul National University (SNU) yang kami kunjungi, telah menjadi lentera dan pemasok tenaga kerja terdidik utama dengan disiplin tinggi bagi dunia industri dan dunia bisnis di Korea.

Anak-anak muda yang memiliki pengetahuan dan keahlian tinggi di berbagai bidang telah ikut memajukan Korea. Mereka memiliki karakter yang produktif, gesit, kreatif, dan inovatif telah menjadikan mereka  bangsa yang dihormati di dunia.

Kembali ke Noryangjin, pikiran saya terbawa ke Lampulo, Banda Aceh, pelabuhan samudra yang tidak kalah dengan produk hasil lautnya. Jika kita memiliki kewarasan akal tentu kita dapat meniru Korsel dalam mengelola aktivitas ekonomi yang serupa seperti di Noryangjin.

Hasil laut yang melimpah jika ada kemampuan untuk mengemasnya secara modern tentu tetesan kemakmuran akan bisa kita peroleh menjadi lebih besar. Hanya saja kreativitas, akal budi harus berpadu dengan kedisiplinan. Dengan memiliki nilai-nilai estetika yang kuat kita bisa mengubah kemiskinan yang kita derita menjadi lebih makmur dan modern dariapa yang kita capai saat ini.

Noryangjin hanya sekeping dari kewarasan akal dan kepantasan budi manusia Korea. Tentu banyak hal lain yang dapat ditiru untuk kemajuan kita. Saat saya meninggalkan Incheon Airport, pikiran saya seolah masih tertahan kuat di sana, padahal badan saya sudah meninggalkannya. Ingatan saya tentang Korea bukan karena keelokan Seoul dan kekaguman terhaadp drama Korea. Juga bukan karena eksotisme Busan dan kelincahan K-Pop, tetapi lebih kepada bagaimana cara akal sehat saya bisa lebih cepat merangkul, seraya menikmati kemajuan dan kemakmuran Korea untuk kita wujudkan di negeri kita. Tentu semuanya tidaklah persis sama.

Nilai-nilai kita dengan Korea memang jauh berbeda, tetapi kemakmuran dan warna-warni azelia yang tumbuh di Korea bisa kita nikmati bersama.       

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved