Berita Lhokseumawe
Konsultan Hukum Kritik Keras Rencana Pemotongan Gaji Tapera, Ini Alasannya
Pemerintah tidak seharusnya memaksakan potongan gaji untuk tujuan yang tidak semua pekerja butuhkan
Penulis: Jafaruddin | Editor: Muhammad Hadi
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM, LHOKSEUMAWE – Advokat dan konsultan hukum dari LBH Qadhi Malikul Adil, Dr Bukhari, MH CM, mengkritik keras terhadap rencana pemerintah untuk menerapkan pemotongan gaji bagi seluruh pekerja, baik negeri maupun swasta, untuk iuran Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2024 ini merevisi aturan sebelumnya dan memperluas cakupan potongan gaji yang semula hanya berlaku bagi pegawai negeri sipil (PNS).
“Kebijakan ini perlu dikaji ulang secara mendalam,” ujar Dr Bukhari kepada Serambinews.com, Minggu (2/5/2024).
Pemotongan gaji sesuai dengan PP Nomor 21 Tahun 2024 perlu dikaji ulang. Karena kebijakan ini tidak memperhitungkan kebutuhan dan kondisi individual pekerja.
Pemerintah tidak seharusnya memaksakan potongan gaji untuk tujuan yang tidak semua pekerja butuhkan.
Pemerintah tidak berhak mengatur pembelian rumah
Dr Bukhari menekankan bahwa pemerintah tidak memiliki hak untuk mengatur masyarakat terkait pembelian rumah.
"Biarkan masyarakat pekerja memilih dan memutuskan sendiri terkait dengan kepemilikan rumah.
Banyak pekerja yang sudah memiliki rumah atau tidak berniat membeli rumah dalam waktu dekat. Mengapa mereka harus dibebani dengan potongan gaji yang tidak relevan bagi mereka?" ujarnya.
Dampak Ekonomi dan Legalitas
Dari sisi ekonomi, Dr Bukhari mengungkapkan kekhawatirannya bahwa kebijakan ini akan menambah beban finansial yang tidak perlu bagi para pekerja.
Baca juga: Moeldoko Janji Tapera Tak akan Seperti ASABRI, Klaim Bukan untuk Biayai Makan Gratis dan IKN
"Potongan gaji untuk Tapera bisa mengurangi daya beli pekerja dan menambah beban finansial bagi mereka, terutama dalam situasi ekonomi yang masih rentan."
Secara legal, Dr. Bukhari juga menyoroti bahwa penerapan potongan gaji secara seragam tanpa mempertimbangkan kebutuhan individu adalah bentuk intervensi yang berlebihan.
"Kebijakan ini melanggar prinsip keadilan dan kebebasan individu. Pemerintah seharusnya menawarkan solusi yang lebih fleksibel dan sesuai dengan kebutuhan masing-masing pekerja,” ujar Advokat dan Konsultan Hukum LBH Qadhi Malikul Adil.
Salah satu poin utama kritik Dr Bukhari adalah ketidakcukupan dana Tapera untuk memenuhi kebutuhan perumahan dalam jangka pendek.
"Hasil pemotongan melalui Tapera tidak mencukupi kecuali ditabung sampai 100 tahun.
Ini jelas tidak realistis dan hanya akan menjadi beban tambahan bagi pekerja tanpa memberikan manfaat yang signifikan dalam waktu yang wajar."
Ia menegaskan perlunya kajian ulang terhadap kebijakan pemotongan gaji untuk Tapera.
Ia mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali kebijakan ini dan mencari solusi yang lebih adil dan relevan dengan kebutuhan individu pekerja.
"Pemerintah harus mendengar suara masyarakat dan tidak memaksakan kebijakan yang justru menambah beban finansial bagi para pekerja," tutupnya.(*)
Baca juga: Kisah Petani Pidie Naik Haji, Dulu Daftarkan 4 Orangtua,Kini Naik Haji Menuntun Ibu Berusia 90 Tahun
Dua Rumah di Lhokseumawe Hangus Jelang Magrib, Pasutri Meninggal Terbakar |
![]() |
---|
Beri Pendampingan Hukum untuk Pengelolaan Dana Desa, DPRK Lhokseumawe Apresiasi Kejari |
![]() |
---|
Wamendikti Prof Stella Sebut AI dan Teknologi Buka Peluang Kerja Baru |
![]() |
---|
FISIP Unimal Sambut Mahasiswa Baru dengan Kearifan Aceh |
![]() |
---|
Politeknik Negeri Lhokseumawe dan YBHA-PM Jalin Kerja Sama, Cegah Kekerasan di Kampus dan Luar |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.