Kupi Beungoh
Makmeugang: Tradisi Bansos ala Sultan Aceh
Makmeugang menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh untuk mempersiapkan kebutuhan makanan
Oleh: Teuku Alfin Aulia
Kata Makmeugang atau disebut juga meugang merupakan kata yang tidak asing dikalangan masyarakat Aceh.
Makmeugang merupakan tradisi memasak daging dengan berbagai olahan tertentu dan kemudian dinikmati bersama dengan kelurga, banyak ragam masakan yang diolah menggunakan bahan daging pada susasana meugang, makmeugang diawali dengan pemotongan sapi, kerbau ataupun kambing, sebagian masyarakat juga ada yang membeli daging untuk mengolah dalam memenuhi tradisi makmeugang ini.
Tradisi makmeugang telah menjadi bagian penting dalam kehidupan masyarakat Aceh. Tradisi ini dilaksanakan menjelang Ramadhan dan hari-hari besar Islam lainnya. Setiap warga Aceh, di mana pun mereka berada, selalu merayakan Makmeugang.
Salah satu ciri khas dari Makmeugang adalah kehadiran pasar daging di pusat keramaian masyarakat.
Pasar daging ini menjadi tempat yang ramai dikunjungi oleh masyarakat untuk membeli daging segar dan berbagai bahan makanan lainnya.
Makmeugang menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh masyarakat Aceh untuk mempersiapkan kebutuhan makanan selama Ramadhan dan hari-hari besar Islam lainnya.
Tradisi ini telah berlangsung sejak abad ke-17, pada awalnya tradisi ini merupakan program tahunan yg dilaksanakan oleh negara kala itu.
Negara mengambil peran penuh dalam menyembelih dan membagi daging meugang kepada masyarakat kurang mampu.
Negara juga membagikan sembako dan kain kepada mereka yang membutuhkan, hal ini diamanatkan secara rinci didalam undang-undang tinggi kesultanan Aceh Darussalam, Qanun Meukuta Alam Al Asyi.
Pelaksanaan bantuan sosial (BanSos) ala Sultan Aceh Ini, dilakukan dan didata secara berjenjang mulai dari setiap gampong (desa) hingga kemudian setiap data dikumpulkan secara berjenjang dihadapan Qadhi Mu'adzam di Ibukota, sesuai dengan Amanat Qanun Meukuta Alam.
Setelah itu bantuan sosial ini didistribusikan secara langsung oleh negara melalui para Uleebalang disetiap daerah masing-masing mendekati perayaan hari-hari besar Islam.
Qanun Meukuta Alam mengamanatkan program bantuan sosial Ini diperuntukkan bagi fakir miskin, para janda, dan orang yang sudah udzur serta lanjut usia, setiap orang akan mendapatkan daging seharga 1 dirham Aceh, atau senilai Rp.650,000 jika dihitung dengan nilai emas saat ini, ditambah dengan bantuan uang tunai sebesar 5 dirham Aceh atau setara dengan Rp.3,250,000 bila dihitung dengan nilai inflasi saat ini.
Tidak cukup dengan itu sana, pemerintah juga membagikan kain sebagai salah satu barang berharga bagi masyarakat kala itu, masing-masing mendapatkan kain sepanjang 6 hasta atau 3.2 meter.
Jumlah bantuan sosial tersebut dinilai sangat mampu membantu kebutuhan masyarakat yang kurang mampu ketimbang pola bansos yang saat ini dikeluarkan oleh pemerintah Indonesia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.