Berita Aceh Jaya
Uniknya Acara Adat Peumeunap dan Seumeuleung Sultan Kesultanan Daya di Aceh Jaya
Kegiatan yang berlangsung meriah ini digelar di Astaka Diraja Kompleks Makam Sultan Alaiddin Riayatsyah atau lebih dikenal dengan Poe Teumeurehom.
Penulis: Firdha Ustin | Editor: Amirullah
Laporan Firdha Ustin I Aceh Jaya
SERAMBINEWS.COM, ACEH JAYA - Kesultanan Raja Daya mengelar upacara adat "Pemeunap dan Seumeuleung Radja" dalam rangka memperingati hari berdirinya Kesultanan Negeri Daya Aceh Bandar Darussalam ke-544.
Kegiatan tahunan yang berlangsung meriah ini digelar di Astaka Diraja Kompleks Makam Sultan Alaiddin Riayatsyah atau lebih dikenal dengan Poe Teumeurehom Kuala Daya, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, Rabu (19/6/2024).
Acara tersebut dihadiri para keturunan raja-raja di wilayah Aceh.
Sementara tamu kehormatan dihadiri perwakilan Pj Gubernur Aceh, perwakilan Wali Nanggroe, Pj Bupati Aceh Jaya Dr A Murtala, serta sejumlah unsur forkopimda setempat.
Dihadiri Para Keturunan Raja-raja di Aceh
Di antara raja-raja yang hadir adalah pewaris Raja Tamiang, Raja Pereulak, Raja Samudra Pasai, Raja Pedir, Raja Meulaboh, Raja Tanah Nata, Raja Trumon, Raja Sinabang, Raja Linge, Raja Seunagan, Raja Jeumpa, Raja Sama Indra, Raja Peusangan, Raja Teunom, Raja Lamno, Raja Kuala Naga dan Raja Keuluang.
Dalam sambutannya, Pj Bupati Aceh Jaya, Dr A Murtala mengucapkan terima kasih kepada seluruh tamu undangan, tokoh masyarakat, perwakilan adat dan warga Aceh Jaya yang hadir.
Baca juga: Besok Ada Acara Seumeuleung Raja di Lamno Aceh Jaya, yang Mau Pergi, Ini Lokasi dan Agendanya
Murtala mengatakan, ini bukan hanya sekedar acara tahunan tetapi juga bentuk penghargaan dan pengingat kepada para pendahulu demi menciptakan kehidupan yang lebih baik untuk masyarakat Aceh Jaya.
Murtala mengajak masyarakat Aceh Jaya untuk terus melestarikan budaya sebagai bentuk wujud ikut serta dalam membangun daerah yang lebih baik. "Berdirinya Negeri Daya merupakan tonggak sejarah awal perjalanan Kabupaten Aceh Jaya," katanya.

Untuk diketahui, pemenap dalam bahasa Aceh berasal dari kata peunap. Artinya menunggu.
Jadi, pemenap adalah menunggu raja makan. Sedangkan seumeuleung berasal dari kata suleueng atau suap yang artinya menyuapi.
Prosesi acara adat diawali dengan masuknya raja ke Astaka Diraja sembari menyapa raja-raja dari berbagai wilayah kekuasaannya. Raja kemudian duduk di atas tilam emas bersulam kapas.
Dayang yang berada di depan raja kemudian membasuh tangan raja serta tamu Agung Raja Daya.
Lalu, dayang membuka hidangan dan mempersilakan raja makan. Tapi raja diam saja dan menunggu disuapi oleh dayang yang disebut prosesi seumeuleueng.
Baca juga: Keunikan Tradisi Seumeulueng Raja Daya di Lamno, Aceh Jaya
Pengunjung Meningkat Setiap Tahun
Sementara Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Jaya, Asy'ari menyebutkan proses Peumeunap dan Seumeuleung merupakan acara adat yang telah dilakukan secara turun-temurun.
"Ini adalah agenda tahunan, warsian budaya Kerjaaan Daya yang kita lestarikan, dilaksanakan oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Jaya bekerja sama dengan masyarakat khususnya Kecamatan Jaya dan Indra Jaya," ujarnya.
Sejatinya, acara Peumenap dan Seumeuleung dilaksanakan pertama kali di saat Kerajaan Nanggroe Daya dideklarasi pada 10 Zulhijjah atau pada hari raya pertama Idul Adha.
Namun, belakangan kegiatan ini diadakan pada hari ketiga lebaran kurban mengingat pada hari raya pertama banyak pihak masih dalam kesibukan.
Kegiatan ini sudah menjadi ikonik bagi Aceh Jaya. Hal ini dapat dilihat dari jumlah pengunjung yang hadir bukan saja dari keturunan raja di Aceh atau masyarakat Aceh Jaya tetapi juga warga dari luar Aceh.
Asy’ari menyebut setiap tahunnya pengunjung acara Pemeunap dan Seumeuleung terus mengalami peningkatan. Sehingga berdampak pada perputaran ekonomi masyarakat.
Terakhir, Asy'ari berharap agar kedepannya pemerintah pusat hingga provinsi ikut memberikan dukungan apalagi saat ini acara PemeunaP dan Seumeuleung merupakan acara kelas Nasional usai dinobatkan sebagai Warisan Budaya Tak Benda (WBTB).
"Karena ini bukan kelas Aceh Jaya saja tapi sudah kelas Aceh dan Nasional dan sudah diakui oleh Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) memberikan sertifikat Warisan Budaya Tak Benda (WBTB) kepada 213 maestro sebagai bentuk komitmen pemerintah menginventarisasi dan melindungi warisan budaya Indonesia. Salah satunya Kabupaten Aceh Jaya sebagai Kabupaten yang juga ikut andil untuk mendapatkan WBTB yaitu "Peumeunap dan Seumuleng Raja". oleh karenanya ke depan membutuhkan dukungan dari pemerintah pusat dan provinsi, kalau selama ini dibantu oleh pihak Kabupaten khusunya Dinas Pendidikan dan Kabupaten Aceh Jaya saja," pungkasnya.
Sejarah Peumeunap dan Seumeuleung Raja
Untuk diketahui, upacara Peumeunap dan Seumeuleung Raja Nanggroe Daye ini merupakan tradisi yang sudah berlangsung ratusan tahun lalu.
Upacara ini dilaksanakan pada hari ketiga Idul Adha setiap tahunnya.
Biasanya, upacara ini dihadiri oleh para pewaris kerajaan-kerajaan di Aceh.
Selain dari keturunan Kesultanan Aceh Darussalam, juga hadir pewaris kerajaan Kuala Batu, Radja Lingge, Radja Singkil, Radja Samalanga, Radja Trumon, Radja Bubon, Radja Kluet, Radja Teunom, Radja Rigah, Radja Seunagan, Radja Kuala Unga, Radja Cunda, Radja Pedir, dan lainnya.
Beberapa literatur menyebutkan, upacara Peumeunap dan Seumeuleung ini merupakan prosesi adat yang dilakukan setiap tahun untuk memperingati hari pelantikan Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah menjadi raja pada Kerajaan Daya.
Pada upacara tersebut, Sultan Salatin Alaidin Riayat Syah disuapi (disuleung) oleh dayang-dayang kerajaan sebagai simbol peneguhan atau penabalannya sebagai raja.
Kerajaan Meureuhom Daya didirikan pada tahun 1480 M dan mempersatukan Kerajaan Keuluang, Lamno, Kuala Unga, dan Kuala Daya menjadi Kerajaan Daya.
Kerajaan ini menetapkan ibu kotanya di Lam Kuta dan Kuta yang terletak di Gampong Gle Jong (kini masuk dalam Mukim Kuala Daya, Kecamatan Jaya, Kabupaten Aceh Jaya, provinsi Aceh, Indonesia).
Sebuah penelitian yang dilakukan oleh Nurhalimah mahasiswa UIN Ar-Raniry pada tahun 2013 menunjukkan, pada saat Sultan Alaidin Riayat Syah mangkat, Sultan Badrul Munir melaksanakan kembali upacara Seumuleung pada tahun 1711-1735.
Upacara ini diawali dari pengukuhan raja di Balai Astaka Diraja dan berakhir di Kompleks Makam Po Teumeureuhom Daya.
Prosesi seumuleung memiliki makna bagi masyarakat. Seumuleung dimaknai dengan berbagai kepentingan, seperti mendapat nasi yapan, yang diyakini akan mendatang berkah bagi siapa saja yang memakannya.
Selain itu ada pula yang bertujuan menziarahi Makam Meureuhom Daya dan melepaskan nazar atau sekedar membasuh muka dengan menggunakan air dari guci besar di komplek makam.
Di luar dari kepentingan itu, hampir semua penggunjung menggunakan kesempatan berkunjung ke Kompleks Makam Meureuhom Daya untuk berekreasi.
Istilah Peumeunap dan Seumeuleung Raja
Peumeunap adalah bahasa Aceh yang berasal dari kata peunap, artinya menunggu.
Jadi, peumeunap adalah menunggu raja makan.
Sedangkan seumeulueng berasal dari kata suleueng atau suap yang artinya menyuapi.
Prosesi acara peumeunap dan seumeuleung ini diawali dengan masuknya raja ke Astaka Diraja sembari menyapa raja-raja dari berbagai wilayah kekuasaannya.
Raja lantas duduk di atas tilam kapas bersulam emas.
Dayang yang berada di depan raja kemudian membasuh tangan raja.
Lantas, dayang membuka hidangan dan mempersilakan raja untuk makan.
Tapi raja diam saja. Beliau mengabaikan atau peunap, dalam artian menunggu disuapi oleh dayang.
Prosesi dilanjutkan dengan dayang yang kemudian menyuapkan nasi ke mulut raja. Hal itu disebut seumeuleueng.
(Serambinews.com/Firdha Ustin)
Parah! Calon Tersangka Kasus Bimtek Aceh Jaya Ditahan di Lapas Pidie |
![]() |
---|
Pemkab Aceh Jaya Larang Lomba Panjat Pinang di HUT Ke-80 RI, Ini Alasannya |
![]() |
---|
Usut Kasus Bimtek, Jaksa Sudah Periksa 40 Orang, Akan Panggil Semua Peserta |
![]() |
---|
Harga Beli TBS Sawit di Aceh Jaya Turun, Tertinggi Rp2.680, Ini Detailnya |
![]() |
---|
Dikritik Soal Sopir Ambulans, Wabup Sidak Sejumlah Puskesmas di Aceh Jaya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.