Berita Banda Aceh

Bank Sampah USK Tampung Botol Plastik, Kertas, Kardus hingga Minyak Jelantah, Ini Harganya

Nasabah BSU ini sejak tahun 2019 terdiri atas dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Penulis: Yarmen Dinamika | Editor: Mursal Ismail
SERAMBINEWS.COM/YARMEN DINAMIKA
Direktur Bank Sampah USK, Ir Rama Herawati MP (berompi) sedang menerangkan kepada sejumlah mahasiswa tentang sampah-sampah yang sudah dipres di bank sampah tersebut untuk kemudian diangkut sebagai bahan baku pabrik di Sumatera Utara. 

Nasabah BSU ini sejak tahun 2019 terdiri atas dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Laporan Yarmen Dinamika l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Tahun ini Bank Sampah Universitas Syiah Kuala (BSU) genap berusia lima tahun.

Bank sampah ini enam hari dalam seminggu rutin menerima aneka sampah dari para nasabah (warga).

Nasabah BSU ini sejak tahun 2019 terdiri atas dosen, tenaga kependidikan, mahasiswa, dan masyarakat umum.

Sampah-sampah yang diserahkan para nasabah tersebut, organik maupun nonorganik, umumnya masih bernilai ekonomi.

Sampah organik, seperti dedaunan dan ranting pohon, rerumputan, sabut kelapa, dan aneka kulit buah, biasanya diterima BSU untuk diolah jadi pupuk kompos.

Kemudian dipasarkan untuk wilayah Banda Aceh dan Aceh Besar.

Baca juga: 30 Mahasiswa dan Siswa SLTA Se-Aceh Belajar Kelola Sampah di Bank Sampah USK

"Untuk yang organik, sisa dapur atau sisa makanan, kita kembalikan ke nasabah 1/3 bagian dari hasil kompos yang jadi.

Misalnya, dari sisa makanan yang disetor 9 kg, nasabah akan menerima 3 kg kompos jadi," ujar
Direktur BSU, Ir Rama Herawati MP, menjawab Serambinews.com di Kopelma Darussalam, Banda Aceh, Sabtu (22/6/2024) sore.

Sedangkan sampah anorganik, misalnya botol air mineral, tutup botol, kardus, kertas, kaleng, seng, dan kuningan
biasanya dipres, lalu dijual ke Medan, Sumatera Utara.

"Per minggu sedikitnya 8 ton sampah anorganik dari BSU kita kirim ke Medan. Pengusaha di sana menampungnya sebagai bahan baku pabrik untuk diolah kembali," kata Rama.

Rama Herawati menggarisbawahi bahwa semua sampah yang sudah terpilah dan dipres itu dibawa ke Sumatera Utara untuk diolah sebagai bahan baku pabrik.

"Jadi, kita kirim ke sana bukan dalam bentuk sampah, melainkan bahan baku pabrik untuk diolah lagi,” kata alumnus Program Studi Ilmu Tanah pada Fakuktas Pertanian USK ini.

Baca juga: Kampung Kesehatan Siapkan Lokasi untuk Bank Sampah Aceh Tamiang

Dalam seminggu, menurutnya, sekitar 8 ton aneka sampah anorganik dari BSU diangkut naik truk ke Sumatera Utara.

Umumnya sudah dipres dengan ketat dan diikat rapi, kecuali plastik jenis atom yang kalau dipres justru pecah-pecah.

BSU juga menampung minyak jelantah (minyak goreng bekas pakai). Per liter minyak jelantah dibeli BSU dengan harga Rp 4.000 dari nasabah.

Minyak jelantah itu sumbernya dari dapur rumah tangga, pesantren, boarding school, maupun dari dapur restoran, resto cepat saji, kafe, bahkan hotel.

Oleh penampung yang sudah teken kontrak dengan BSU, minyak jelantah itu dijemput secara berkala ke BSU untuk dijual juga ke Sumatera Utara.

"Di Sumut ada beberapa perusahaan yang mengekspornya ke luar negeri untuk dijadikan bahan bakar jenis biodiesel," terang Rama Herawati.

Baca juga: Penangkapan Pelaku Judi Online Marak di Aceh, Abu Faisal: MPU Sudah Ingatkan Sejak 2016

Bila minyak jelantah dibeli BSU dengan harga Rp 4 ribu per liter, botol plastik air mineral (pet) juga dibeli BSU dengan harga Rp 4 ribu per kg.

Itu dengan catatan, apabila botol plastiknya sudah dipisahkan tutupnya dan sudah dicopot pula stiker (etiket) merek atau iklannya.

"Kalau tutup botol plastiknya belum dipisah dan stiker mereknya belum dicopot, harganya hanya Rp 1.500/kg. Soalnya, pabrik enggan membeli botol plastik bekas yang masih ada merek atau iklannya," terang Rama.

Tutup botol plastik dibeli BSU dengan harga Rp 4.000/kg. Sedangkan pipa paralon Rp1.500/kg.

Kaleng dan seng juga dibeli BSU masing-masing dengan harga Rp 3.200 dan Rp1.600/kg.

Kaleng yang dimaksud, terdiri atas kaleng cat, kaleng susu, kaleng susu bear brand, kaleng susu baby, juga kaleng minuman bersoda, seperti Sprite, Fanta, dan Cocacola.

Baca juga: Membangun Lima Nilai Inti Kemabruran Haji Paska Pulang dari Tanah Suci

Adapun kertas HVS bagus dibeli BSU Rp1.700 per kg, HVS cincang bulit Rp1.100/kg, dan kotak atau kardus Rp1.400 per kg.

Material yang paling mahal dibeli BSU adalah tembaga super kasar, mencapai Rp 125.000/kg, tembaga super serabut Rp 120.000/kg, kuningan Rp78.000/kg, dan
timah Rp13.000/kg.

Namun, BSU tidak setiap hari membayar 'cash' sampah organik dan anorganik yang diantarkan kepada mereka.

"Kita sudah tetapkan bahwa pencairan dana hanya seminggu sekali, yakni pada setiap hari Kamis," kata Rama.

BSU ini terletak di belakang Gedung Kantor Urusan Internasional atau Office of International Affair (OIA) USK. OIA berada di depan gedung baru Fakultas Teknik USK.

Ke BSU sering berkunjung tamu dari PTS maupun PTN lainnya. Rata-rata mereka ingin belajar teknik pengelolaan sampah (waste management) dari BSU.

Rama Herawati juga menerangkan bahwa di BSU kini ada empat mesin, yakni, mesin press, mesin penggiling daun, mesin ayak kompos, dan mesin pengerat ranting.

"Semua mesin ini sumbangan PLN Aceh kepada BSU," kata Rama Herawati. (*)

 

 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved