Kupi Beungoh
Membangun Lima Nilai Inti Kemabruran Haji Paska Pulang dari Tanah Suci
KEMABRURAN haji merupakan wujud dari implementasi haji mabrur itu sendiri, mulai dari tahap persiapan sebelum berangkat hingga kepulangan.
Oleh: Dr. H. Herman, M.A
KEMABRURAN haji merupakan wujud dari implementasi haji mabrur itu sendiri, mulai dari tahap persiapan sebelum berangkat (pra haji) ke tanah suci sampai ke tahap prosesi pelaksanaan ibadah haji di tanah suci (Andi Muhammad Akmal, 2020).
Sebelum berangkat ke tanah suci harus meluruskan dan memantapkan niat menunaikan ibadah haji karena Allah semata, kemudian membersihkan dan menjauhkan diri dari takhayyul, bid’ah dan khurafat serta membersihkan hati dan jiwa dari segala noda dan dosa yang berhubungan dengan Allah dan sesama manusia (Said Agil Husain Al Munawwar, 2002).
Selanjutnya pada tahap profesi pelaksanaan ibadah haji, mareka memiliki pengetahuan dan pemahaman yang cukup tentang rangkaian pelaksanaan ibadah haji (Manasik), sehat jasmani dan rohani, sungguh-sungguh melaksanakan rukun dan wajib haji serta konsisten menghindari diri dari larangan haji dan umrah (Kemenag RI, 2010).
Implikasi dari kemabruran haji tentu tidak secara otomatis terlihat pada diri haji dan hajjah pada saat pulang dari tanah suci, karena kemabruran haji berkaitan erat dengan sikap dan perilaku seseorang pada saat menunaikan ibadah haji (Andi Muhammad Akmal, 2020).
Ada yang terlihat tidak terlalu lama nampak kemabruran haji pada diri haji dan hajjah, namun ada pula yang membutuhkan waktu yang panjang baru nampak kemabruran haji, karena butuh waktu membiasakan, menjaga dan memelihara sikap dan perilaku supaya berakhlak mulia, beramal shaleh, berlomba-lomba dalam kebaikan dan sikap kepedulian terhadap kegiatan keagamaan dan sosial kemasyarakatan (Imam Nur Suharno, 2017).
Kemabruran haji seseorang terlihat nyata pada sikap kesalehan pribadi dan sosial pada diri seseorang haji dan hajjah pada saat beradaptasi dan berkiprah dalam masyarakat (Hadi Sumitro Seno, 2017).
Sikap dan perilaku, tidak hanya memikirkan nasib diri dan keluarga semata, akan tetapi juga ikut memikirkan nasib orang lain dalam kehidupan bermasyarakat.
Kemudian selalu bersikap loyal dan setia terhadap umat, amanah terhadap tugas dan tanggung jawab yang dienbannya serta selalu sadar akan keadilan dalam hidupnya (Depag RI, 2003).
Karena menurut padangan Allah swt melaksanakan ibadah wajib (ibadah mahdhah) saja masih dikategori manusia yang sia-sia dalam dalam hidupnya, akan tetapi baru dikategori manusia beruntung bila mampu melaksanakan ibadah sosial (ghairu mahdhah) yang dapat membawa manfaat untuk kepentingan keluarga, tetangga, masyarakat, bangsa dan negara (Q.S Al Nahl: 97).
Menjaga dan memelihara kemabruran haji di era revolusi 4.0, tentu bukanlah hal yang mudah, karena banyak gangguan dan godaan duniawi yang menghampirinya, sehingga membutuhkan kosistensi dan komintmen bagi haji dan hajjah dalam beramal shaleh dan beramal sosial yang dilandasi diatas nilai-nilai keimanan dan ketaqwaan kepada Allah swt (Q.S Al Nahl: 97).
Dalam rangka menjaga dan memelihara kemamabruran haji sangatlah urgen membangun lima nilai inti kemabruran haji pasca pasca pulang dari tanah suci, guna tetap istiqamah dalam melaksanakan ibadah wajib (Ibadah Mahdhah) dan ibadah sosial (ghairu mahdah) di tengah-tengah masyarakat.
Lima nilai inti tersebut dapat digambarkan secara konprehensif di bawah ini.
Ibadah sebagai niat kerja
Sepulang dari tanah suci, fondasi dalam melaksanakan ibadah wajib (ibadah mahdhah) dan ibadah sosial (ghairu mahdhah) haruslah ibadah sebagai niat kerjanya.
Refleksi Kemerdekaan dalam Menikmati Kemerdekaan |
![]() |
---|
RAPBN 2026: Alokasi Ambisius, Harapan Besar, dan Tantangan Implementasi |
![]() |
---|
Revitalisasi Nilai-Nilai Kemerdekaan Dalam 80 Tahun Kemerdekaan Indonesia |
![]() |
---|
Aceh dan Kemerdekaan yang Masih Tertunda |
![]() |
---|
Merdeka yang Tertunda: Dari Proklamasi ke Penjajahan Nafsu dan HIV/AIDS |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.