LBH Padang: Polisi Diduga Turut Siksa Tujuh Teman Afif Maulana, Dipukul hingga Disundut Rokok

Indira membeberkan bentuk penyiksaan yang diterima teman-teman Afif Maulana tersebut, yakni dipukul, ditendang, hingga disundut rokok.

Editor: Faisal Zamzami
Istimewa
Kasus kematian Afif Maulana, siswa SMP di Padang belum terpecahkan. Siswa SMP berusia 13 tahun ini ditemukan tewas di Sungai Kuranji Padang pada Minggu 9 Juni 2024. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Kematian Afif Maulana atau AM (13) yang ditemukan tewas di Sungai Batang Kuranji, Kota Padang, Sumatera Barat, kini mulai terkuak.

Afif ditemukan tewas di Sungai Kuranji, bawah jembatan di Jalan Bypass, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (9/6/2024) siang.

Afif Maulana ternyata bukan satu-satunya jadi korban penyiksaan oknum polisi.

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang, Indira Suryani, mengungkapkan bahwa tujuh teman Afif Maulana diduga turut menjadi korban penyiksaan anggota polisi di Padang, Sumatera Barat.

Hal itu diketahui setelah LBH Padang meminta keterangan dari sejumlah saksi yang merupakan teman-teman korban.

Adapun LBH Padang saat ini tengah mendampingi kasus kematian Afif Maulana yang jasadnya ditemukan di sungai dekat Jembatan Kuranji, Padang, pada 9 Juni 2024.

Afif Maulana ditemukan dalam kondisi penuh luka. Korban tewas diduga karena disiksa oleh anggota polisi.

"Tidak hanya Afif Maulana, kami juga menemukan kekerasan terhadap (tujuh) anak-anak lainnya," kata Indira dalam diskusi memperinati Hari Anti-Penyiksaan Internasional yang digelar Amnesty International Indonesia di Jakarta, Rabu (26/6/2024).

 
Indira membeberkan bentuk penyiksaan yang diterima teman-teman Afif Maulana tersebut, yakni dipukul, ditendang, hingga disundut rokok.

Salah satu anak berinisial S mengaku dipukul dan ditendang polisi. Pada tubuh remaja berusia 16 tahun itu, ditemukan 15 luka bekas sundutan rokok.

Sedangkan korban berinisial W (16) mengaku dipukul dua kali di kepala dan ditendang punggungnya. Selain itu, W juga terluka akibat terjatuh usai motornya ditendang polisi.

Indira mengatakan LBH Padang sudah melaporkan dugaan penyiksaan tersebut ke Bidang Profesi dan Pengamanan atau Propam Polda Sumbar pada Rabu (26/7/2024).

Indira menegaskan bahwa LBH Padang akan mengawal kasus kematian Afif Maulana dan penyiksaan terhadap tujuh anak lainnya sampai selesai.

Komisi Kepolisian Nasional atau Kompolnas pun telah terjun langsung ke lapangan untuk menyelidiki penanganan kasus kematian Afif Maulana oleh polisi.

"Laporan sudah kami terima, tetapi kami harus cek kondisi lapangan dan kondisi saksi, termasuk masukan dari LBH Padang, kami sudah catat," kata Ketua Harian Kompolnas, Benny Mamoto, dikutip Kompas.id.

Adapun Amnesty International Indonesia mencatat, kasus penyiksaan oleh aparat penegak hukum meningkat dalam tiga tahun terakhir.

Deputi Direktur Amnesty International Indonesia Wirya Adiwena menyebut terdapat 226 korban penyiksaan di Indonesia sejak Juli 2019.

“Periode 2021-2022 terdapat setidaknya 15 kasus dengan 25 korban. Lalu periode 2022-2023 naik menjadi setidaknya 16 kasus dengan 26 korban. Bahkan, pada periode 2023-2024 melonjak menjadi setidaknya 30 kasus dengan 49 korban,” kata Wirya.

“Selama tiga periode tersebut, pelaku penyiksaan didominasi oleh anggota Polri sebanyak 75 persen, personel TNI 19 persen, gabungan anggota TNI dan Polri 5 persen, dan petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) 1 persen. Ini merupakan data yang mengkhawatirkan.” 

Baca juga: LBH Padang Duga Saksi Kunci Kematian Bocah Afif Telah Diintimidasi, Minta Kapolri Ambil Alih Kasus

Alasan LBH Padang Yakini Afif Disiksa Polisi, Curiga Luka Lebam, Punya Saksi Kunci

Direktur Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Padang Indira Suryani mengungkapkan sejumlah alasan pihaknya meyakini siswa SMP di Padang bernama Afif Maulana (13) menjadi korban penyiksaan polisi.

Afif ditemukan tewas di Sungai Kuranji, bawah jembatan di Jalan Bypass, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (9/6/2024) siang.

Pertama adalah luka lebam di tubuh Afif yang menurutnya diakibatkan oleh penganiayaan dan penyiksaan. Menurutnya, luka lebam tersebut tidak disebabkan karena jatuh melompat dari jembatan.

 
Indira mengatakan bahwa ia sempat memeriksa tempat kejadian perkara (TKP) penemuan jasad Afif dan meminta keterangan warga sekitar. Warga mengatakan bahwa saat jasad Afif ditemukan, air sungai dalam keadaan dangkal

“Warga mengatakan saat itu air dangkal. Sekarang air dalam karena sudah kami keruk dengan eskavator karena ada perbaikan. Dalam situasi itu, kami melihat bahwa kalau ada memang terjadi lompat mungkin lebih fatal lagi akibatnya,” kata Indira dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (26/6/2024).

Ia juga membantah keterangan dari Polda Sumbar yang menyebutkan lebam tersebut adalah lebam mayat. Indira mengaku sudah menghubungi sejumlah dokter forensik untuk menanyakan soal lebam mayat.

“Dari hasil itu kami temukan bahwa lebam mayat tidak muncul 7-8 jam. Jadi ada informasi yang kami terima dari dokter forensik lebih dari itu (8 jam),” ujarnya.

"Kami juga akan mengambil hasil otopsi karena kami berpikir bahwa jika memang kami masih meragukan hasil otopsi, kami akan mencari second opinion atas kasus ini, mencari dokter forensik lainnya."

Adapun alasan kedua adalah berkaitan dengan keterangan saksi. Indira bilang, ada korban lain yang juga mengalami kekerasan dan penyiksaan polisi. LBH Padang sudah meminta keterangan dan mendokumentasi luka yang dialami para korban.

LBH Padang juga memiliki saksi kunci, yakni satu anak yang juga menjadi korban yang sempat melihat Afif di Polsek Kuranji.

 
Anak tersebut mengaku tak mengenal Afif. Namun, ketika ditanya soal ciri-ciri dan baju yang dikenakan Afif kala itu, anak tersebut membenarkan.

“Dia katakan ada melihat satu anak masuk, dia duluan ada di Polsek Kuranji dan anak itu masuk dengan beberapa orang,” ungkap Indira.


“Dikatakan, ‘Dia (Afif) sempat minta ampun. Dan ketika saya melihat, saya dipaksa untuk melihat ke arah lain oleh polisi. Dan saya juga dipukul kepalanya dan saya waktu itu setelah mendengar dia minta ampun, polisi berkata ada yang pingsan’,” ujarnya.

Saat ini, LBH Padang hendak mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) agar saksi kunci dapat dilindungi.

Kesaksian sang Ibu

Anggun Anggriani (32), ibu almarhum Afif Maulana atau AM (13) yang tewas di Sungai Batang Kuranji, Padang, Sumatera Barat tidak terima anaknya disebut meninggal karena terjun dari jembatan.

Anggun meyakini anaknya meninggal karena mendapat penyiksaan sebelum tewas.

"Saya yakin anak saya tidak terjun dari jembatan, tapi terlebih dulu disiksa sebelum meninggal," kata Anggun kepada Kompas.com, Rabu (26/6/2024) di Padang.

Menurut Anggun, keyakinannya itu juga berdasarkan adanya keterangan dari teman AM yang sama-sama diamankan di Polsek Kuranji, Minggu (9/6/2024).

Anggun menyebutkan temannya melihat AM ikut diamankan bersama teman-temannya oleh polisi ke Polsek Kuranji.

"Bahkan temannya itu mendengar anak saya meminta ampun kepada polisi yang memukulinya," jelas Anggun.

Namun, kata Anggun, teman AM itu tidak diperbolehkan melihat ke belakang karena mendapat ancaman.

Anggun menyebutkan telah mencoba meminta rekaman CCTV yang ada di Polsek Kuranji.

"Tidak dikasih dengan alasan tidak ada rekaman yang menghadap ke depan," jelas Anggun.

Selain itu, kata Anggun, yang menguatkan dugaan AM disiksa adalah adanya bekas penyiksaan di tubuh AM.

"Di tubuh anak saya ada bekas tendangan dan pukulan. Itu membuat saya yakin anak saya bukan terjun dari jembatan," kata Anggun.

Anggun berharap tabir kematian anaknya segera dapat diungkap dan dirinya mendapat keadilan dari kematian AM.  

 

Ayah Korban: Itu Luka Penganiayaan, Bukan Luka Jatuh

Afrinaldi, ayah dari Afif Maulana (13), siswa SMP di Padang yang meninggal dunia diduga disiksa oleh anggota polisi, mengungkapkan sejumlah kejanggalan terkait kematian putranya.

Afif ditemukan tewas di Sungai Kuranji, dekat jembatan di Jalan Bypass, Kota Padang, Sumatera Barat (Sumbar), Minggu (9/6/2024) siang.

Afrinaldi mengatakan bahwa ada beberapa kejanggalan dalam kematian sang anak.

Ia pun tak terima jika anaknya disebut meninggal karena jatuh dari jembatan. Lantaran, luka yang ada di tubuh anaknya disebutnya bukan luka akibat terjatuh.

“Itu janggal menurut saya mengatakan anak saya jatuh. Dari kondisi badan udah jelas itu bukan luka jatuh, itu luka penganiayaan,” kata Afrinaldi dalam Sapa Indonesia Pagi Kompas TV, Rabu (26/6/2024).

Ia juga merasa janggal dengan keterangan polisi yang mengatakan anaknya ditemukan 11 jam setelah meninggal dunia.

“Polisi bilang, ditemukannya (setelah meninggal dunia) 11 jam. Padahal anak saya kejadian jam 04.00 dini hari dan ditemukannya jam 11.00, sekitar 6 jam. Itu pun, di badan luka lebam. Bukan luka patah karena jatuh dari ketinggian,” ucap dia.

Menurutnya, orang yang jatuh dari jembatan tersebut akan mengalami patah tulang.

Pasalnya, jembatan tersebut cukup tinggi dari sungai. Air sungai juga cukup dangkal, hanya setinggi mata kaki orang dewasa dan banyak bebatuan.

Afrinaldi bilang, posisi Afif Maulana saat ditemukan juga tidak seperti orang jatuh, tapi seperti diletakkan.

“Itu kondisi ditemukannya bukan seperti orang jatuh, tapi seperti diletakkan, jadi telentang posisinya,” terang Afrinaldi. ( Kompas, Tribun Network )

Baca juga: 568 Orang Tewas dalam 6 Hari Akibat Panas Ekstrem di Pakistan, Suhu Mencapai 49 Derajat

Baca juga: 5 Fakta Balita di Kediri Tewas Dianiaya Ibu dan Ayah Tiri, Jasad Korban Dikubur di Samping Rumah

Baca juga: VIDEO Detik-detik Kapal Israel Membara hingga Bolong Dibom Houthi & Irak

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved