Jurnalisme Warga
Insecure karena Body Shaming, I Don’t Care
Berkaitan dengan fisik, gaya hidup yang menjelma menjadi suatu konsumsi atau ‘feedback’ yang dianggap menjadi panutan untuk diikuti para remaja.
ZAHRA KHAIRANI, Siswi SMKN 1 Pante Bidari, melaporkan dari Aceh Timur
Pada era modern dewasa ini perkembangan teknologi dan media komunikasi seperti internet dan media sosial lainnya, tumbuh pesat. Maraknya penggunaan media sosial di kalangan remaja turut memunculkan banyak iklan atau akun seputar kecantikan, perawatan, tubuh maupun kesehatan.
Hal itu menjadi salah satu faktor pendorong para remaja untuk mengikuti tren agar tidak ketinggalan.
Berkaitan dengan fisik, gaya hidup yang menjelma menjadi suatu konsumsi atau ‘feedback’ yang dianggap menjadi panutan untuk diikuti para remaja.
Papalia & Olds (dalam Budiargo 2020 : 3) mengatakan, masa remaja terjadi transisi dari anak-anak dan dewasa yang di awali pada usia 12 tahun dan berakhir pada usia 20-an tahun.
Pada masa ini fenomena seputar gaya hidup mudah dan cepat berkembang serta munculnya kekhawatiran pada remaja perempuan.
Usia ini sangat mudah bagi remaja untuk terbawa arus perubahan. Tren seputar gaya hidup yang banyak berkembang di kalangan remaja tidak sedikit akan memunculkan perundungan (perisakan) bagi mereka yang tidak mengikuti tren.
Tindakan perundungan yang terjadi dalam hal ini berkaitan dengan tampilan fisik seseorang atau lebih dikenal dengan istilah ‘body shaming’.
Istilah ‘body shaming’ ditujukan untuk mengejek mereka yang memiliki penampilan fisik yang dinilai berbeda dengan remaja perempuan lainnya.
Contoh ‘body shaming’ seperti penyebutan gendut, pesek, jerawatan, cungkring, eksotis, dan sebagainya berkaitan dengan tampilan fisik.
‘Body shaming’ atau mengomentari kekurangan fisik orang lain tanpa disadari sering dilakukan remaja, meski bukan kontak fisik yang merugikan.
Namun, ‘body shaming’ sudah termasuk perundungan secara verbal. Bahkan dalam kehidupan sehari-hari tidak jarang terselip kalimat sarkasme yang berujung ‘body shaming’.
Perilaku ‘body shaming’ dapat menjadikan seseorang semakin merasa tidak aman dan tidak nyaman terhadap penampilan fisiknya dan mulai menutup diri baik terhadap lingkungan maupun masyarakat.
O’Brennan, Bradshaw & Shawyer, 2020 mendeskripsikan istilah ‘bullying’ atau perundungan adalah tindakan bermusuhan yang dilakukan secara sadar dan disengaja yang bertujuan untuk menyakiti.
Tipe-tipe ‘bullying’ adalah sebagai berikut. ‘Overt bullying’ (intimidasi terbuka) meliputi secara fisik dan secara verbal misalnya, mendorong hingga jatuh, memukul, mendorong dengan kasar, memberi julukan nama, mengancam, dan mengejek dengan tujuan untuk menyakiti.
‘Indirect bullying’ (intimidasi tidak langsung), meliputi agresi relasional, di mana bahaya yang ditimbulkan oleh pelaku ‘bullying’ dengan cara menghancurkan hubungan sosial korban, termasuk menyebarkan gosip.
Perundungan secara tidak langsung sering dianggap remeh. Sebaliknya, ‘relational bullying’ lebih kuat terkait ‘distress emotional’ daripada perundungan secara fisik.
‘Cyberbullying’ (intimidasi melaui dunia maya), sering dengan perkembangan di bidang teknologi, siswa memiliki media baru untuk melakukan ‘bullying’ melalui media sosial, website pribadi, peger, ditujukan untuk menyakiti orang lain secara berulang kali.
Saya akan mengerucutkan secara menyeluruh mengenai perilaku ‘body shaming’ dan perundungan yang sering terjadi di lingkungan kita. Terutama karena mayoritas siswa minimnya pemahamanyan secara detail tentang ’body shaming’.
Perilaku ‘body shaming’ dapat berupa ejekan fisik dengan tujuan merendahkan harga diri korban.
‘Body shaming’ secara verbal sulit untuk diketahui tanda-tandanya karena tidak ada tanda fisik yang terlihat.
Jenis ‘body shaming’ secara verbal ini lebih mengena kepada sisi psikologis yang bisa di ingat oleh seseorang seumur hidupnya.
Di zaman sekarang istilah ‘insecurity’ sudah lebih dikenal di kalangan remaja.
‘Insecure’ ini sering di artikan sebagai rasa tidak aman atau ketakutan akan sesuatu yang di sebabkan oleh ketidakpuasan dan ketidakyakinan akan diri sendiri.
Hal ini dapat mengakibatkan seseorang merasa rendah dikarenakan sesuatu yang tidak mereka miliki.
Nah, banyak remaja zaman sekarang yang mengalami ‘insecure’ pada diri mereka sendiri, sebagian besar dirasakan oleh kaum perempuan dikarenakan adanya standar kecantikan.
Standar kecantikan ini dapat menyebabkan seseorang menjadi ‘insecure’. Bukan hanya dari korban yang di-bully saja, tapi orang yang menyaksikan pembulian itu sendiri akan tersindir juga. Sehingga, mereka berbondong-bondong menghalalkan segala cara agar memenuhi standar kecantikan tersebut.
Zaman sekarang siapa sih yang tidak mengenal istilah ‘body shaming’?
Sekarang teknologi sudah semakin canggih, bahkan peran media sosial menjadi semakin penting di kalangan orang dewasa hingga anak-anak. Dari segi positifnya, orang-orang bisa mendapatkan serta menyapaikan informasi dengan mudah dan mendapatkan pengetahuan yang lebih luas.
Akan tetapi, tidak sedikit juga dampak negatif dari perkembangan teknologi ini. Contohnya semakin banyaknya bentuk ‘cyberbullying’, salah satunya yang sedang marak di internet sekarang adalah ‘body shaming’
‘Body shaming’ sendiri adalah istilah yang ditujukan untuk menjelek-jelekan seseorang yang memiliki fisik yang berbeda dari orang pada umumnya. (Haidi Hajar Widagdo, 2019)
Contohnya, mengejek orang yang memiliki hidung kurang mancung, tinggi yang tidak sesuai umur, dan sebagainya. Sehingga, banyak kaum perempuan yang menjadi tidak ‘confidence’ dan ‘insecure’ dengan penampilan mereka yang tidak sempurna, sehingga berakibat pada kesehatan mental mereka (psikologis dan fisik).
Dalam kasus ini banyak remaja perempuan yang menjadi korban perundungan fisik atau ‘body shaming’. Pelaku perundungan ini pun bukan hanya dari kalangan wanita, bahkan pria juga mendominasi sebagai pelaku perundungan.
Bahkan saya sendiri pernah mengalaminya. Dampak negatif dari ‘body shaming’ ini sangat besar pengaruhnya yang membuat saya tidak percaya diri dan ‘insecure’ saat keluar rumah atau bergabung dengan organisasi.
Akan tetapi, alhamdulillah, saya dapat mengatasinya secara perlahan setelah beberapa bulan.
Ada beberapa tip dari saya agar bisa lepas dari rasa ‘insecure’ terhadap fisik saya, yaitu mencari kesibukan dan mengembangkan hobi. Setelah memiliki kesibukan sendiri maka tidak memiliki waktu untuk memikirkan hal yang buruk.
Mencari kesibukan ini juga baik untuk melatih ke produktivitas, karena dari kesibukan ini bisa menghasilkan sesuatu yang bermanfaat meningkatkan potensi diri.
Selanjutnya memberanikan diri untuk sering mengikuti kompetisi/lomba. Dengan begini para purundung tidak bisa sembarang bicara akan dirimu karena belum tentu mereka bisa menjadi sepertimu.
Yakin akan dirimu sendiri dan kamu harus berani untuk berubah menjadi pribadi yang lebih baik.
Berteman dengan orang yang mengerti dan bisa mendukung, disini kita bisa saling bertukar cerita dan saling menyemangati.
Bersyukur. Memiliki rasa syukur itu sangat penting. Bersyukur dapat menyadarkan kita bahwa kita cukup, sempurna, kita lebih baik dari pada para pelaku ‘body shaming’ terhadap fisik.
Hal tersebutlah yang membuat saya sadar bahwa standar kecantikan itu bukanlah suatu hal bagi saya untuk merasa rendah diri, dan sepatutnya saya sudah bersyukur dengan apa yang Allah Swt berikan kepada saya.
Penampilan saya sudah baik, penampilan saya sudah sopan, dan itu cukup bagi saya.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.