Citizen Reporter
Semarak Sambut Tahun Baru Islam di Makam Sultan Peureulak
Setiap datangnya tahun baru Islam 1 Muharram, masyarakat Peureulak bersama pemerintahan kecamatan selalu menggelar perhelatan berskala besar.
Syarifuddin S. Malem, S.Pd.I., M.Pd, Ketua Forum Peduli Situs Kerajaan Islam Peureulak (FPSKIP) melaporkan dari Peureulak, Aceh Timur
Setiap datangnya tahun baru Islam 1 Muharram, masyarakat Peureulak bersama pemerintahan kecamatan selalu menggelar perhelatan berskala besar.
Disebut besar karena peringatah tahun baru Islam di sana dikaitkan dengan ulang tahun lahirnya Kerajaan Islam (KI) Peureulak.
Berdasarkan data yang diyakini kebenarannya, KI Peureulak didirikan pada tahun 840 atau 225 H.
Sultan pertamanya adalah Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah yang dilantik 1 Muharram 225 H.
Peringatan tahun baru Islam kali ini dilaksanakan Minggu 7 Juli 2024 bertepatan dengan 1 Muharram 1446 H di pusatkan di komplek makam Sultan Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah, tepatnya di gampong (desa) Bandrong Kecamatan Peureulak Kabupaten Aceh Timur.
Kegiatan yang semarak ini diawali dengan samadiyah, yaitu zikir dan doa bersama, dilanjutkan dengan pemaparan sejarah singkat KI Islam Peureulak, dan diakhiri dengan taushiah oleh Ketua HUDA Aceh Tgk H. Muhammad Yusuf A. Wahab.
Turut menyampaikan sambutan antara lain Camat Peureulak, Nasri, SE., MSM dan Kepala Kantor Kemenag Aceh Timur H. Salamina, S.Ag., MA.
Camat Nasri menjelaskan tujuan digabungnya peringatan tahun baru Islam dengan HUT KI Peureulak adalah agar masyarakat mengambil ibrah dari sejarah masuk dan berkembang Islam di Nusantara yang dimulai dari Peureulak ini.
“Abdul Aziz Syah dinobatkan sebagai Sultan Peureulak pada 1 Muharram 225 H/840 M. Mulai saat itu, resmi diterapkannya syariat Islam, dan Kerajaan Peureulak berubah nama menjadi Kerajaan Islam Peureulak.
Inilah makanya, kita selalu menyambut tahun baru 1 Muharram yg dipadukan dg peringatan HUT Kerajaan Islam Peureulak dan haul Sultan Alauiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah, ujarnya.
Kilas Balik
Pernyataan Camat Nasri ada benarnya. Dari berbagai riwayat ditemukan penjelasan bahwa awal Islam di Peureulak sudah mulai sejak masa pemerintahan Khalifah Umar Ibn Khaththab.
Ketika itu, Parsi bisa ditaklukan dan rakyatnya diislamkan. Oleh karenanya orang-orang Arab dan Parsi yang sudah berada di Peureulak, ketika itu juga ikut memeluk Islam.
Bahkan ketika terjadi peristiwa peperangan antara pihak Khalifah Ali Ibn Abi Thalib dengan Mu‘awiyah ibn Abi Shufyan yang terkenal dengan Perang Shiffin, banyak pengikut Ali yang disebut sebagai Alawiyin melarikan diri dari Tanah Arab ke Asia Tenggara, khususnya ke Peureulak.
Terdapat pengikut Ali yang melarikan diri ke Nusantara sampai ke negeri Peureulak, yaitu Ali Al-Muktabar bin Muhammad Ad-Dibai bin Jakfar Assadiq bin Muhammad Al-Baqir bin Zainal Abidin bin Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib.
Baca juga: Pendapat Tentang Suro atau Muharram Bulan Malapetaka, Buya Yahya : Suudzon Kepada Allah
Kedatangan Ali Al-Muktabar disambut baik oleh Maharaja Syahir Nuwi dan rakyat Peureulak karena ia berasal dari dua keturunan bangsawan terhormat yaitu Ali ibn Abi Thalib dan Fathimah binti Rasulullah.
Maharaja Syahir Nuwi mengawinkan Ali Al-Muktabar dengan adik kandungnya, Puteri Makhdum Tansyuri.
Dalam perkawinan bangsawan Quraisy dengan bangsawan Peureulak ini lahir seorang putera yang diberi nama Abdul Aziz yang kemudian dinobatkan menjadi sultan pertama KI Peureulak.
Begitulah dikisahkan oleh Ali Hasymi mengutip tulisan Abu Ishak Al-Makarany dalam kitab Idharul Haq fi Mamlakatil Peureulak.
Pada masa Sultan Abdul Aziz Syah (840-864 M), sistem pemerintahan kerajaan Peureulak telah tersusun dengan rapi.
Menurut sejarah ia bercirikan Dinasti Abbasiyah. Kepemimpinan Sultan Abdul Aziz Syah berlangsung selama 24 tahun (s.d 864).
Setelah Sultan Abdul Aziz Syah wafat, KI Peureulak selanjutnya dipimpin oleh sekitar 20 sultan, antara lain Sultan Alaiddin Maulana Abdurrahim Syah (864 – 888 M), Sultan Alaiddin Abbas Syah (888-913 M), dan Sultan Alaiddin Ali Mughayat Syah (915 – 918 M).
Para Sultan KI Peureulak sangat perhatian dalam bidang pendidikan. Pada masa pemerintahan Sultan Abdur Rahim Syah, yaitu tahun 865 M, berdiri sebuah institusi pendidikan Islam Zawiyah Buket Cibrek.
Menurut sejarah ia merupakan lembaga pendidikan Islam tertua di Asia Tenggara.
Pada masa pemerintahan Sultan Sayyid Maulana Abbas Syah (888-913 M), tepatnya tahun 899 M, dicatat satu lagi kegemilangan dengan didirikan lembaga pendidikan kedua yaitu Zawiyah Cot Kala di Aramiya. Dan, Sultan Abbas Syah memperluas wilayah kekuasaan sampai ke Kuala Jambo Aye.
Dengan lembaga pendidikan tinggi yang sudah eksis ketika itu, Peureulak menjadi “kiblat pendidikan Islam Nusantara,” karena lembaga inilah yang telah banyak menghasilkan alumni dan kemudian mereka berperan sebagai pendidik dan sekaligus mubaligh Nusantara yang berjasa dalam penyebaran dan Islamisasi Asia Tenggara umumnya dan Nusantara khususnya.
Dari aspek pertanian, Peureulak merupakan daerah penghasil lada dan rotan. Dalam bidang industri, menjadi daerah penghasil emas yang banyak terdapat di Alue Meuh.
Baca juga: Puasa 1 Muharram 1446 H pada Minggu 7 Juli 2024, Amalan Tahun Baru Islam
Dalam bidang seni rakyat, Peueurlak menghasilkan ukiran seni yang indah seperti gading gajah dan kayu. Seluruh aspek ini telah menjadi daya tarik sehingga Peureulak banyak disinggahi oleh para pedagang maupun para penuntuk ilmu dari luar negeri.
Raja terakhir yang memerintah Peureulak ialah Sultan Makhdum Malik Abdul Aziz Syah (662-692 H/1263-1292 M). Selanjutnya kerajaan Peureulak disatukan menjadi federasi di bawah kerajaan Samudera Pasai.
Dengan demikian keberadaan dan kebesaran Peureulak sebagai pusat pemerintahan telah bergeser ke Samudera Pasai.
Monisa
Di balik gegap gepitanya peringatan tahun baru Islam kali ini di Peureulak, Camat Nasri menuturkan sebuah perjuangan panjang yang belum membuahkan hasil sampai saat ini, yaitu pembangunan Monumen Islam Nusantara (MONISA).
“Gagasan pembangunan MONISA tercetus dalam seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara yang berlangsung di Ranto Kuala Simpang 25-30 September 1980.
Dalam seminar yang dihadiri 185 peserta dari dalam dan luar negeri tersebut, menghasilkan kesimpulan antara lain, perlunya dibangun MONISA di Peureulak,” tuturnya.
Baca juga: Khutbah Terkait Bulan Muharram 1446 H: Memaknai Puasa di Bulan Muharram
MONISA yang dimaksud bukanlah sebuah tugu biasa, tetapi sebuah komplek yang terdiri dari sarana pengajian, madrasah terpadu, masjid, dan sarana olahraga.
Menurut Camat Nasri, sebagai tindak lanjut hasil seminar, Pemkab Aceh Timur menetapkan Desa (Gampong) Paya Meulogoe dan Bandrong sebagai lokasi pembangunan MONISA serta diikuti pembebasan lahan.
“Namun, sudah 44 tahun MONISA hanya dikenal namanya saja, belum terwujud secara fisik. Hanya pembagunan komplek makam sultan yang baru berhasil diwujudkan. Itu pun masih sangat sederhana,” ungkapnya.
Labih jauh, Camat Nasri mengharapkan adanya perhatian dari berbagai pihak agar pembangunan MONISA dapat terwujud sesuai harapan.
“Agar generasi mendatang lebih menghayati proses sejarah Peureulak sebagai wilayah awal masuknya Islam guna membangun masa depannya yang lebih baik,” pungkasnya.
Tahun Baru Islam
Citizen Reporter
Makam Sultan Peureulak
Masuk Islam
Aceh Timur
Serambinews
1 Muharram
Saat Penulis Sastra Wanita 5 Negara Berhimpun di Melaka |
![]() |
---|
Saat Mahasiswi UIN Ar-Raniry Jadi Sukarelawan Literasi untuk Anak Singapura |
![]() |
---|
IKOeD Peusijuek Alumni Leting Intelegencia Generation 2025 di Pantai Lampu’uk |
![]() |
---|
Dinamika Spiritual dan Teknis dalam Penyelenggaraan Ibadah Haji Modern |
![]() |
---|
Dari Aceh Menuju Makkah Ibadah Haji yang Mengajarkan Arti Keluarga |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.