Konflik Palestina vs Israel

Israel Bunuh Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh, Media AS New York Times: Keamanan Iran Memalukan

Media di Amerika Serikat (AS) The New Times menyebut, keamanan Iran gagal mencegah serangan Israel membunuh Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh memalukan.

Penulis: Sara Masroni | Editor: Amirullah
ANWAR AMRO/AFP
Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh. Ismail Haniyeh terbunuh dalam serangan udara Zionis di kediamannya di Teheran. Media di Amerika Serikat (AS) The New Times menyebut, keamanan Iran gagal mencegah serangan Israel membunuh Pemimpin Hamas, Ismail Haniyeh adalah memalukan. 

"Mereka yang berusaha membungkam suara yang adil ini, terutama kalangan Zionis internasional termasuk Israel, berada dalam keadaan panik yang besar,” ucap Fidan dalam unggahan di platform X.

"Sejarah telah berakhir dengan cara yang sama bagi semua pelaku genosida dan pendukung mereka," imbuh dia.

Pernyataan dari pejabat Turki itu muncul setelah Menlu Israel, Israel Katz melontarkan pernyataan yang memfitnah dan menghina Presiden Recep Tayyip Erdogan di media sosial.

Israel Makin Terisolasi: Dibenci Dunia, Diusir Mahkamah Internasional

Sebelumnya diberitakan, Israel semakin terisolasi. Dibenci dunia karena genosida yang dilakukan dengan membunuh warga sipil, perempuan dan anak kecil, kini diusir Mahkamah Internasional karena menduduki wilayah Palestina secara ilegal.

Mahkamah Internasional (ICJ) mengusir atau meminta Israel angkat kaki dari wilayah Palestina karena sudah melanggar hukum.

Dilansir dari Anadolu Agency, keputusan pengadilan tinggi PBB soal pendudukan Israel atas wilayah Palestina dapat mengubah kalkulasi politik di Barat.

Selain itu dapat membuat Israel lebih terisolasi dalam hubungan internasional menurut para ahli hukum.

Diketahui Hakim Ketua ICJ, Nawaf Salam memutuskan, keberadaan Israel di Wilayah Palestina adalah ilegal.

"Pengadilan memutuskan keberadaan Israel di Wilayah Palestina adalah ilegal," kata Nawaf Salam di Den Haag, Jumat (19/7/2024).

Sebanyak 52 negara menyampaikan argumen mereka di ICJ dengan mayoritas mendukung pandangan bahwa kebijakan Israel di wilayah pendudukan melanggar hukum internasional.

Pendapat pengadilan tersebut tidak akan mengikat secara hukum, tetapi memiliki pengaruh politik yang besar.

Gerhard Kemp, seorang profesor di University of the West of England, Bristol, percaya hasil yang paling mungkin adalah pendapat bahwa Israel secara tidak sah menduduki wilayah Palestina.

“Selain itu, ada kemungkinan ICJ akan menyampaikan pendapatnya tentang kebijakan apartheid Israel yang diberlakukan terhadap rakyat Palestina di OPT (Wilayah Pendudukan Palestina),” ungkap Kemp kepada Anadolu.

Hal ini, kata dia, akan menguntungkan perjuangan penentuan nasib sendiri Palestina secara politik dan diplomatik.

"Jelas tidak akan diterima dengan baik di Israel. Dalam jangka pendek atau bahkan menengah, saya tidak berpikir pendapat penasihat tersebut akan berdampak langsung pada perilaku Israel, tetapi mungkin membantu mengubah kalkulasi politik di Barat," ujar Kemp.

Israel Terisolasi

Sementara Pakar Hukum Internasional Universitas Westminster, Marco Longobardo mengatakan, pendapat ICJ menjadi instrumen yang ampuh untuk memperjelas kerangka hukum pendudukan Israel.

"Lebih dari sekadar masalah permanensi, inti permasalahannya adalah apakah pendudukan itu sah. Jika pengadilan menyatakan bahwa seluruh pendudukan itu melanggar hukum, ini akan mempersulit negara ketiga untuk mendukung pendudukan Israel yang sedang berlangsung," kata dia kepada Anadolu.

“Berurusan dengan praktik Israel di wilayah pendudukan mungkin menjadi 'radioaktif' dalam hubungan internasional. Lebih banyak negara mungkin memutuskan untuk tidak mendukung Israel, khususnya di bidang kerja sama ekonomi dan pertahanan.”

Meski Tel Aviv kemungkinan besar akan mengabaikan pendapat tersebut, hal itu tetap berdampak ke Israel.

"Membuat Israel semakin terisolasi dalam hubungan internasional," tegas Longobardo.

Longobardo menjelaskan bahwa pengadilan tinggi PBB akan membahas “legalitas seluruh pendudukan wilayah Palestina oleh Israel berdasarkan hukum humaniter internasional, hukum hak asasi manusia internasional, prinsip penentuan nasib sendiri masyarakat, dan aturan hukum internasional lainnya.”

Secara formal, pendapat tersebut tidak mengikat negara karena tidak ditujukan kepada negara.

"Namun, temuan hukum dari pendapat penasihat memiliki kewenangan signifikan karena pendapat tersebut diberikan oleh badan peradilan utama PBB," tegas Longobardo.

Longobardo, yang telah menulis buku berjudul The Use of Armed Force in Occupied Territory, juga percaya waktu munculnya pendapat tersebut sangat penting dalam konteks saat ini.

“Jalur Gaza adalah bagian dari wilayah Palestina dan berada di bawah pendudukan Israel. Israel tidak mengakui tanggung jawabnya sebagai kekuatan pendudukan di wilayah tersebut,” kata dia.

“Pendapat tersebut akan memperjelas masalah ini dan kemungkinan akan mempertanyakan hak Israel untuk mempertahankan kendali atas Jalur Gaza.”

Dalam gambaran yang lebih luas, temuan hukum tersebut juga akan “berdampak pada proses atas tanggung jawab individu dan negara di hadapan Mahkamah Pidana Internasional dan ICJ,” pungkasnya.

(Serambinews.com/Sara Masroni)

BACA BERITA SERAMBI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved