Kupi Beungoh
Palestina vs Israel : Kafta Meswhi, Salad Tabouleh, Shawarma, dan McDonald’s - Bagian II
Saya terkejut dan betul-betul terharu, melihat perang opini, persepsi, paling kurang di sebuah sudut London yang telah mulai dimenangkan Palestina.
Ahmad Humam Hamid *)
Saya keluar sebentar, ingin melihat tetangga restoran Hiba. Ya,McDonald yang bersebelahan dengan Hiba.
Gerainya nyaris kosong, tamunya satu dua, mungkin terisi sepertiga dari tempat yang tersedia. Semuanya berkulit putih dan satu dua ada warga hitam Afrika.
Tak ada antrian. Sementara itu deretan barisan tamu Hiba mulai sampai ke jalan, menunggu tamu di dałam yang baru siap makan, akan keluar dari restoran.
Saya terkejut dan betul-betul terharu, melihat perang opini, persepsi, paling kurang di sebuah sudut London yang telah mulai dimenangkan Palestina.
Hampir seabad lamanya berbagai cara membentuk opini global bahwa Israel tak pernah salah, Palestina brengsek, bodoh, keras kepala, teroris, dan berbagai julukan lain, kini telah terjungkal, walaupun kita tidak tahuakan berapa lama.
Pasang naik untuk Palestina, yang selama ini abstrak dalam pikiran saya melalui media, kini terbukti nyata.
Saya menyaksikan dengan mata telanjang bagaimana boikot terhadap apapun yang bernama Israel terpampang di hadapai mata. Dan itu terjadi di London, di jantung Eropah, dijantung sumber akal jahat dan bulus, penjajah, perampok selama berabad-abad, kemudian bercampur dengan seruan kebaikan, demokrasi, kesetaraan, inklusif, dan penghargaan terhadap martabat manusia.
London, jantung segalanya, yang sedang membalikkan lembaran sejarah baru untuk Palestina.
Apa salah McDonald’s sebenarnya? Palas mereka diboikot karena makanannya terkenal tak sehat,apalagi untuk warga terdidik?
Bukan, kalaupun ya kenapa gejalanya sangat kolosal dan bergelombang besar. Apakah secara tiba-tiba jutaan orang membaca beberapa artikel tentang kandungan berlebihan garam, gula, dan lemak jahat pada berbagai makanan McDonald’s? Itu juga tak mungkin.
Ada kesalahan McDonald’s yang tidak biasa, dan itu berurusan dengan serangan Israel ke Gaza pada akhir tahun 2023.
Kalau mau jujur sekali sebenarnya, salahnya tak sangat luar biasa.
Ada gerai McDonald’s di Israel yang dimiliki oleh warga Israel yang beririsan dengan serangan tentara Israel- ke Gaza.
Bahkan McDonald’s Israel dengan bangga mengumumkan telah membagi ribuan makanan gratis kepada pasukan Israel itu.
Dan itu tentu sama sekali tak ada urusan dengan kebijakan induknya di Chicago sana.
Tindakan yang pada awalnya ditujukan untuk menarik simpati warga Israel terhadap McDonald’s, karena bantuan itu, rupanya bocor keluar.
Yang terjadi kemudian adalah anjuran boikot McDonald’s , awalnya di Timur tengah dan dunia islam, dan kemudian boikot global, yang mungkin terbesar dalam sejarah.
Dipicu oleh kasus McDonald’s, kemudian pegiat dan pengeritik tindakan Israel di Gaza mulai menggunakan “miskroskop” memeriksa seluruh korporasi besar yang mempunyai irisan dengan Israel. Yang terjadi kemudian adalah sejarah baru boikot apapun yang berurusan dengan Israel, paling kurang penyerangan Gaza.
Sebelum masuk kembali makan yang belum selesai di restoran Hiba, saya memasang mata dengan baik, meletakkan kacamata dengan sempurna mencoba memeriksa ulang siapa tamu yang sedang antri untuk restoran Hiba itu.
Saya menduga, jangan-jangan hanya migran Islam dari India, Pakistan, Bangladesh, Maroko, Syiria atau berbagai bangsa dari Asia, Afrika, atau Karibia.
Semua mereka pernah bersentuhan dengan penjajahan dan perdagangan Inggris pada abad ke 18, 19, atau awal abad 20.
Benar, paling kurang setengah dari tamu restoran Hiba itu adalah zamrud keanekaragaman migran yang dominan Islam dan mungkin bukan Islam yang simpati dengan Palestina.
Tetapi tunggu, cukup banyak juga warga kulit putih yang antrian menunggu masuk ke Hiba yang jumlahnya hampir 50 persen.
Bukan tidak mungkin, ada Arab putih atau warga negara-negara Afrika Utara, atau migran Turki yang kulitya juga putih.
Bagimana membedakan putih non Inggris dan warga putih Inggris. Bertanya siapa nama apalagi agamanya sangat tak mungkin.
Saya mulai ingat dalam sebuah bacaan lama ketika kuliah S2 saya, tentang suku bangsa, ras , atau etnis yang saya lupa judulnya.
Ada yang menyebutkan orang Inggris sebagai etnis Anglo Saxon yang merupakan campuran bangsa Jerman daratan, Perancis, dan bangsa Viking dari Norwegia dan Denmark. Ada yang menyebutnya dengan ras Kaukasian.
Pokoknya ciri di kedua kelompok itu saya dapatkan dalam barisan itu.
Kulit putih yang agak menua, dengan bintik-bintik atau tahi lalat, rambut merah,mata biru atau hijau, dahi tinggi, dan bentuk tubuh kurus yang disebut dengan ektomorof.
Saya mengamati para calon tamu restoran Hiba yang warna kulit putih itu yang banyak itu.
Saya menemukan hampir semua ciri fisik diatas. Ya mereka warga Inggris yang simpati dengan Palestina. Ya mereka membaikot apapun afiliasi israel.
Saya melihat lagi gerai McDonald’s yang nyaris kosong. Saya masuk ke restoran, menghabisi sisa makanan yang ditinggalkan oleh isteri dan anak saya. Saya melahap habis tak bersisa, ada energi dan nafsu makan yang tak biasa.
*) PENULIS adalah Sosiolog dan Guru Besar USK
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.