Profil Brigjen Mukti Juharsa, Jenderal Terseret Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Perannya

Nama Mukti disebut oleh mantan General Manager PT Timah Tbk, Ahmad Samhadi, yang hadir sebagai saksi. 

Editor: Faisal Zamzami
Kolase Bangkapos.com / Tribun
Brigjen Mukti Juharsa Terseret Kasus Korupsi Timah Harvey Moeis 

SERAMBINEWS.COM - Nama Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipid Narkoba) Bareskrim Polri, Brigadir Jenderal Mukti Juharsa, muncul dalam sidang perkara korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis yang digelar di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, pada Kamis, 22 Agustus 2024.

Nama Mukti disebut oleh mantan General Manager PT Timah Tbk, Ahmad Samhadi, yang hadir sebagai saksi

Nama jenderal polisi terseret di sidang lanjutan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah dengan terdakwa suami artis Sandra Dewi, Harvey Moeis.

Dia adalah Brigjen Mukti Juharsa yang saat ini menjabat Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri.

Namanya terseret saat masih menjabat sebagai Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung, berpangkat Kombes.

Adalah Ahmad Syahmadi sebagai General Manager Produksi PT Timah Wilayah Bangka Belitung 2016-2020 yang memunculkan nama Mukti Juharsa.

Saksi Ahmad Syahmadi mengungkapkan bahwa Mukti Juharsa berperan menjadi admin grup New Smelter.

Awalnya Ahmad Syahmadi mengungkapkan pihak smelter swasta mendapatkan lima persen kuota ekspor dari penambangan di wilayah izin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.

Padahal awalnya PT Timah mengusulkan agar pembagian kuota ekspor 50:50 dari hasil penambangan di wilayah IUP PT Timah.

Usulan itu disampaikan PT Timah melalui Syahmadi sebagai perwakilannya di dalam sebuah pertemuan dengan para pengusaha smelter swasta.

Pertemuan itu terjadi di Hotel Borobudur, Jakarta pada pada Mei 2018 yang merupakan tindak lanjut dari pertemuan di Novotel Bangka Belitung.

"Ada terakhir di Hotel Borobudur, Jakarta," ujar Syahmadi dalam sidang di Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat, Kamis (22/8/2024).

"Apa yang dibahas di Hotel Borobudur? Tadi kan di Novotel jelas ada permintaan dari PT Timah untuk meningkatkan produksi PT Timah. Kalau di Borobudur apa yang dibahas pak?" tanya jaksa penuntut umum kepada Syahmadi.

"Intinya sama. Tadinya kita minta bantuan ke para smelter melalui ada juga pejabat utama Provinsi Bangka Belitung agar mereka membantu produksi bijih PT Timah. Saya sempat bertanya sebelum berangkat ke Pak Direktur Operasi, Pak Dirut punya aspirasi agar fungsi logam dari Bangka Belitung itu fifty-fifty, Yang Mulia," jelas Syahmadi.

Menurut Syahmadi, pembagian 50:50 itu dimaksudkan untuk menggenjot produksi PT Timah.

Sebab sebelumya, PT Timah hanya mengekspor tak sampai 50 persen dari total bijh timah yang diekspor.

"Karena sejarah sebelum-sebelumnya keluar ekspor logam dari Bangka Belitung sekitar 70 ribu ton, PT Timah hanya sekitar 20 ribu, 21 ribu, segitu terus Yang Mulia," ujar Syahmadi.

Syahmadi pun mengungkapkan Harvey Moeis yang menjadi terdakwa juga hadir dalam pertemuan di Hotel Borrobudur tersebut.

"Pada saat itu di Borobudur, terdakwa Harvey ikut juga?" tanya jaksa.

"Ikut," jawab saksi.

Sayangnya, Syahmadi mengaku tidak menghadiri pertemuan tersebut hingga selesai.

Setelahnya, hasil pertemuan di Hotel Borobudur diumumkan di grup Whatsapp "New Smelter" yang berisi perwakilan perusahaan smelter swasta, PT Timah, dan Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Adapun hasil pertemuan itu, disepakati agar perusahaan smelter swasta menyerahkan lima persen kuota ekspornya.

"Kemudian siapa di grup itu yang aktif membahas tentang output dari Borobudur ini, ada permintaan 50:50 disepakati atau tidak seperti apa?" tanya jaksa penuntut umum.

"Ya detailnya saya pulang duluan Yang Mulia, tidak mengikuti. Cuma diumumkan di grup Whatsapp itu. Intinya aspirasi PT Timah 50 persen, forum sepakat untuk 5 persen, Yang Mulia," jawab Syahmadi.

Menurut Syahmadi, saat itu hasil pertemuan diumumkan Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirreskrimsus) Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Siapa yang menyampaikan itu di grup Whatsapp?" tanya jaksa.

"Pak Dirreskrimsus," jawab saksi.

Saat itu, Mukti Juharsa masih berpangkat Kombes dan menjabat Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Seingat saya adminnya Pak Dirreskrimsus, Pak Kombes Mukti," ujar Syahmadi.

"Pak Mukti. Mukti siapa?" tanya Hakim Ketua, Eko Ariyanto, memastikan.

"Juharsa," jawab Syahmadi.

"Dari Polri?" tanya hakim.

"Dari Polda," kata Syahmadi.

Selain itu, dari pihak Kepolisian pula terdapat Wakil Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

"Dari Polda seingat saya ada dua. Satunya lagi wakil direktur," katanya.

Baca juga: Sidang Harvey Moeis Seret Jenderal Polri, Berperan Umumkan Kesepakatan Kuota Ekspor Timah di Grup WA

 Kata IPW Soal Nama Brigjen Mukti Juharsa Disebut dalam Sidang Korupsi Timah

Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipidnarkoba) Bareskrim Polri Brigjen Mukti Juharsa dinilai belum bisa diperiksa Divisi Profesi dan Pengamanan (Propam) Polri.

Hal itu buntut namanya muncul dalam sidang korupsi timah dengan terdakwa Harvey Moeis.

"Munculnya nama Brigjen Mukti Juharsa di dalam persidangan korupsi timah atas nama terdakwa antara lain Harvey Moeis dan juga terkait dengan adanya WA grup new smelter itu belum bisa dijadikan rujukan untuk pemeriksaan oleh Propam," kata Ketua Indonesia Police Watch (IPW) Sugeng Teguh Santoso, Selasa (27/8/2024).


 Menurutnya, tidak ada suatu peristiwa atau indikasi dalam bentuk perbuatan Mukti Juharsa dapat dikualifikasi melanggar hukum.

Nama Brigjen Mukti Juharsa disebut saksi dalam persidangan menjadi admin grup WhatsApp (WA).

"Keterangan-keterangan yang beredar masih sangat sumir. Oleh karena itu, ini hanya menjadi konsumsi gosip dan juga bisa menjadi beban buat Mukti Juharsa," ungkap Sugeng.

 

Baca juga: Sandra Dewi Terima Rp3,1 Miliar Uang Korupsi Timah Harvey Moeis, Beli 141 Perhiasan hingga Tas Mewah

Profil Brigjen Mukti Juharsa


Mukti Juharsa lahir di Jakarta pada 12 November 1971 dan lulus dari Akademi Kepolisian (Akpol) pada tahun 1994.

 Kariernya di kepolisian dimulai sebagai Pamapta Polres Bolmong, Polda Sulawesi Utara, pada 1994.

Dua tahun kemudian, ia diangkat menjadi Kapolsek Inobonto, Polres Bolmong, Polda Sulut.

Setelah itu, pada 1998, ia diangkat sebagai Kasat Reskrim Polres Minahasa, Polda Sulut, kemudian pada 2000 menjabat sebagai Kasat Reskrim Polresta Manado.

Selama masa tugasnya di Sulawesi Utara, Mukti juga pernah memegang berbagai jabatan, termasuk Kanit I Sat I Dit Reskrim Polda Sulut pada 2002, dan Kasat Samapta Polres Sanger Talaud pada 2003. 

Pada 2004, ia kembali ditugaskan sebagai Kapolsek KPPP Polresta Bitung.


Pada 2005, Mukti dipindah ke Polda Sumatra Barat, menjabat sebagai Kanit II Sat II Dit Reskrim Polda Sumbar.

Pada 2009, ia dipindahkan ke Polda Kalimantan Timur sebagai Pamen, sebelum akhirnya diangkat menjadi Kasat Binluh Dit Reskona pada bulan Juli di tahun yang sama.

Pada November 2009, ia kembali dimutasi menjadi Kasat II/Psikotropika Dit Narkoba Polda Kaltim.

Di Kaltim, Mukti juga sempat menjabat sebagai Kasubdit I Dit Reskrimsus pada 2010 dan Kasubdit IV Dit Reskrimsus pada 2011.

 Pada 2012, ia ditunjuk sebagai Kapolres Berau, dan dua tahun kemudian menjabat sebagai Kapolres Kutai Kartanegara hingga tahun 2015.

Setelah bertugas di Kalimantan Timur, Mukti Juharsa dipindahkan ke Polda Metro Jaya, ia ditunjuk sebagai Wakapolresta Tangerang pada Mei 2015.

Pada 2016, Mukti diangkat sebagai Gadik Utama Diklatsus Jatrans Lemdikpol sebelum ditugaskan sebagai Dirreskrimsus Polda Kepulauan Bangka Belitung.

Jabatan inilah yang kemudian membuat namanya disebut dalam sidang perkara korupsi timah.

Setelah hampir tiga tahun bertugas di Bangka Belitung, ia dipindahkan ke Bareskrim Polri sebagai Kasubdit V Dittipidter pada Januari 2019 hingga Desember 2019.

Selanjutnya, Mukti menjabat sebagai Analis Kebijakan Madya Bidang Pidter Bareskrim Polri hingga April 2020.

Pada Mei 2020, Mukti kembali ke Polda Metro Jaya sebagai Direktur Tindak Pidana Narkoba (Dirtipid Narkoba). 

Pada Februari 2023, Mukti dipromosikan menjadi Dirtipid Narkoba Bareskrim Polri, posisi yang masih dipegangnya hingga saat ini.

Selama menjabat sebagai Direktur Reserse Narkoba Polda Metro Jaya, Mukti Juharsa menangani sejumlah kasus besar, salah satunya adalah penangkapan Irjen Teddy Minahasa Putra, Kapolda Sumatera Barat.

Jenderal bintang dua itu diduga memerintahkan Dody Prawiranegara, mantan Kapolres Bukittinggi, untuk menukar sabu dengan tawas.

Selain kasus Teddy Minahasa, Mukti juga terlibat dalam penanganan penangkapan Komisaris Besar Yulius Bambang Karyanto, yang tertangkap tangan menggunakan sabu dan mengajak warga sipil untuk ikut mengonsumsinya.

Mukti Juharsa juga pernah mengultimatum bandar narkoba Kampung Bahari di Jakarta Utara, Alex Albert alias Alex Bonpis, untuk menyerahkan diri.

Alex kemudian berhasil ditangkap, dan akan dimiskinkan berdasarkan putusan pengadilan. Alex diketahui membeli satu kilogram sabu yang diduga terkait jaringan Teddy Minahasa.

Meskipun namanya disebut dalam sidang, Mukti Juharsa rupanya tak pernah diperiksa dalam kasus korupsi timah ini.

Kejaksaan Agung pun menyatakan tak akan memanggil Mukti ke persidangan karena namanya tak ada dalam berkas perkara Harvey Moeis.

Baca juga: 3 Keuntungan Konsumsi Nasi Beras Merah Dibanding Nasi Putih, Lebih Sehat

Baca juga: Pendaftaran PPPK 2024 Segera Dibuka, Segini Gaji PPPK Guru, Ini Rinciannya

Baca juga: Aminullah-Isnaini dan Zainal-Mulia Daftar ke KIP

 

 

 

 

 

Sudah tayang di Tribunnews.com

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved