Kupi Beungoh
Kolaborasi Ulama dan Umara
Golongan pertama, yakni para ulama. Ulama adalah penerima waris dari Nabi dan penyambung lidah mereka. Seperti dimaklumi, para Nabi tidak mewariskan h
Oleh: Tgk Misbar As Salmani, aktivis santri Aceh dan pendakwah
KEBAIKAN manusia di suatu negeri sangat ditentukan oleh kesalehan para ulama dan keadilan para umara (pejabat pimpinan pemerintahan).
Sebaliknya kerusakan suatu negeri juga sangat ditentukan oleh kerusakan para ulama dan keculasan para umaranya. Pernyataan ini didasari oleh sabda Rasulullah.
“Dua golongan manusia, jika mereka baik, akan baik seluruh manusia, dan jika ia rusak maka akan rusak seluruh manusia. Mereka adalah para ulama dan umara.” (HR Ibnu Nu’aim dalam Hilyatul Auliya).
Golongan pertama, yakni para ulama. Ulama adalah penerima waris dari Nabi dan penyambung lidah mereka. Seperti dimaklumi, para Nabi tidak mewariskan harta benda berupa emas, perak, perniagaan, dan sawah ladang.
Para ulama semua penerima waris ilmu dari Rasulullah. Ilmu itulah yang ditransmisikan dari masa ke masa kepada ahli ilmu, yaitu ulama dan disampaikan kepada kita sampai saat ini. Ulama juga penerima waris tugas tugas kenabian.
Baca juga: Sinergisitas Ulama dan Umara
Ulama yang saleh, yaitu apa yang ucapannya sesuai dengan perilakunya. Akhlaknya mulia dan senantiasa berkata benar meskipun kepada dirinya sendiri.
Dakwah para Ulama mengajak kepada makruf (berbuat baik) dan mencegah dari yang mungkar (yang dilarang Allah). Mereka tidak canggung memberi nasihat dan peringatan, termasuk kepada penguasa sekalipun. Ia sambangi mereka dengan membawa oleh-oleh nasihat.
Para ulama yang menyelamatkan para umara dari bahaya kefasikan dan mengarahkannya pada kebaikan. Inilah potret ulama yang berpengaruh pada standardisasi kebaikan manusia di dunia dan di akhirat kelak.
Golongan kedua, yakni umara atau para pejabat pemimpin pemerintahan. Umara adalah pemegang amanah Allah untuk mengurus kehidupan rakyatnya.
Hidup matinya rakyat tergantung pada kebijakan dan keputusannya. Di tangannya pula ditegakkan hukum dan peraturan demi ketenteraman dan keselamatan rakyatnya baik di dunia maupun di akhirat.
Umara yang saleh, yaitu umara yang adil, amanah, dan bertakwa kepada Tuhannya. Ia bekerja di siang hari untuk kepentingan rakyatnya.
Pada malam hari ia bermunajat kepada Tuhannya dan menyerahkan beban kekuasaan itu kepada-Nya untuk dimudahkan.
Umara yang saleh menganggap rakyatnya merupakan keluarga besarnya. Yang lebih tua bagaikan orang tuanya dan lebih muda adalah anaknya. Yang sebaya dianggap saudaranya. Umara semacam ini akan mendapat jaminan kesejahteraan bagi rakyatnya, lahir dan batin.
Umara perusak adalah umara bermental penguasa. Segala hal seolah berada dalam kontrol dan kekuasaannya. Tidak ada beban dalam dirinya menyejahterakan rakyatnya.
Sebaliknya, rakyat dibebani untuk menyejahterakan dirinya. Penguasa semacam ini tidak mau peduli terhadap kebaikan dan keselamatan rakyatnya.
Penguasa model demikian akan membungkam setiap mulut, membelenggu pena-pena, dan menghukum berdasarkan dugaan. Penjara akan dibuka lebar-lebar untuk menakuti rakyatnya.
Maka sangat baik dan mantap. Jika pemimpin Aceh ke depan adalah perpaduan antara ulama dan umara. Cukup sulit di akhir zaman ini menemukan seorang yang ahli dalam semua bidang untuk dijadikan seorang pemimpin.
Demokrasi saat ini memberi peluang untuk mengusung pasangan pemimpin. Ini harus dimanfaatkan untuk bisa saling melengkapi setiap kekurangan dan bagaikan "ban ganding" yang saling menguatkan dan berjalan seiring menuju ke pintu gerbang kebangkitan.
Jika Ulama dan Umara bersatu dalam satu ikatan sebagai pasangan pemimpin Aceh maka akan bisa untuk saling bahu membahu dalam merealisasikan kesejahteraan umat dan menegakkan aturan kokoh yang berpijak dengan jalan Syari'at Islam sebagaimana amanah para pendahulu kita terdahulu di masa kejayaa Aceh di masa silam.
Hal ini sebagaimana hadist Rasulullah: Kokohnya Dunia Ini dengan Empat Pilar :
Yang Pertama Adalah: Ilmunya para Ulama, yang kedua adalah: Adilnya para Umara. Yang Ketiga Adalah: dermawannya orang kaya. Yang ke Empat: Maqbulnya do'a orang miskin.
Perlu diingat bahwa Aceh merupakan tanah aulia, tanah para syuhada. Dulunya Aceh dipimpin oleh seorang Pemimpin yang adil, bijaksana, alim Ilmu Agama yaitu Sultan Iskandar Muda.
Kita butuh pasangan pemimpin yang adil, mampu membimbing dan membina rakyatnya. Kita butuh pemimpin yang amanah dan cerdas dalam menyingkapi masalah serta memberi solusi sesuai dengan tuntunan Islam sehingga negeri ini selalu diberkahi dengan rahmatNya dan telindungi dari bencana serta mara bahaya.
Saatnya kolaborasi Ulama dan Umara menjadi pasangan pemimpin Aceh ke depan. Aceh harus bangkit dari keterpurukan dalam segala hal menuju ke arah kemajuan dan berperadaban.
Dan ini hanya bisa diwujudkan jika Aceh dipimpin oleh pasangan tokoh yang alim, cerdas, memiliki karakter yang kuat dan berjiwa kepemimpinan, berwibawa, memiliki kesalehan jiwa dan bertaqwa kepada Tuhannya.(*)
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.