Breaking News

Sosok Toni Tamsil, Kasus Timah Rugikan Rp 300 Triliun, Hanya Divonis 3 Tahun dan Bayar Rp 5.000

Hakim juga menetapkan agar Toni ditahan dengan waktu dikurangi masa penahanan yang telah dijalani.

Editor: Faisal Zamzami
Kolase Serambinews.com/ Istimewa
Sosok Toni Tamsil, Terdakwa Kasus Timah Rugikan Rp 300 Triliun, Hanya Divonis 3 Tahun dan Bayar Rp 5.000 

SERAMBINEWS.COM - Terdakwa perintangan penyidikan atau obstruction of justice kasus korupsi timah senilai Rp 300 triliun, Toni Tamsil alias Akhi, divonis 3 tahun penjara dan denda Rp5.000.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) 3 tahun 6 bulan penjara.

Toni Tamsil merupakan terdakwa dugaan perintangan penyidikan kasus dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah Ijin Usaha Pertambangan (IUP) di PT Timah, Tbk tahun 2015 sampai dengan tahun 2022.

Majelis Hakim Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Pangkalpinang menyatakan Toni terbukti bersalah mengganggu jalannya penyidikan sebagaimana dakwaan Jaksa.

 "Menjatuhkan pidana kepada terdakwa oleh karena itu dengan pidana penjara selama tiga tahun," demikian bunyi putusan tersebut sebagaimana dikutip, Senin (1/9/2024).

Hakim juga menetapkan agar Toni ditahan dengan waktu dikurangi masa penahanan yang telah dijalani.

 Hakim memerintahkan Toni tetap ditahan.

"Membebankan kepada Terdakwa membayar biaya perkara sejumlah Rp 5.000," bunyi amar putusan itu.

Dalam dakwaan, Jaksa menyebut Toni sengaja mencegah, merintangi, atau menggagalkan secara langsung atau tidak langsung penyidikan dugaan korupsi dalam tata niaga komoditas timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.

Menurut Jaksa, Toni menghalangi penyidik dalam memperoleh alat bukti berupa data dan dokumen perusahaan CV Venus Inti Perkasa (CV VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (PT MCM).

"Dengan cara terdakwa menerima dan menyembunyikan dokumen perusahaan CV Venus Inti Perkasa (CV VIP) dan PT Menara Cipta Mulia (PT MCM) didalam mobil Suzuki Swift yang terparkir di halaman belakang rumah terdakwa," bunyi dakwaan Jaksa. 

Jaksa juga menyebut, Toni mengunci Toko Mutiara dari luar dan dalam sehingga penyidik tidak bisa masuk untuk melakukan penggeledahan.

Sementara, Toni bersembunyi di rumah Jauhari.

Selain itu, Toni juga disebut menghalangi penyidik untuk memperoleh alat bukti elektronik dengan cara tidak menghadiri proses penggeledahan. Padahal saat itu sudah dipanggil penyidik.

"Terdakwa merusak handphone miliknya karena terdakwa takut handphonenya akan dilakukan penyitaan oleh penyidik, kemudian terdakwa menyerahkan handphone miliknya kepada penyidik dalam keadaan telah rusak," kata Jaksa.

"Sehingga penyidik tidak bisa mendapatkan bukti-bukti elektronik untuk membuat terang tindak pidana," lanjut Jaksa.

Saat ini, kasus PT Timah Tbk tengah bergulir di Pengadilam Tipikor Jakarta Pusat.

Di antara mereka yang terlibat adalah suami aktris Sandra Dewi, Harvey Moeis.  

Baca juga: PT Timah Dapat Untung Rp 1,3 Triliun Setelah Putus Kerja Sama dengan Harvey Moeis

Toni Tamsil Disorot

Nama Toni Tamsil menjadi perbincangan hangat di media sosial X (Twitter).

Dalam salah satu unggahan disebutkan bahwa Toni Tamsil yang merupakan terdakwa kasus korupsi PT Timah Tbk hanya membayar denda Rp 5.000.

"Terdakwa kasus korupsi timah Rp 300 triliun, Toni Tamsil hanya divonis 3 tahun penjara dan denda Rp 5.000," bunyi keterangan pada unggahan.

Hingga Selasa (3/9/2024), unggahan itu telah dilihat dua juta kali, disukai oleh 18.000 akun, dan lebih dari 4.000 orang membagikan ulang.

Tak sedikit warganet pun meramaikan kolom komentar.

Mayoritas dari mereka merasa bahwa denda Rp 5.000 tidak sebanding dengan kerugian negara.

Sebagian juga menilai bahwa vonis tiga tahun penjara juga tidak adil.

Lantas, siapakah Toni Tamsil dan apa perannya dalam kasus korupsi timah

Sosok dan peran Toni Tamsil

Toni Tamsil atau yang dikenal dengan panggilan Akhi adalah seorang pengusaha di Bangka Tengah.

Dia merupakan adik kandung dari Thamron Tamsil, pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP) dan komisaris PT Menara Cipta Mulia (MCM).

Kakak beradik ini merupakan tersangka kasus korupsi Timah Tbk.

Mereka ditangkap oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) dalam waktu yang berbeda.

Toni ditangkap lebih dulu pada 25 Januari 2024, sedangkan Thamron pada 6 Februari 2024.

Toni dijadikan tersangka oleh penyidik atas upaya menghalang-halangi proses penyidikan atau obstruction of justice.

Dilansir Kompas.com, perintangan tersebut dilakukan ketika penyidik Kejagung hendak menyita beberapa aset alat berat yang diduga terkait dengan perkara PT Timah Tbk.

Alat berat tersebut, di antaranya berupa 53 ekskavator dan dua buldoser. 

Namun, alat-alat berat tersebut kemudian disembunyikan oleh Toni di dalam hutan dan bengkel.

Dia juga sempat mengancam akan membakar barang bukti tersebut.

Selain itu, merujuk pada detail perkara yang diunggah di laman SIPP Pengadilan Negeri (PN) Pangkal Pinang, Toni berusaha menyembunyikan barang bukti dokumen.

Dokumen perusahaan CV VIP dan PT MCM dia sembuyikan dalam mobil yang terparkir di halaman belakang rumahnya dalam waktu lama.

Toni juga dengan sengaja menonaktifkan ponselnya dan bersembunyi ketika penyidik akan menggeledah rumah dan Toko Mutiara miliknya.

Bahkan, untuk menghilangkan barang bukti digital, dia juga merusak ponsel-ponselnya.

Baca juga: Profil Brigjen Mukti Juharsa, Jenderal Terseret Sidang Korupsi Timah Harvey Moeis, Ini Perannya

JPU belum menanggapi putusan hakim

Atas perbuatannya, kasus Toni Tamsil kemudian didaftarkan ke PN Pangkal Pinang pada 3 Juni 2024.

Berdasarkan putusan nomor 6/Pid.Sus-TPK/2024/PN Pgp yang dibacakan pada Kamis (29/8/2024), Toni terbukti secara sah melakukan obstruction of justice dan melanggar Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Toni pun dijatuhi hukuman pidana 3 tahun penjara dan wajib membayar biaya perkara Rp 5.000.

Dalam sidang tuntutan sebelumnya pada Minggu (1/8/2024), Toni dinilai jaksa terbukti melanggar pasal yang sama dan dituntut hukuman pidana penjara selama 3 tahun 6 bulan.

Ia juga dituntuk membayar denda Rp 200 juta yang jika tidak dilunasi harus diganti 3 bulan kurungan, serta biaya perkara Rp 10.000.

Namun, kala itu pembelaan kuasa hukum terdakwa belum siap.

Dilansir Kompas.id, Selasa (3/8/2024), menanggapi putusan majelis hakim, Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung Harli Siregar mengatakan, jaksa penuntut umum belum memutuskan akan mengajukan banding atau tidak.

"Sikap jaksa penuntut umum, pikir-pikir selama 7 hari setelah putusan dibacakan sesuai hukum acara," kata JPU. 

Baca juga: Ucapan Selamat dari Pimpinan dan anggota DPRK Simeulue kepada Anggota Terpilih

Baca juga: Dokter Boyke Sebut Khasiat Daun Sirih untuk Kesehatan dan Cara Penggunaannya

Baca juga: Pendaftar CPNS Sudah Capai 2 Juta Lebih, Ini Instansi yang Pelamarnya Terbanyak dan Tersedikit

Artikel ini telah tayang di Kompas.com 

 

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved