Opini

Menanti Pemimpin Protani

Selama ini sektor pertanian selalu kita yakini sebagai salah satu nikmat yang tidak tertandingi potensinya.

Editor: mufti
Thumbnail Serambi On TV
Dr Muhammad Yasar STP MSc, Dosen Teknik Pertanian USK, dan Ketua MPW Pemuda ICMI Aceh 

Dr Muhammad Yasar STP MSc, Dosen Teknik Pertanian USK, dan Ketua MPW Pemuda ICMI Aceh

TENTU masyarakat Aceh sudah sangat gerah dengan prestasi sebagai juara provinsi termiskin di Sumatera yang hampir setiap tahun disandang terus. Predikat ini tidak saja memalukan tetapi telah merusak harkat dan martabat Aceh sebagai negeri yang kaya akan anugerah sang pencipta. Ketidakmampuan kita keluar dari kepompong kemiskinan ini berarti pula ketidakmampuan kita dalam mensyukuri nikmat kekayaan alam yang telah dianugerahi Allah kepada kita.

Rasanya kita tidak perlu membedah satu per satu nikmat kekayaan yang dilimpahkan pada bumi Aceh ini. Kita coba ambil satu saja sebagai contoh yakni sektor pertanian. Selama ini sektor pertanian selalu kita yakini sebagai salah satu nikmat yang tidak tertandingi potensinya. Tanah yang luas dan subur, ditunjang pula iklim tropis yang menjadikan biodiversitas tanaman yang beragam jenisnya. Bahkan secara nasional kita selalu mengklaim diri sebagai negara atau bangsa agraris terbesar di dunia. Karena mayoritas penduduk kita bermata pencaharian sebagai petani.

Namun mirisnya, petani justru selalu dituding sebagai faktor penyumbang angka kemiskinan tertinggi dalam konteks keprofesian. Inilah mengapa hari ini kita berhadapan dengan ancaman semakin rentannya generasi petani. Nyaris tidak ada putra-putri kita yang bersedia menjadi petani walaupun tidak ada pilihan pekerjaan lain di depan matanya. Yang terpatri di benak anak-anak muda sekarang adalah petani merupakan profesi orang miskin. Tidak ada prospek yang menjanjikan kecuali tantangan risiko kegagalan akibat ketidakstabilan di segala lini.

Dari segi alam dianggap kurang bersahabat. Lihat saja fenomena yang sedang dihadapi di depan mata saat ini. Ada ancaman kekeringan yang mulai menguningkan daun dan batang padi di beberapa areal persawahan. Belum lagi kurangnya keberpihakan kebijakan pemerintah terhadap sektor ini. Setelah dianjurkan tanam serentak, hasil panennya justru harus berkompetisi pula dengan padi impor. Padahal tidak kecil input yang telah dikeluarkan petani. Giliran berhadapan dengan output, adanya cuma gigit jari.

Percaya atau tidak, hampir semua ahli menyarankan kita untuk berfokus kepada sektor ini. Jadikan ia sebagai leading sector sungguhan dalam konsep pembangunan kita.

Belajar dari Thailand

Kita percaya pertanian adalah sektor ril, yang apabila mampu tergarap dan terkelola dengan baik maka hasilnya sungguh nyata. Hanya saja hingga hampir satu abad kita merdeka, belum muncul sosok pemimpin yang propetani. Tentu saja istilah propetani bukan sekedar lips service yang hanya koar-koar di mimbar kampanye atau tersimpan indah dalam dokumen-dokumen perencanaan pembangunan.

Secara konseptual tidak kurang gagasan demi gagasan para intelektual dikumpulkan. Bahkan untuk menyemangati implementasinya, para petinggi telah studi banding ke berbagai negara yang lebih maju pertaniannya. Hasilnya terkadang malah hanya membawa pulang produk impor. Bukan tidak boleh namun neracanya perlu diperhatikan sungguh-sungguh. Jangan sampai pasar domestik kita dikausi produk impor sementara di tanah kita juga bisa tumbuh dan berkembang dengan baik.

Sekitar 5 tahun yang lalu, penulis pernah menginisiasi sekaligus mengetuai sebuah kegiatan seminar pembangunan pertanian. Salah satu narasumber yang paling menarik saat itu adalah salah seorang berkebangsaan Thailand, Terrachay Ponnui. Ia pernah menempuh studi di Indonesia, bekerja di kedutaan Thailand di Indonesia, lalu kecantol Inong Aceh hingga menikahinya, akhirnya saat itu menetap di Aceh.

Menariknya, narasumber ini bukan dari kalangan petani maupun praktisi pertanian, namun diminta panitia untuk melihat dari kasat mata awam perbandingan pertanian Thailand dengan Indonesia khususnya di Aceh. Apa yang menjadi kelebihan dan kekurangan dimasing-masing negara. Karena kefasihannya berbahasa Indonesia, tentu audien dapat menangkap kandungan isi yang disampaikan dengan begitu jelas walau di slide ppt nya tertera huruf-huruf cacing (sebutan saya untuk tulisan Thailand saat itu). Dan fokus pertanyaan audien semua tertuju kepada sang narasumber karena saking penasarannya.

Apa yang menjadi catatan penting dari informasi yang disampaikan narasumber ini. Ternyata rahasia sukses pertanian Thailand itu terletak kepada pemimpin negaranya yaitu Raja. Menurutnya, Raja Thailand sangat suka dan senang dengan pertanian. Menyadari masalah utama pertanian ada di pemasarannya, maka di sinilah peran utamanya dimainkan. Tugas pemerintahlah yang mencari dan menemukan pasar, sementara petani dengan segenap sumberdaya yang dimiliki termasuk teknologi hanya fokus kepada kegiatan produksi.

Maka jangan heran slogan Thailand sebagai “The Kitchen of the world”, begitu nyata sekarang ini. Konsep pertanian mereka sudah bukan subsisten lagi yang hanya berpikir kebutuhan rumah tangga atau dalam negeri semata, tetapi pertanian telah menjadi bisnis utama negaranya. Mereka bertekad menjadi lumbung pangan dunia, semua kebutuhan dapur negara-negara sahabat terpenuhi oleh lahan-lahan produktif mereka. Neraca ekspor-impor mereka berat ke kiri, sehingga nilai tawar Thailand menjadi tinggi dan penting dalam percaturan global. Inilah mengapa dalam sejarah, bangsa “Thai” dicatat sebagai bangsa yang tidak pernah terjajah oleh  kolonialisme.

Lesson learn dari keberhasilan Thailand memakmurkan negaranya lewat pertanian ini bukan saja perlu diadopsi, tetapi boleh dikloning karena pertanian apalagi pangan tidak akan pernah ada matinya. Pemimpin yang protani seperti Raja Thailand harus muncul di tengah-tengah masyarakat kita. Jika memproyeksikan kepemimpinan nasional ke depan, barang kali harapan itu bukan isapan jempol semata.

Presiden terpilih Prabowo Subianto secara track recordnya pernah memimpin organisasi besar bernama Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI). Meski banyak pihak yang mempertanyakan sumbangsih besarnya bersama HKTI terhadap pembangunan pertanian di Indonesia, setidaknya hal ini menunjukkan ketertarikan dan kedekatan sang Jenderal dengan dunia pertanian.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved