Opini
Posyandu dan Transformasi Pelayanan Kesehatan Primer
transformasi pelayanan kesehatan primer dengan menerapkan konsep Primary Health Care (PHC) melalui Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP).
Ernita, Mahasiswi Magister Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran USK
KEBERADAAN berbagai Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) seperti Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu), Posyandu Lansia, Posyandu Remaja, serta Posbindu menunjukkan belum terintegrasinya pemberdayaan masyarakat di tingkat desa/kelurahan. Sehingga pemerintah melaksanakan transformasi pelayanan kesehatan primer dengan menerapkan konsep Primary Health Care (PHC) melalui Integrasi Pelayanan Kesehatan Primer (ILP).
Dengan menghadirkan pendekatan kolaboratif, ILP bertujuan menciptakan ekosistem kesehatan yang terkoordinasi, efisien, dan responsif terhadap kebutuhan individu dan komunitas. Integrasi ini tidak hanya memfasilitasi pengelolaan penyakit secara holistik, tetapi juga memberdayakan masyarakat dalam mengelola kesehatan mereka sendiri.
Transformasi pelayanan kesehatan primer dilaksanakan dengan 4 fokus. Yaitu 1) Edukasi penduduk dengan penguatan peran kader, kampanye, membangun gerakan melalui platform digital dan tokoh masyarakat; 2) Pencegahan primer dengan memperkuat perlindungan anak terhadap penyakit; 3) Pencegahan sekunder dengan melakukan skrining penyakit; 4) Peningkatan kapasitas dan kapabilitas layanan primer.
Posyandu sebagai unit pelayanan kesehatan masyarakat dasar memiliki peran yang penting dalam memudahkan akses masyarakat memperoleh pelayanan kesehatan. Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2022, jumlah Posyandu di Indonesia sebanyak 213.670 unit. Di provinsi Aceh, Posyandu tersebar sebanyak 1.701 unit dengan jumlah kader aktif sebanyak 8.245 kader.
Posyandu diharapkan dapat memberikan layanan terintegrasi dengan menggabungkan semua kegiatan UKBM yang dilaksanakan pada waktu dan tempat yang sama sehingga dapat meningkatkan angka kunjungan masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu.
Pada tanggal 31 Agustus 2023, ILP telah diluncurkan secara nasional di JIEXPO Kemayoran, dibarengi dengan pemberian penghargaan kepada 9 Lokus ILP yang telah berhasil membuat tren positif perubahan kunjungan ke Fasilitas Pelayanan Kesehatan (Fasyankes) antara sebelum dan sesudah ILP. Perubahan ini berupa peningkatan kunjungan ke Puskesmas dan Posyandu, serta Posyandu Prima mempunyai perubahan tertinggi dari semua Fasyankes.
Orientasi ILP telah diberikan terhadap 38 provinsi dan 463 kabupaten/kota di Indonesia. Peluncuran ILP juga telah dilakukan di Puskesmas di wilayah Aceh. Dengan adanya peluncuran ini diharapkan mampu meningkatkan kualitas kesehatan masyarakat terutama di daerah pedesaan yang sering kali menghadapi tantangan akses kesehatan dengan Posyandu sebagai ujung tombaknya.
Keberhasilan ILP tidak hanya tergantung pada pemerintah, tetapi perilaku dan peran aktif masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu ikut serta mendukung terlaksananya ILP dengan baik. Perilaku masyarakat biasanya mengacu pada tindakan, keyakinan, dan kebiasaan yang berkaitan dengan pemeliharaan dan peningkatan kesehatan. Keinginan untuk terlibat dalam suatu perilaku dapat dipengaruhi oleh sikap baik positif atau negatif dan persepsi. Persepsi seseorang dalam memanfaatkan pelayanan sangat dipengaruhi oleh pemahaman tentang layanan yang tersedia, kepercayaan terhadap program kesehatan, serta pengaruh sosial dan budaya di lingkungan mereka.
Berikut adalah beberapa aspek yang mempengaruhi perilaku masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu: a) Kesadaran Kesehatan. Masyarakat yang memiliki kesadaran tinggi tentang pentingnya nilai kesehatan cenderung lebih aktif memanfaatkan layanan yang tersedia di Posyandu seperti memanfaatkan layanan terhadap deteksi dini/skrining. b) Pengenalan Layanan. Informasi yang jelas dan mudah diakses tentang manfaat paket layanan di Posyandu akan meningkatkan minat masyarakat untuk berkunjung. c) Kepercayaan terhadap Tenaga Kesehatan. Masyarakat cenderung menggunakan layanan yang ditawarkan apabila terdapat kader Posyandu dan tenaga kesehatan yang kompeten, ramah, dan peduli.
d) Jadwal Pelayanan yang Fleksibel. Ketersediaan jadwal pelayanan posyandu pada jam yang fleksibel/sesuai rutinitas atau pada hari yang mudah diakses oleh masyarakat dapat meningkatkan pemanfaatan layanan. e) Dukungan Sosial. Dukungan dan dorongan dari keluarga, teman, atau tokoh masyarakat untuk menggunakan layanan Posyandu membuat masyarakat lebih berani dan termotivasi untuk memanfaatkan fasilitas tersebut. f) Pengalaman Positif. Pengalaman positif dari pengguna sebelumnya mengenai layanan di Posyandu dapat mendorong orang lain untuk mencoba menggunakan layanan yang sama.
g) Persepsi tentang Stigma. Penting untuk membangun citra positif tentang Posyandu sebagai tempat yang aman dan bermanfaat. Apabila masyarakat merasa bahwa menggunakan layanan di Posyandu dapat membawa stigma negatif, maka hal ini dapat mengurangi minat untuk memanfaatkan layanan tersebut.
Memanfaatkan Posyandu
Untuk mendukung peningkatan perilaku masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu, membutuhkan peran aktif kader Posyandu dalam memberikan pelayanan. Paket layanan terintegrasi dapat diberikan oleh kader pada hari buka Posyandu dengan paket layanan terstandar sesuai siklus hidup (ibu hamil, balita, remaja, usia produktif dan usia lanjut).
Kader harus memiliki 25 kompetensi dasar sehingga mampu melakukan penyuluhan kepada masyarakat, melakukan skrining, pemberian suplementasi serta mampu melakukan kunjungan rumah. Dengan meningkatnya angka kesadaran masyarakat dalam memanfaatkan Posyandu sebagai tempat melakukan skrining kesehatan menunjukkan tingginya peran masyarakat dalam mendukung ILP.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.