Opini
DPRA Harus Fokus ke Rakyat Miskin
DPRA memiliki peran penting dalam menyusun, mengawasi, dan memastikan bahwa anggaran publik dialokasikan dengan tepat untuk program-program yang berma
Dr Teuku Zulkhairi MA, Sekjend Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD)
PELANTIKAN Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) periode 2024-2029 pada 30 September 2024 lalu menjadi momen penting yang kembali menyulut harapan masyarakat Aceh. Sebagai lembaga legislatif, DPRA memikul tanggung jawab besar untuk menjalankan fungsi-fungsi penting seperti representasi, penganggaran, pengawasan, dan pembuatan regulasi.
Namun, ekspektasi publik terhadap anggota DPRA yang baru dilantik ini harus dibarengi dengan ketegasan dalam menjalankan tugas. Jika tidak, mereka berisiko mengulangi “kegagalan” yang sudah terlalu sering kita saksikan dalam periode-periode sebelumnya.
Sebagai wakil rakyat, anggota DPRA harus menyadari bahwa mereka dipilih untuk memperjuangkan kepentingan rakyat Aceh, bukan kepentingan pribadi, partai, atau golongan tertentu. Legislatif adalah penyeimbang eksekutif, dan wakil rakyat harus berfungsi sebagai corong aspirasi masyarakat.
Namun, dalam praktiknya, fungsi ini sering kali kabur. Kita menyaksikan bagaimana kepentingan oligarki dan elite politik mendominasi kebijakan, sementara suara rakyat kecil tersisih.
Jika anggota DPRA tidak mampu menjalankan fungsi representasi ini dengan baik, maka sesungguhnya mereka telah mengkhianati amanah yang diberikan oleh rakyat. Tentu kita tidak berharap seperti itu. Masyarakat Aceh, khususnya mereka yang masih berada di garis kemiskinan, menaruh harapan besar agar wakil mereka di parlemen benar-benar memperjuangkan nasib mereka, bukan sekadar menjadi bagian dari sistem yang lebih besar yang hanya menguntungkan segelintir orang.
Rakyat dan kemiskinan
Aceh telah lama menyandang status sebagai provinsi termiskin di Sumatera, meskipun Badan Pusat Statistik (BPS) Aceh mencatat jumlah penduduk miskin di Aceh berkurang sebanyak 2,2 ribu jiwa atau sebesar 14,23 persen pada Maret 2024 jika dibandingkan tahun lalu.
Namun yang jelas, status Aceh sebagai provinsi termiskin di Sumatera seperti survei tahun 2023 menjadi indikasi kegagalan dalam pengelolaan anggaran oleh eksekutif dan pengawasan yang tidak memadai dari legislatif.
DPRA memiliki peran penting dalam menyusun, mengawasi, dan memastikan bahwa anggaran publik dialokasikan dengan tepat untuk program-program yang bermanfaat bagi masyarakat. Namun, sering kali kita melihat anggaran tersebut tidak digunakan untuk mengatasi masalah kemiskinan secara efektif.
Para pengambil kebijakan untuk pengentasan kemiskinan rakyat Aceh sepertinya memang tidak paham dengan kemiskinan, mungkin karena mereka tidak pernah merasakan hidup di bawah garis kemiskinan dan tidak berupaya lebih dekat dengan masyarakat miskin. Fungsi penganggaran ini tidak bisa diremehkan.
DPRA memiliki tanggung jawab penuh untuk memastikan bahwa anggaran yang mereka setujui dapat membawa perubahan nyata bagi rakyat Aceh. Jika mereka gagal menjalankan fungsi ini dengan benar, maka status Aceh sebagai provinsi termiskin akan terus berlanjut, dan anggota legislatif hanya akan menjadi saksi bisu dari penderitaan masyarakat.
Fungsi pengawasan atau kontrol (controlling) merupakan salah satu pilar penting dalam fungsi legislatif secara kelembagaan. Oleh sebab itu maka DPRA seharusnya menjadi lembaga yang lantang bersuara mengawasi eksekutif untuk berpihak pada rakyat.
DPRA tidak boleh kehilangan independensinya sebagai lembaga legislatif. Mereka harus mengawasi eksekutif agar sepenuhnya memihak rakyat miskin dan kepentingan Aceh secara umum. Jika DPRA ini disibukkan dengan dana Pokir, maka kepentingan rakyat yang lebih luas akan terabaikan. Apalagi dana Pokir ini umumnya hanya dinikmati oleh pihak yang memiliki relasi dengan partai saja. Padahal begitu banyak rakyat miskin yang tidak terhubung dengan anggota DPR Aceh.
Pengawasan yang lemah akan berdampak buruk pada tata kelola pemerintahan. Jika DPRA tidak bersikap kritis terhadap kebijakan yang tidak prorakyat, maka yang terjadi adalah pengelolaan anggaran yang tidak tepat sasaran, kebijakan yang hanya menguntungkan kelompok elite, dan pada akhirnya, rakyatlah yang akan menanggung dampaknya. DPRA adalah partner kritis eksekutif sehingga harus selalu kritis dan bersuara lantang jika ada ketimpangan atau ketidakadilan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.