Jurnalisme Warga
Asingnya Bahasa Aceh di Kalangan Remaja Aceh
Dalam pengertian lain, bahasa merupakan alat komunikasi sosial yang digunakan sehari-sehari di berbagai negara dan daerah maisng-masing.
Sedangkan mayoritas remaja dalam lingkup wilayah penggunaan bahasa Aceh hampir dipastikan sudah sangat jauh meninggalkan bahasa Aceh dalam percakapan sehari-hari. Mereka lebih cenderung menggunakan bahasa Indonesia nonformal. Kondisi ini bisa kita saksikan dalam keseharian generasi muda Aceh tersebut.
Kalangan mahasiswa
Kalangan mahasiswa di Aceh saat ini hampir dipastikan 50 persen tidak fasih berbahasa Aceh. Bahasa Aceh sangat asing ditemukan di antara sekian banyak percakapan dalam interaksi sesama mahasiswa. Mahasiswa cenderung memaksakan diri berbahasa Indonesia antarsesama meksipun kadang terdengar berantakan dan terkesan lucu, padahal lawan bicaranya juga asli Aceh.
Terhadap kondisi ini tentu saja kita tidak menyalahkan siapa-siapa, hanya saja cukup disayangkan karena fenomena remaja asing dengan bahasa daerahnya tentu saja menjadi dasar hilangnya kecintaan kita terhadap warisan budaya itu sendiri.
Di kalangan mahasiswa dan siswa saat ini, yang berkomunikasi menggunakan bahasa Aceh cenderung diasingkan. Bahkan, sedihnya lagi lahirnya ungkapan untuk yang berbicara bahasa Aceh sebagai anak kampungan atau tidak berpendidikan. Tentu, kondisi ini sudah melenceng jauh dari kekhususan yang dimikiki Aceh untuk merawat dan mengembangkan kekhasan Aceh, salah satunya dalam segi bahasa sebagaimana amanat Qanun Aceh.
Pada poin bahasa Aceh sebagai bahasa resmi Aceh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) di mana bahasa Aceh dimaksudkan di antaranya untuk membentuk karakter dan kepribadian masyarakat Aceh dan lambang kebanggaan dan identitas masyarakat Aceh.
Maka, aneh rasanya jika mahasiswa dan siswa berbahasa Aceh dikucilkan dan dicap kampungan oleh sebagian kalangan mahasiswa.
Secara umum, penggunaan bahasa Aceh bagi kalangan mahasiswa dan siswa memang belum terdapat regulasi yang mengarahkan mereka wajib berbahasa Aceh dalam pembelajaran formal.
Namun demikian, juga tidak ada regulasi yang melarang penggunaan bahasa Aceh di lembaga pendidikan di luar proses pembelajaran formal.
Komunikasi di kafe
Remaja Aceh juga tidak bisa dilepaskan dari warung kopi, kafe, atau ragam tempat nongkrong lainnya. Terjalin bergitu banyak komunikasi antarremaja di berbagai kafe yang ada di Aceh.
Sudah menjadi perhatian semua, hampir tidak ditemukan remaja yang berbahasa Aceh ketika duduk nongkrong sesama remaja Aceh.
Selain itu, kafe-kafe di Aceh saat ini juga sama sekali tidak menggunakan bahasa Aceh untuk promosi bahkan di menu makanan sama sekali tidak terdapat bahasa Aceh.
Rata-rata kafe menggunakan bahasa Inggris di menu sajiannya. Pertanyaannya adalah untuk siapa dan apa manfaatanya menggunakan bahasa Inggris, bahkan remaja yang memesan makanan pun terkadang tidak mengetahui apa yang dipesannya.
Lebih anehnya lagi, yang dipesan berbahasa Inggris, tapi makanan yang datang justru kuliner khas Aceh.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.