KUPI BEUNGOH
Pertanian dan Pemuda Kita, Refleksi Hari Sumpah Pemuda
Hari Sumpah Pemuda itu adalah tonggak sejarah penting bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Oleh: Husaini Yusuf, SP., M.Si*)
MEMPERINGATI Hari Sumpah Pemuda yang ke-96 yang jatuh pada 28 Oktober, Indonesia dalam kondisi tidak baik-baik saja.
Banyak persoalan menyelimuti termasuk menggrogoti karakter pemuda kita.
Hari Sumpah Pemuda itu adalah tonggak sejarah penting bagi perjalanan bangsa Indonesia.
Kalau melihat sejarah dan jejak rekam para pemuda dalam pergerakan perjuangan kemerdekaan Indonesia, mereka memiliki peran besar dalam pembangunan bangsa.
Pemuda selalu berada di garda paling depan.
Itulah sebabnya mengapa Presiden pertama Indonesia Soekarno hanya meminta “berikan aku 10 pemuda niscaya akan kuguncangkan dunia”.
Menurut Soekarno, 10 pemuda hebat dapat “menggoncangkan” dunia ini.
Bagaimana definisi pemuda hebat itu?
Menurut penulis, setidaknya ada 5 karakter yang harus dimiliki oleh seorang pemuda sehingga dapat disebut sebagai pemuda hebat.
Pertama, memiliki pendidikan dan pengetahuan yang mumpuni.
Baik pendidikan umum konon lagi pendidikan agama yang menjadi kewajiban bagi dirinya untuk hidup di dunia dan bekal sebagai cara untuk ibadah.
Pendidikan adalah alat paling krusial bagi semua kita untuk mengembangkan diri dan juga mencerdaskan orang lain.
Tanpa itu mustahil!!!
Pendidikan juga menjadi jembatan baginya untuk menciptakan kreativitas baik untuk dirinya, komunitas dan masyarakat di lingkarannya bahkan untuk merubah dunia ini harus dengan ilmu pengetahuan.
Hal ini senada dengan hadist Nabi Saw yang bunyinya “Barangsiapa yang hendak menginginkan dunia, maka hendaklah ia menguasai Ilmu (pengetahuan). Barangsiapa menginginkan akhirat hendaklah ia menguasai ilmu, dan barangsiapa yang menginginkan keduanya (dunia dan akhirat) hendaklah ia menguasai ilmu (HR Ahmad).
Dari hadist tersebut sangat jelas bahwa untuk menggapai kebahagiaan itu mutlak harus dilandasi dengan ilmu pengetahuan.
Kedua, aktif berorganisasi.
Seorang pemuda harus memiliki jiwa kepemimpinan (leadership) yang kuat dan itu kerap ditemukan pada mereka yang aktif berorganisasi baik ketika pelajar, mahasiswa dan juga organisasi masyarakat.
Oleh karenanya, berorganisasi itu menjadi keharusan bagi pemuda karena itu menjadi tempat baginya menambah wawasan, dan pengalaman.
Ketiga, jaringan yang luas (networking).
Kini, memiliki jaringan komunikasi dan pertemanan yang luas adalah suatu keniscayaan.
Bagi setiap alumni pendidikan manapun sangat diperlukan jaringan pertemanan dan silaturahmi dengan banyak pihak.
Itu penting, karena dengan pendidikan saja belum cukup membuat seorang menjadi hebat.
Dengan adanya networking yang luas maka kemampuan dan skil yang dikuasai seseorang akan menjadi diketahui banyak pihak dan tentu saja akan bermanfaat bagi pihak lain.
Keempat, soft skill.
Pastikan kita memiliki kemampuan (skill) khusus untuk menunjang ketiga komponen di atas.
Zaman revolusi 4.0 ini, setiap kita dituntut untuk menjadi orang yang tidak biasa-biasa saja namun memiliki kemampuan lebih.
Kemampuan berbahasa misalnya, terutama bahasa inggris, jepang, arab, bahkan jerman sekalipun.
Dalam mengakses informasi apapun baik beasiswa, peluang kerja, misalnya, seringkali kita harus menggunakan bahasa inggris, sehingga mereka yang memiliki kemampuan itu dengan mudah dapat tembus dan mendapatkannya.
Dengan adanya soft skill, seorang pemuda akan survive dimanapun dia berada.
Kelima etika (attitude).
Memiliki etika yang baik atau akhlak mulia adalah karakter pemuda hebat.
Akhlak menjadi jalan untuk mendapatkan segalanya.
Menjalin persahabatan misalnya, jaringan bisnis, sebagai pendidik, guru, pendakwah, semua pasti akan memperhatikan etikanya.
Lalu, dimana posisi pemuda kita sekarang?
Apakah hanya disibukkan dengan game online, sabu, dan judi online?
Duh, Ironis! padahal, potensi pemuda sangat besar dalam mengisi pos-pos pembangunan.
Apa yang dapat ditawarkan pemuda kita dalam mensukseskan program pembangunan nasional khususnya di pedesaan dan pertanian yang masih menjadi basis ekonomi masyarakat?
Pasalnya, mereka pasti akan menjadi pemegang estafet kepemimpinan, mau tau mau, suka tak suka. Itu pasti.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun ke depan, hampir seluruh sektor akan diisi oleh generasi muda (millenial) atau kerap disebut generasi Y.
Generasi Y adalah generasi yang menjadi penerus dari generasi X dan paling mencolok karena terkenal dengan keragaman di dalamnya (Solomon dalam Melkisedek dan Yuliawati, 2018).
Generasi ini lahir pada tahun 1981 hingga 2000 (Hawkins & Mothersbaugh, 2010).
Pada sektor pertanian, kehadiran generasi ini menjadi sebuah tantangan, karena pada kenyataannya, generasi ini mulai jarang memilih pertanian sebagai mata pencaharian (Tadele and Gella, 2012).
Dalam pembangunan pertanian ke depan tantangan paling nyata adalah keterbatasan sumberdaya manusia yang mumpuni dan ketertarikan generasi muda untuk terlibat dalam sektor pertanian yang semakin rendah.
Dua hal itu menjadi ancaman dalam menyiapkan pangan nasional guna menyediakan makan masyarakat Indonesia.
BPS (2014) mencatat, jumlah penduduk usia muda yang bekerja di sektor pertanian terus menciut.
Jika pada tahun 2004, jumlah penduduk yang bekerja disektor pertanian mencapai 40.61 juta jiwa, maka pada 10 tahun berikutnya yaitu tahun 2014 menjadi 38.97 juta jiwa. Artinya, sekitar 1.5 juta petani berusia muda lebih memilih untuk beralih menuju kota dan menjadi sumber daya manusia perkotaan.
Masalah Klasik
Salah satu alasan pemuda kurang berminat pada sektor pertanian adalah karena kurang bergengsi (prestise). Bekerja di sektor pertanian dianggap sebagai orang yang kurang berpendidikan dan miskin.
Secara umum, petani muda yang berkecimpung pada sektor pertanian memang masih terbatas pada sub sektor off farm (hilir). Sangat sedikit pada sektor on farm (hulu).
Disamping itu, prospek karir tidak menjanjikan dibanding sektor non pertanian, sehingga banyak orang tua tidak ingin anaknya berkecimpung disektor ini.
Kendatipun mereka jebolan dari kampus pertanian ternama.
Bekerja di sektor pertanian merupakan pilihan terakhir bagi mereka.
Persoalan lain adalah akses lahan.
Luas penguasaan lahan yang dimiliki petani kita umumnya hanya 0,5 hektar (Pulau Jawa) dan 1,0 (Luar Pulau Jawa).
Padahal ini adalah modal utama bergelut di sektor pertanian.
Namun apadaya, sepertinya urusan ini jauh panggang dari api. Di sisi lain, banyak konglomerat menguasai ratusan bahkan ribuan hektare tanah negara.
Selain itu, akses modal petani selama ini kerap menjadi persoalan dalam melakukan usahatani.
Oleh karena itu, penting membentuk kelembagaan ekonomi (korporasi pertanian) guna mengatasi akses kebutuhan modal bagi petani setiap memasuki musim tanam.
Faktor lain yang menjadi permasalahan di sektor pertanian pada aspek hilir adalah jaminan pasar, khususnya di Aceh.
Petani sering menerima harga yang tidak adil di pasar.
Ini adalah kendala yang membentuk perspektif petani muda sungkan berkecimpung di sektor pertanian.
Solusi strategis
Oleh karena itu, menurut hemat penulis, untuk merubah image sektor pertanian menjadi lebih menarik sehingga petani muda mau terjun ke sektor pertanian, ada beberapa strategi penting.
Pertama, pemerintah harus menjamin harga pasar bagi produk pertanian dan membentuk agroindustri secara parsial per wilayah sesuai komoditi unggulan.
Ini sangat penting.
Pasalnya, acapkali terjadi ketika panen raya harga berbagai komoditi terutama hortikultura sering anjlok dan membuat petani membiarkan hasil panennya begitu saja.
kedua, perlu alokasi anggaran yang memadai pada sektor pertanian terutama asuransi pertanian syariah untuk menjamin keresahan petani ketika gagal panen.
Selama ini pemerintah telah membentuk asuransi usahatani padi, jagung, dan asuransi ternak melalui Jasindo namun fakta di lapangan realisasinya dalam lima tahun terakhir semakin menurun peminatnya.
Kalau melihat kondisi sosial budaya petani di provinsi Aceh, salah satu faktor rendahnya serapan asuransi tani itu adalah karena masih ada unsur riba.
Legislatif bersama eksekutif perlu segera mengambil suatu kebijakan dengan menyiapkan asuransi pertanian syariah di Bumoe Aceh.
Ketiga, dukungan kebijakan dalam mempermudah akses modal bagi petani, ketersediaan lembaga keuangan yang regulasinya tidak rumit.
Dukungan kebijakan legalitas hukum terkait jaminan pasar terhadap produk pertanian (intervensi pemerintah), akses penguasaan lahan oleh petani melalui kebijakan reforma agraria (land reform).
Karena penguasaan lahan merupakan kunci utama dalam meningkatkan minat petani.
Keempat, dukungan kebijakan yang perlu dilakukan oleh perguruan tinggi dengan menyiapkan kurikulum yang berbasis enterpreneur, sekolah vokasi berbasis pertanian (praktisi).
Dukungan kebijakan diatas harus dilakukan secara terstruktur dimulai dari pemerintah pusat, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota (legislatif dan eksekutif).
Secara SDA, betapa sektor pertanian memberikan peluang besar bagi pemuda kita untuk berkreasi dan bertahan hidup di tengah perubahan ekonomi global saat ini. Maka ambillah kesempatan itu.
Dengan demikian, pemuda kita akan tangguh.
KNPI selaku organisasi pemuda harus mendukung wacana itu, bukan sekadar potong pita acara seremonial belaka.
*) PENULIS Husaini Yusuf, S.P., M.Si adalah Putra Aceh Besar. Kini berkhidmat di Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) Aceh. Alumnus Pascasarjana Sosiologi Pedesaan IPB University, Bogor dan Pengurus BPW Perhimpunan Sarjana Pertanian Indonesia (PISPI) Aceh. Email: hussainiyussuf85@gmail.com
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Isi dari setiap artikel menjadi tanggung jawab penuh penulis.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.