Opini

Kepemimpinan Perempuan Aceh Masa Kini

setidaknya pada masa ini ada perempuan Aceh yang telah mencoba mengikuti jejak para Srikandi hebat di masa lalu itu.

Editor: mufti
FOR SERAMBINEWS.COM
Muhibuddin Hanafiah, Akademisi Darussalam dan pegiat kesetaraangender 

Dalam konteks Aceh, secara struktural dan dukungan dalam bentuk payung hukum (qanun) tentang hak-hak perempuan Aceh telah tertera secara jelas dalam Qanun Nomor 6 Tahun 2009 berkenaan dengan Pemberdayaan dan Perlindungan Perempuan. Pada Bab 4 Pasal 8 ayat 1 sampai 4 disebutkan; Perempuan berhak menduduki posisi jabatan politik baik di lingkungan eksekutif maupun legislatif secara proporsional, Perempuan berhak melakukan berbagai aktifitas politik sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Perempuan berhak menduduki jabatan setiap jenjang kepengurusan partai politik nasional maupun partai politik lokal secara proporsional, Perempuan berhak dicalonkan sebagai anggota legislatif oleh parnas maupun parlok sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.

Namun sayang, pengakuan tentang hak-hak perempuan Aceh ini hanya berlaku di atas kertas, kontras dengan kenyataan di lapangan kehidupan masyarakat Aceh yang sesungguhnya. Dalam kasus terbaru misalnya minimnya pelibatan tokoh perempuan sebagai panelis pada debat calon kepala daerah yang berlangsung baru-baru ini. Saking kecewanya seorang aktivis perempuan Aceh menulis di akun media sosialnya; “Perempuan Aceh telah terbukti bisa dan boleh menjadi ratu, laksamana, panglima perang, namun tidak boleh menjadi kepala daerah dalam kondisi damai, lawak sekali”, duh.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    Berita Populer

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved