Konflik Rusia dan Ukraina

Rusia Berjanji Akan Memberikan Tanggapan Nyata Jika Rudal AS Digunakan di Wilayahnya

Biden menyetujui penggunaan misil ini meskipun ada kekhawatiran bahwa tindakan tersebut dapat memperburuk ketegangan dengan Rusia.

Penulis: Sri Anggun Oktaviana | Editor: Muhammad Hadi
BBC News
AS telah menyetujui penggunaan rudal ATACMS terhadap target di dalam Rusia. 

SERAMBINEWS.COM- Pada 5 November 2024, Donald Trump meraih kemenangan besar dalam pemilu AS dan dipastikan akan kembali menjabat sebagai Presiden pada 20 Januari 2025.

Namun, meskipun Trump diperkirakan akan segera kembali ke Gedung Putih, dia belum memberikan reaksi terhadap keputusan besar yang baru saja diambil oleh Presiden Joe Biden, yaitu mengizinkan penggunaan misil jarak jauh ATACMS oleh Ukraina untuk menyerang sasaran di dalam wilayah Rusia.

Dilansir dari kantor berita BBC News, keputusan Biden untuk memberikan izin penggunaan misil ATACMS (Army Tactical Missile System) yang diproduksi oleh Amerika Serikat kepada Ukraina, merupakan perubahan besar dalam kebijakan AS terhadap perang Ukraina

Sebelumnya, meskipun Ukraina telah menerima bantuan militer dari negara-negara Barat, termasuk misil Storm Shadow dari Inggris dan Prancis, mereka dilarang untuk menyerang Rusia secara langsung dengan sistem misil jarak jauh ini.

 ATACMS memiliki jangkauan hingga 300 km, yang memungkinkan Ukraina untuk menyerang sasaran lebih dalam di wilayah Rusia.

Namun, dengan keputusan ini, Biden memberi sinyal yang jelas bahwa AS mendukung Ukraina dalam memperluas jangkauan serangan mereka.

Keputusan ini dianggap sebagai langkah signifikan dalam perang yang telah berlangsung lebih dari 1.000 hari, yang dimulai pada 24 Februari 2022 ketika Rusia melancarkan invasi besar-besaran ke Ukraina.

Biden menyetujui penggunaan misil ini meskipun ada kekhawatiran bahwa tindakan tersebut dapat memperburuk ketegangan dengan Rusia.

Meskipun demikian, bagi banyak pihak di Barat, keputusan ini dilihat sebagai langkah untuk menunjukkan kepada Presiden Rusia Vladimir Putin bahwa dia tidak akan bisa memenangkan perang ini melalui kekuatan militer. 

Bahkan, beberapa analis percaya bahwa kebijakan ini juga dimaksudkan untuk memberi pesan kepada sekutu-sekutu Rusia, seperti Korea Utara, bahwa AS tidak akan tinggal diam jika Rusia terus mencari dukungan dari negara-negara yang berpotensi memperburuk situasi.

Keputusan Biden tidak hanya disorot di AS, tetapi juga memicu reaksi dari berbagai negara di dunia. Presiden Prancis Emmanuel Macron menyambut keputusan ini dengan pujian, menyebutnya sebagai langkah yang “sangat baik”.

Macron, bersama dengan Perdana Menteri Inggris Sir Keir Starmer, dapat turut memberikan izin kepada Ukraina untuk menggunakan misil Storm Shadow, yang juga merupakan misil jarak jauh dengan kemampuan serupa dengan ATACMS.

Namun, hingga kini, baik Macron maupun Starmer belum mengungkapkan apakah mereka akan mengikuti langkah AS dalam hal ini.

Selain itu, laporan yang belum terkonfirmasi menyebutkan bahwa Korea Utara mungkin akan mengirimkan hingga 100.000 tentara dan perlengkapan militer lainnya untuk membantu Rusia.

Pasukan Korea Utara ini sudah tiba di wilayah Kursk, Rusia, di mana pasukan Ukraina sebelumnya berhasil merebut sebagian kecil wilayah. Ini menambah dimensi baru dalam konflik, karena AS berpotensi merespons lebih keras terhadap keterlibatan Korea Utara. 

Sementara itu, China yang menjadi mitra utama Rusia dalam menghadapi sanksi Barat, juga memberikan pandangan terkait krisis ini. Presiden Xi Jinping mendesak dunia untuk “mendinginkan krisis Ukraina” dan mencari solusi politik untuk menyelesaikan perang.

China, yang telah mendukung Rusia dalam menghadapi sanksi internasional, membantah tuduhan bahwa mereka memasok senjata kepada Rusia. Namun, hubungan strategis China dengan Rusia semakin penting, mengingat kedua negara sedang berusaha mengurangi dampak dari sanksi ekonomi yang dijatuhkan oleh AS dan negara-negara Eropa.

Donald Trump, yang baru saja terpilih kembali sebagai Presiden AS, belum memberikan komentar resmi mengenai keputusan Biden.

Trump dikenal karena pandangannya yang sangat berbeda terhadap kebijakan luar negeri AS, di mana dia berjanji untuk mengakhiri keterlibatan AS dalam perang luar negeri dan menggunakan dana pajak rakyat untuk meningkatkan kondisi hidup di dalam negeri.

Trump juga telah berjanji untuk mengakhiri perang Ukraina dalam waktu 24 jam setelah menjabat kembali, meskipun ia tidak menjelaskan secara rinci bagaimana cara untuk mewujudkan janji tersebut.

Presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mengungkapkan harapannya bahwa Trump akan menekan kedua belah pihak, Ukraina dan Rusia, untuk mencapai kesepakatan damai dalam waktu dekat.

Zelensky percaya bahwa Trump mungkin akan memainkan peran kunci dalam memaksa kedua negara untuk mencari jalan keluar diplomatik, meskipun tampaknya sulit untuk mencapai konsensus mengingat ketegangan yang tinggi di medan perang.

Di tengah ketegangan internasional ini, serangan Rusia terhadap infrastruktur Ukraina semakin intensif. Pada akhir pekan lalu, serangan besar-besaran Rusia terhadap jaringan listrik Ukraina menyebabkan pemadaman listrik di berbagai daerah.

Banyak warga sipil yang menjadi korban dalam serangan ini, dengan beberapa orang tewas atau terluka. Bahkan pada hari Senin (18/11/2024), serangan Rusia di Odesa menewaskan 10 orang dan melukai hampir 50 lainnya.

Serangan terhadap infrastruktur vital ini menunjukkan bahwa kedua belah pihak tidak menunjukkan tanda-tanda ingin meredakan konflik, meskipun ada upaya internasional untuk mencari solusi damai.

Keputusan Biden untuk mengizinkan penggunaan misil ATACMS oleh Ukraina jelas memperburuk ketegangan antara AS dan Rusia, serta memengaruhi dinamika geopolitik global.

Sementara itu, dengan kemenangan Trump, dunia menunggu bagaimana kebijakan luar negeri AS akan berubah setelah ia kembali menjabat. Apakah Trump akan menepati janjinya untuk mengakhiri perang Ukraina dengan cara yang lebih diplomatik, ataukah kebijakan militer AS akan terus berlanjut?

Sementara itu, dunia terus mengamati perkembangan ini dengan cermat. Banyak yang berharap agar diplomasi dan solusi politik dapat segera menemukan jalannya, agar perang yang telah mengorbankan ribuan nyawa dan merusak infrastruktur Ukraina bisa segera berakhir.

Namun, dengan keterlibatan lebih banyak negara dan semakin tajamnya ketegangan di medan perang, jalan menuju perdamaian tampaknya masih sangat panjang dan penuh tantangan.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved