Pilkada Langsa 2024

Jelang Pencoblosan, Isu Jual Beli Suara Mencuat di Langsa, 1 Suara Dihargai Rp100 Ribu-Rp250 Ribu 

Informasi diperoleh Serbinews.com dari masyarakat, mereka diimingi uang antara Rp 100 ribu hingga 250 ribu per orang agar memilih Paslon yang diarahka

Penulis: Zubir | Editor: Ansari Hasyim
Tribunnews.com
Ilustrasi money politics 

Laporan Zubir I Langsa

SERAMBINEWS.COM, LANGSA - Desas desus praktik money politik mulai terang-terangan dilakukan oknum timses yang ditunjuk oleh Paslon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Langsa menjelang Pilkada serentak 2024 di Kota Langsa. 

Pesta demokrasi seyogyanya adalah kebebasan diberikan kepada masyarakat luas untuk memilih pemimpinnya sesuai hati nurani mereka.

Namun hal itu mulai terbalik dengan munculnya para pelaku money politik yang kini mulai bergerilya, baik langsung ke rumah-rumah masyarakat, atau via hubungan telepon.

Informasi diperoleh Serbinews.com dari masyarakat, mereka diimingi uang antara Rp 100 ribu hingga 250 ribu per orang agar memilih Paslon yang diarahkan. 

Baca juga: Jelang Pilkada, Abu Hidayatullah Subulussalam Ingatkan Politik Uang Haram, Apapun Alasannya

Kita belum bisa menyebut, diduga bakal ada 2 paslon yang akan memainkan politik uang ini, itu tidak menjadi rahasia umum lagi sekarang di tengah masyarakat Kota Langsa. 
 
Tinggal kini keputusan kepada masyarakat, apakah mereka mau suaranya dibeli (disuap) dan memalingkan suara hati nuraninya kepada paslon yang menyuap.

Namun dimikian, tugas untuk memongkar praktik money politik itu ada pada pengawas Pilkada dalam hal ini Panwaslih (Panitia Pengawas Pemilih).

Akan tetapi, masyarakat luas, lembaga independen serti OKP, LSM, dan lainnya juga memiliki hak dan tanggung jawab serupa mengawasinya, demi tegaknya demokrasi di Kota Langsa ini.

Mantan Wali Kota Langsa dua periode, Usman Abdullah atau Toke Seum, selama berjalannya tahapan Pilkada ini terus bersuara terkait praktek money politic yang menghantui daerah ini.

Toke Seum berharap, semua pihak terkait dan masyarakat menggagagalkan niat jahat penyuapan suara dengan uang di Pilkada serentak 2024 ini. 
 
"Pasar gelap ini mulai nyata terlihat menjelang Pilkada tanggal 27 November ini, dimana suara rakyat ditukar murah, dengan uang," ucapnya kepada Serambinews.com, Minggu (24/11/2024). 

Bahkan menurut Toke Seum, jika dulu politik uang mengandalkan "Serangan Fajar" langsung, kini modusnya berevolusi ke ranah digital.

Oknum pelaku tim sukses paslon akan mengalirkan (mengirim) uang kepada yang mau menerima melalui aplikasi dompet digital seperti OVO, DANA, maupun LinkAja.

Ia menambahkan bahwa teknologi digital sebenarnya memberikan keuntungan dalam pelacakan jejak transaksi.

Jejak digital itu tidak bisa dihapus begitu saja. Dengan koordinasi antara Bawaslu, Gakkumdu, OJK, dan perbankan, aliran dana mencurigakan bisa ditelusuri. 

"Tinggal keberanian mereka pihak terkait mau atau tidak bertindak,” tantangnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved