Breaking News

Kupi Beungoh

Menggali Kembali Sejarah: Peran Perempuan dan Tantangan Kesetaraan Gender di Aceh

Banyak masyarakat masih berpegang pada norma tradisional yang menganggap perempuan hanya berkewajiban mengurus rumah dan keluarga. 

Editor: Amirullah
For Serambinews.com
Fakhrur Radhi dan Nadila 

Oleh: Fakhrur Radhi dan Nadila

Provinsi Aceh, yang terletak di ujung barat Indonesia, dikenal dengan kekayaan budaya dan kekentalan nilai-nilai religius yang menjunjung tinggi syariat Islam. 

Kehidupan di Aceh diatur melalui Qanun sebagai penegak hukum yang didasarkan pada nilai-nilai agama, menjadikannya salah satu wilayah dengan keunikan tersendiri dalam hal sosial dan budaya.

Namun, di balik fakta-fakta tersebut, Aceh masih menghadapi tantangan besar dalam isu kesetaraan gender, terutama terkait dengan hak-hak dan peran perempuan di masyarakat.

Kesetaraan Gender dalam Keluarga: Mengubah Pembagian Tanggung Jawab.

Salah satu permasalahan utama terkait gender di Aceh adalah kesenjangan peran perempuan dalam keluarga.

Banyak masyarakat masih berpegang pada norma tradisional yang menganggap perempuan hanya berkewajiban mengurus rumah dan keluarga. 

Meski beberapa perempuan juga bekerja, namun banyak dari mereka yang harus menanggung beban ganda, yakni sebagai pencari nafkah dan pengurus keluarga.

Di sisi lain, suami seringkali merasa cukup dengan bekerja tanpa turut memikul beban domestik, menghabiskan waktu di warung kopi tanpa memikirkan beban istri di rumah. 

Dalam hal ini, penting bagi pasangan suami istri untuk berbagi tanggung jawab dalam rumah tangga agar beban mengurus keluarga tidak hanya menjadi kewajiban perempuan.

 Mengembangkan rasa saling pengertian antara suami dan istri dapat mendorong keluarga Aceh menuju hubungan yang lebih seimbang dan harmonis, yang pada akhirnya akan membentuk masyarakat yang lebih berkeadilan gender.

Representasi Perempuan dalam Kepemimpinan: Potensi yang Tersisihkan.

Selain dalam lingkup keluarga, tantangan gender juga terlihat dalam dunia politik Aceh. Pada pilkada, mayoritas kandidat adalah laki-laki, sementara jumlah perempuan yang maju sebagai kadidat sangat sedikit. Hal ini menimbulkan pertanyaan, apakah perempuan tidak memiliki kompetensi untuk memimpin?

Mengutip sejarah, Aceh pernah memiliki pemimpin perempuan yang tangguh dan berwibawa, Sultanah nahrasiyah (1406- 1428 Masehi).

Beliau  merupakan Sultanah perempuan pertama di Asia Tenggara Pada masa pemerintahan Sultanah Malikah Nahrasiyah penyebaran agama Islam menjadi semakin pesat, Kesultanan Samudera Pasai sendiri mencapai puncak masa kejayaan pada masa pemerintahan beliau.

Ratu Nahrasiyah dikenal sebagai sosok yang bijak dan arif. Selama berada di tampuk kepemimpinan, ia memerintah dengan sifat keibuan dan penuh kasih sayang. Saat itu, harkat dan martabat perempuan begitu mulia. 

Banyak perempuan terlibat aktif dalam penyebaran Islam, beberapa diantaranya menjadi penyiar agama. 

Halaman
1234
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved