Breaking News

Opini

Aceh Sebagai Model Pembangunan Zakat Pengurangan Pajak

Potensi zakat di Aceh cukup besar, dimana masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam dan memiliki tradisi kedermawanan kuat.

Editor: mufti
IST
Prof Dr Apridar SE MSi, Guru Besar Ilmu Ekonomi, Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif LPPM (USK) 

Prof Dr Apridar SE MSi, Guru Besar Ilmu Ekonomi, Dewan Pakar Pusat Riset Komunikasi Pemasaran, Pariwisata dan Ekonomi Kreatif LPPM (USK)

ZAKAT merupakan salah satu kewajiban  dalam Islam yang memiliki dimensi ekonomi, sosial, dan spiritual. Sebagai kewajiban ibadah yang diatur oleh syariat, zakat memiliki potensi besar dalam mendukung pembangunan ekonomi umat, khususnya di Aceh, dimana hukum syariat Islam diberlakukan secara formal. Salah satu aspek yang menjadi perhatian adalah bagaimana zakat dapat berfungsi sebagai instrumen fiskal, terutama dalam kaitannya dengan pengurangan pajak. Hal ini membuka wawasan tentang implikasi zakat terhadap penerimaan pajak negara dan dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.Dalam Islam, zakat memiliki peran yang fundamental untuk mendistribusikan kekayaan secara adil dan merata di masyarakat.

Melalui zakat, individu atau institusi yang memiliki kelebihan harta dapat membantu masyarakat miskin dan kelompok-kelompok yang membutuhkan, seperti fakir, miskin, dan gharim (yang berutang). Di Aceh, pengelolaan zakat dilakukan secara terpusat melalui Badan Baitul Mal Aceh (BMA), yang bertugas untuk mengelola, mendistribusikan, dan memanfaatkan zakat secara profesional.

Potensi zakat di Aceh cukup besar, dimana masyarakat Aceh yang mayoritas beragama Islam dan memiliki tradisi kedermawanan kuat. Agar zakat dapat memberikan dampak ekonomi yang lebih signifikan, maka diperlukan sinergi antara pengelolaan zakat dan kebijakan fiskal, termasuk integrasi zakat ke dalam sistem perpajakan.

Salah satu mekanisme yang telah diatur dalam undang-undang perpajakan di Indonesia adalah pengakuan zakat sebagai pengurang pajak. Hal ini berarti bahwa individu atau entitas yang membayar zakat melalui lembaga resmi seperti Baitul Mal dapat mengurangi jumlah pajak penghasilan (PPh) yang harus dibayarkan. Mekanisme cerdas tersebut bertujuan untuk mendorong kesadaran masyarakat dalam membayar zakat sekaligus mengurangi beban pajak.

Penerimaan pajak merupakan salah satu sumber pendapatan utama bagi pemerintah dalam mendanai berbagai program pembangunan. Aceh sebagai provinsi yang memiliki keistimewaan dalam penerapan syariat Islam dan otonomi khusus, memiliki peluang untuk memaksimalkan potensi pajaknya guna mendukung pembangunan ekonomi dan sosial yang berkelanjutan.

Pajak berperan strategis dalam pembangunan Aceh, baik dalam bentuk pajak pusat maupun pajak daerah. Melalui pajak, pemerintah memperoleh dana untuk pembangunan jalan, jembatan, pelabuhan, dan fasilitas umum yang mendukung mobilitas dan konektivitas ekonomi. Selain itu penerimaan pajak dapat digunakan sebagai  anggaran untuk pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial lainnya yang berkontribusi pada peningkatan kualitas hidup masyarakat.

Pajak daerah seperti pajak hotel dan restoran dapat mendukung UMKM melalui promosi wisata Aceh yang sangat potensial, termasuk wisata religi dan ekowisata. Aceh sebagai daerah dengan pengelolaan zakat formal, juga menghadapi tantangan untuk mengintegrasikan zakat dengan sistem pajak dengan tanpa mengurangi kepercayaan masyarakat terhadap keduanya. Dengan adanya transparansi dalam penggunaan dana pajak dapat tentu dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat, sehingga berdampak pada kepatuhan.

Penerapan teknologi digital tentu dapat mempermudah pelaporan pajak, meningkatkan pengawasan, dan mendorong transparansi. Sistem berbasis digital seperti e-filing atau e-SPT perlu diperluas ke tingkat daerah. UMKM yang merupakan tulang punggung ekonomi Aceh perlu didorong untuk masuk ke sektor formal melalui insentif pajak dan pendampingan usaha. Dengan demikian, kontribusi pajak dirasakan manfaat oleh pelaku usaha kecil, sehingga dapat meningkat kesejahteraan masyarakat.

Secara teoritis, pengakuan zakat sebagai pengurang pajak dapat mengurangi penerimaan pajak negara, karena sebagian penghasilan masyarakat dialokasikan untuk zakat dan tidak lagi menjadi objek pajak. Di sisi lain, zakat yang dikelola dengan baik dapat menggantikan sebagian fungsi pajak, terutama dalam hal redistribusi pendapatan dan pengentasan kemiskinan. Dengan demikian, efek negatif terhadap penerimaan pajak dapat diminimalkan jika zakat benar-benar dikelola secara efektif dan tepat sasaran.

Efisiensi pengelolaan zakat menjadi kunci keberhasilan kebijakan ini. Jika zakat dikelola secara profesional dan transparan, dampak negatif terhadap penerimaan pajak dapat diimbangi dengan dampak positif terhadap pengurangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.

Pertumbuhan ekonomi Aceh

Zakat sebagai pengurang pajak tidak hanya berdampak pada penerimaan pajak tetapi juga pada pertumbuhan ekonomi. Dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi di Aceh dapat dilihat dari distribusi zakat kepada kelompok-kelompok yang membutuhkan, seperti fakir miskin, dapat meningkatkan daya beli, sehingga dapat mendorong konsumsi rumah tangga, yang merupakan salah satu komponen utama dalam pertumbuhan ekonomi.

Zakat yang didistribusikan dengan baik juga dapat membantu masyarakat miskin keluar dari lingkaran kemiskinan. Dengan meningkatnya kesejahteraan, masyarakat dapat berkontribusi lebih besar dalam perekonomian, baik sebagai konsumen maupun sebagai tenaga kerja produktif.

Selain itu zakat juga dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan usaha mikro dan kecil melalui pemberian modal usaha tanpa bunga. Dengan demikian dapat mendorong pertumbuhan sektor informal dan menciptakan lapangan kerja baru, yang pada gilirannya akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonomi.
Dengan mengurangi kesenjangan sosial melalui redistribusi pendapatan, zakat dapat berkontribusi pada stabilitas sosial dan ekonomi di Aceh. Stabilitas yang terjadi merupakan prasyarat penting untuk pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Tantangan implementasi

Integrasi zakat ke dalam sistem perpajakan membutuhkan koordinasi yang baik antara lembaga pengelola zakat, seperti Baitul Mal, dan Direktorat Jenderal Pajak. Tanpa koordinasi yang baik, mekanisme pengurangan pajak dapat menjadi rumit dan tidak efektif.

Kesadaran masyarakat untuk membayar pajak dan zakat secara bersamaan masih perlu ditingkatkan. Banyak masyarakat yang belum memahami bahwa zakat tidak menggantikan kewajiban pajak, melainkan hanya menjadi pengurang. Kepercayaan masyarakat terhadap lembaga pengelola zakat sangat penting untuk dapat mendorong partisipasi masyarakat. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan zakat harus terus ditingkatkan agar masyarakat yakin bahwa zakat yang mereka bayarkan digunakan secara tepat untuk meningkatkan kesejahteran.

Zakat sebagai pengurang pajak memiliki potensi besar untuk mendukung pembangunan ekonomi di Aceh, namun keberhasilannya sangat bergantung pada efektivitas pengelolaan zakat dan koordinasi antara kebijakan zakat dan perpajakan. Agar dampak positifnya terhadap penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi dapat dimaksimalkan, Lembaga seperti Baitul Mal harus terus meningkatkan kapasitasnya dalam mengelola zakat secara profesional, transparan, dan akuntabel.

Pemerintah dan lembaga pengelola zakat perlu meningkatkan sosialisasi dan edukasi kepada masyarakat tentang manfaat zakat dan mekanisme pengurang pajak. Pengembangan sistem informasi yang terintegrasi antara lembaga zakat dan perpajakan dapat memudahkan administrasi dan pelaporan zakat sebagai pengurang pajak.

Penelitian tentang dampak zakat terhadap penerimaan pajak dan pertumbuhan ekonomi perlu dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi efektivitas kebijakan ini. Zakat harus menjadi instrumen yang efektif dalam mendukung pembangunan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan di Aceh, tanpa harus mengorbankan penerimaan pajak negara. Aceh dapat menjadi percontohan nasional dalam pengelolaan zakat dan pajak yang saling mendukung, dimana zakat dapat menjadi pengurang pajak tanpa mengurangi penerimaan secara keseluruhan.

Penerimaan pajak memainkan peran penting dalam pembangunan Aceh. Namun, tantangan seperti rendahnya kepatuhan, keterbatasan ekonomi formal, dan pengelolaan zakat membutuhkan perhatian serius. Dengan strategi yang tepat, seperti digitalisasi, pemberdayaan UMKM, dan integrasi zakat-pajak, Aceh dapat memaksimalkan potensi pajaknya untuk mendukung pembangunan yang inklusif dan berkelanjutan.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved