Pojok Humam Hamid
Keamanan vs Perdamaian: Marco Rubio, Netanyahu, Ayalon, dan Masa Depan Palestina
Menurut Ayalon, perdamaian dengan Palestina bukan sekadar pilihan moral, melainkan langkah strategis yang tak terelakkan
Oleh Ahmad Humam Hamid*)
KETIKA berbicara tentang masa depan Palestina, tak ada topik yang lebih memecah belah dan penuh paradoks daripada perdebatan antara keamanan dan perdamaian.
Di satu sisi, ada Marco Rubio, Menteri Luar Negeri AS yang kini menjadi corong kebijakan luar negeri Donald Trump, serta Benjamin Netanyahu, Perdana Menteri Israel yang telah lama mengendalikan arah politik Israel.
Mereka sepakat pada satu hal: Keamanan Israel adalah segalanya, bahkan jika itu berarti mengabaikan Palestina dan menangguhkan harapan akan sebuah perdamaian yang abadi.
Bagi Rubio dan Netanyahu, solusi dua negara yang mewujudkan Palestina merdeka bukanlah jawaban.
Sebaliknya, mereka melihatnya sebagai ancaman yang jelas dan nyata.
Mereka menggambarkan Palestina sebagai sebuah negara yang lahir dari kekosongan yang akan segera dikuasai oleh kelompok-kelompok radikal seperti Hamas, yang menurut mereka, hanya akan menambah ketegangan dan memicu lebih banyak kekerasan.
Bagi mereka, solusi yang mungkin adalah yang paling defensif, yang bertumpu pada kekuatan militer dan kendali penuh atas wilayah yang disengketakan.
Namun, ada satu suara yang muncul di tengah kebisingan politik ini--suara yang menentang pendekatan militeristik yang telah lama dianut oleh Netanyahu dan sekutunya di Washington.
Ami Ayalon, mantan kepala intelijen dalam negeri Israel, Shin Bet, mengingatkan bahwa perdamaian adalah kunci untuk menciptakan keamanan yang berkelanjutan.
Ayalon yang berpengalaman dalam intelijen, menegaskan bahwa tanpa pengakuan negara Palestina, Israel akan terperangkap dalam perang tanpa akhir yang hanya menguntungkan pihak-pihak ekstremis.
Menurut Ayalon, perdamaian dengan Palestina bukan sekadar pilihan moral, melainkan langkah strategis yang tak terelakkan jika Israel ingin memastikan keamanan di masa depan.
Palestina tidak lagi bisa dipinggirkan
Namun, perdebatan ini tidak hanya terjadi di ruang rapat politik Israel atau Gedung Putih.
Dunia internasional mulai bergerak, meskipun dengan kecepatan yang lambat dan penuh pertimbangan.
Prancis, Kanada, Malta, Finlandia, dan sekarang Inggris telah memutuskan untuk mengakui Palestina sebagai negara merdeka.
MSAKA21: Indrapatra, Benteng, Candi, dan Jejak Hindu di Pesisir Aceh - Bagian VIII |
![]() |
---|
Penyakit Akar Busuk Negara dan Tragedi Hari Ini |
![]() |
---|
Naleung Lakoe Vs Bak Asan, Memahami Aksi Demo Agustus 2025 |
![]() |
---|
MSAKA21: Aceh - Roh yang Tak Pernah Mati dan Animisme Ribuan Tahun - Bagian VII |
![]() |
---|
20 Tahun Aceh Damai: Gen Z, Egepe, Pesimisme Konstruktif, dan Imajinasi Tragis |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.