KUPI BEUNGOH
Pendidikan Dasar dan Menengah dalam Masa Perubahan Politik: Butuh Kebijakan Kritis dan Inklusif
Pergantian pemimpin ini dapat memengaruhi kebijakan pendidikan, alokasi anggaran, serta fokus program-program pendidikan yang ada.
*) Oleh Dr. Aishah, M.Pd
PENDIDIKAN adalah salah satu pilar utama dalam pembangunan sebuah negara.
Di Indonesia, pendidikan dasar dan menengah menjadi fondasi yang sangat penting bagi masa depan bangsa.
Di tengah pergantian pemimpin daerah, seperti gubernur dan walikota, sektor pendidikan seringkali terpengaruh oleh perubahan kebijakan politik yang tidak jarang memunculkan ketidakpastian.
Pergantian pemimpin ini dapat memengaruhi kebijakan pendidikan, alokasi anggaran, serta fokus program-program pendidikan yang ada.
Oleh karena itu, penting untuk mengangkat isu-isu kritis yang tidak hanya relevan dalam konteks pergantian politik ini, tetapi juga berkaitan dengan upaya meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia, khususnya di Aceh.
Pendidikan dasar dan menengah, sangat penting dalam membentuk karakter dan kemampuan generasi penerus bangsa.
Di Indonesia, sektor ini menjadi salah satu fokus utama dalam pembangunan negara, meskipun banyak kemajuan yang telah dicapai dalam beberapa tahun terakhir, masih banyak tantangan yang dihadapi, terutama dalam hal pemerataan akses, kualitas pengajaran, dan keterlibatan masyarakat.
Maka, penting untuk terus memperbaiki sistem pendidikan agar dapat menjawab kebutuhan dan tantangan masa depan yang semakin kompleks, dalam prakteknya, kebijakan pendidikan di Indonesia kerap kali bersifat reaktif, tidak terencana dengan matang, dan terlalu terfokus pada aspek administrasi tanpa menyentuh akar masalah yang sesungguhnya.
Pada akhirnya, meskipun banyak inisiatif yang diluncurkan, hasil yang dicapai seringkali tidak maksimal.
Penangung jawab sektor pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah, sering kali terjebak dalam rutinitas seremonial dan formalitas birokrasi, sementara aspek yang lebih esensial seperti identifikasi kebutuhan riil pendidikan dan penguatan kompetensi pengelola pendidikan seringkali terabaikan.
Pendidikan membutuhkan kebijakan yang lebih tajam dan berbasis pada analisis mendalam terhadap tantangan yang dihadapi di lapangan.
Dari sistem yang cenderung reaksioner, kita memerlukan pendekatan yang lebih proaktif dalam mengidentifikasi kebutuhan nyata di sektor pendidikan.
Sayangnya, kebijakan pendidikan sering kali hanya berputar pada isu-isu besar yang terdengar baik di permukaan, seperti pemerataan akses, pemberian bantuan sarana prasarana, atau reformasi kurikulum.
Meskipun ini penting, fokus utama seharusnya lebih tajam pada bagaimana kebijakan-kebijakan tersebut dapat diimplementasikan dengan efektif dan memberikan dampak nyata di lapangan.
Penyakit pendidikan yang ada saat ini tidak akan bisa disembuhkan hanya dengan memperkenalkan program-program baru yang indah di atas kertas.
Salah satu penyebab utama stagnasi dalam sektor pendidikan adalah ketidaksesuaian kebijakan dengan kebutuhan nyata.
Dalam hal ini, penanggung jawab dalam sektor pendidikan harus lebih jeli dan cermat dalam memetakan kebutuhan pendidikan.
Ini bukan hanya soal pembangunan fisik seperti gedung sekolah dan fasilitas, tetapi juga menyangkut kualitas guru, kompetensi pengelola pendidikan, serta manajemen anggaran yang efisien.
Jika kebijakan pendidikan tidak didasarkan pada analisis yang mendalam terhadap masalah yang ada, maka hasilnya hanya akan menjadi seremonial yang tidak menyentuh inti permasalahan.
Kompetensi pengelola pendidikan, baik di tingkat pusat maupun daerah, merupakan salah satu aspek yang sering terabaikan.
Banyak pejabat yang memegang posisi penting dalam tanggung jawab pendidikan, tetapi kurang memiliki pemahaman yang memadai mengenai kebutuhan riil di lapangan.
Mereka lebih terfokus pada hal-hal administratif, laporan formal, dan pencapaian target yang telah ditentukan di awal tahun anggaran.
Padahal, di balik meja dan laporan, para guru dan pendidik di lapangan sering kali menghadapi kenyataan yang jauh berbeda.
Mereka berjuang untuk memberikan pendidikan terbaik meskipun sering kekurangan sumber daya, baik itu dalam hal materi ajar, fasilitas, maupun pengembangan profesionalisme mereka.
Pengawasan kompetensi di sektor pendidikan sangat krusial, tetapi kerap kali tidak mendapat perhatian serius dari pejabat yang seharusnya bertanggung jawab.
Banyak pejabat pendidikan yang hanya sibuk dengan seremonial dan kegiatan administratif yang tidak berujung pada perubahan nyata.
Dalam praktiknya, mereka seringkali tidak memiliki pemahaman mendalam tentang tantangan yang dihadapi guru dan siswa di lapangan.
Misalnya, banyak daerah yang meskipun memiliki kebijakan pendidikan inklusif, tidak memiliki guru terlatih yang mampu mengelola kelas inklusif dengan baik.
Pembangunan fisik sekolah yang tampak megah di kota-kota besar juga seringkali tidak diimbangi dengan pengembangan kualitas pengajaran yang efektif di kelas-kelas.
Lebih jauh lagi, banyak pegiat pendidikan yang diam-diam bekerja di belakang, seperti para guru yang berusaha untuk mengajar di bawah tekanan dan dengan sumber daya yang terbatas, atau organisasi non-pemerintah yang berusaha mendampingi sekolah-sekolah dengan program-program pemberdayaan.
Mereka ini, meskipun bekerja tanpa pamrih dan seringkali lebih dekat dengan kebutuhan riil di lapangan, sering tidak mendapat perhatian dari pemerintah, baik dalam hal dukungan kebijakan maupun dukungan sumber daya.
Sebaliknya, banyak program pendidikan yang didorong oleh kebijakan pemerintah lebih banyak berorientasi pada seremonial dan pencapaian angka daripada pada perbaikan kualitas pendidikan yang sesungguhnya.
Misalnya, meskipun ada banyak inisiatif untuk mendigitalkan pendidikan, namun tidak ada upaya konkret untuk melatih guru atau menyediakan perangkat yang memadai di daerah-daerah yang benar-benar membutuhkan.
Pemerintah harus lebih membuka diri terhadap kolaborasi dengan berbagai pihak, terutama mereka yang sudah terbukti berkontribusi secara langsung di sektor pendidikan, meskipun di luar jalur birokrasi yang formal.
Alih-alih hanya mencari pengakuan formal atau prestasi angka, pemerintah perlu mengubah paradigma dan mengakui peran penting yang dimainkan oleh para pendidik yang bekerja dengan ketekunan di lapangan, serta organisasi dan komunitas yang sering kali jauh lebih paham tentang tantangan pendidikan yang sesungguhnya.
Ini bukan sekadar masalah kebijakan atau keputusan politik, tetapi sebuah upaya untuk menciptakan keberlanjutan dan perbaikan nyata dalam sistem pendidikan.
Jika sektor pendidikan benar-benar ingin memajukan pendidikan khususnya di Aceh tercinta ini, maka mereka harus mulai dengan menyusun kebijakan yang lebih berbasis pada data dan laporan nyata, serta mendengarkan lebih banyak suara dari mereka yang terlibat langsung dalam proses pendidikan sehari-hari.
Lebih jauh lagi, ada ketidakseimbangan antara keinginan untuk mengubah dunia pendidikan dengan realita yang dihadapi di lapangan.
Penanggung jawab sektor pendidikan harus menyadari bahwa perubahan yang terjadi harus berbasis pada peningkatan kualitas dari dalam, dengan menilai kompetensi dan kapasitas bukan hanya di kalangan guru, tetapi juga para pengelola pendidikan di tingkat lokal.
Banyak pejabat yang menduduki posisi penting dalam pendidikan belum tentu memiliki pemahaman yang cukup tentang bagaimana meningkatkan kualitas manajemen sekolah serta pembelajaran di sekolah-sekolah.
Oleh karena itu, reformasi pendidikan tidak hanya membutuhkan kebijakan baru, tetapi juga peningkatan kapasitas manajerial dan kompetensi dari mereka yang bertanggung jawab atas pendidikan.
Selama ini, pendidikan yang bergerak di bawah radar, baik itu guru-guru yang bekerja ekstra di luar jam sekolah atau lembaga-lembaga kecil yang mengelola pendidikan dengan sumber daya terbatas, seringkali diabaikan oleh kebijakan yang lebih berfokus pada hal-hal yang lebih terlihat di permukaan.
Mereka yang bekerja keras di tingkat lokal, yang sebenarnya memiliki pengetahuan lebih mendalam tentang tantangan yang dihadapi, jarang mendapatkan dukungan yang memadai.
Sistem yang tidak mendengarkan suara mereka hanya akan memperburuk masalah yang ada.
Untuk itu, sangat penting bagi pemerintah untuk melakukan evaluasi mendalam terhadap kebijakan pendidikan yang telah diterapkan, mengidentifikasi keberhasilan dan kegagalan, serta lebih terbuka dalam berkolaborasi dengan pihak-pihak yang memiliki pengetahuan langsung tentang pendidikan di lapangan.
Pengawasan yang lebih ketat terhadap kompetensi pejabat yang bertanggung jawab dalam sektor pendidikan, serta lebih banyak memberikan dukungan nyata kepada pendidik yang tidak terlihat adalah langkah pertama untuk memperbaiki pendidikan di Indonesia.
Reformasi pendidikan tidak akan tercapai jika kebijakan yang diterapkan hanya sekadar memenuhi target administratif atau seremonial tanpa benar-benar melihat kebutuhan yang ada di lapangan.
Indonesia membutuhkan kebijakan yang lebih progresif, berbasis pada data lapangan, dan lebih banyak mendengarkan suara-suara yang selama ini terabaikan.
Pendidikan adalah investasi untuk masa depan bangsa, dan untuk mencapainya, kita memerlukan kebijakan yang tidak hanya memihak kepada para pemangku kepentingan besar, tetapi juga kepada mereka yang berjuang keras untuk memberikan pendidikan terbaik meskipun dengan segala keterbatasan yang ada. (*)
*) PENULIS adalah Mahasiswa Doctoral Universitas Pendidikan Indonesia.
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Kemudahan Tanpa Tantangan, Jalan Sunyi Menuju Kemunduran Bangsa |
![]() |
---|
Memaknai Kurikulum Cinta dalam Proses Pembelajaran di MTs Harapan Bangsa Aceh Barat |
![]() |
---|
Haul Ke-1 Tu Sop Jeunieb - Warisan Keberanian, Keterbukaan, dan Cinta tak Henti pada Aceh |
![]() |
---|
Bank Syariah Lebih Mahal: Salah Akad atau Salah Praktik? |
![]() |
---|
Ketika Guru Besar Kedokteran Bersatu untuk Indonesia Sehat |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.