Berita Aceh Utara
Hibah untuk Instansi Vertikal Bebani Anggaran dan Rugikan Rakyat, Dosen Unimal: Lemah Fungsi DPRA
Sejak 2017 hingga 2024, berdasarkan data diungkap oleh MaTA bersama LBH Banda Aceh, Pemerintah Aceh telah mengalokasikan Rp 308,3 miliar untuk instans
Penulis: Jafaruddin | Editor: Mursal Ismail
Praktik hibah ini tidak hanya membebani anggaran daerah, tetapi juga membuka celah terjadinya konflik kepentingan antara pemerintah daerah dan instansi vertikal.
Hibah dapat menjadi "alat negosiasi" untuk membungkam atau memengaruhi independensi lembaga penegak hukum.
Fenomena ini tidak hanya merusak profesionalitas lembaga vertikal, tetapi juga memperkuat budaya patronase dan kolusi yang mengorbankan kepentingan rakyat.
Forum komunikasi pimpinan daerah (FORKOPIMDA) yang seharusnya menjadi ruang untuk menyinergikan program demi kepentingan masyarakat, kini berpotensi berubah menjadi forum bagi-bagi anggaran.
Pejabat pemerintah daerah perlu mengingat bahwa dana hibah ini adalah uang rakyat, bukan alat untuk menciptakan hubungan transaksional dengan instansi vertikal.
Baca juga: Sampah Jadi Uang di Lhokseumawe Bakal Jadi Kenyataan, Ini Gebrakan Sayuti Abu Bakar
Pengawasan DPRA lemah
Sebaliknya, instansi vertikal juga seharusnya memiliki keberanian untuk menolak hibah yang berpotensi merusak integritas dan keprofesionalan mereka.
“Yang lebih mencengangkan adalah sikap DPRA yang terkesan diam dan tidak kritis terhadap permasalahan ini.
Padahal, DPRA memiliki peran strategis sebagai lembaga pengawas yang bertanggung jawab untuk memastikan anggaran daerah digunakan sesuai dengan kebutuhan rakyat,” ujar Nazar.
Sikap pasif DPRA kata Dosen Kebijakan Publik, mencerminkan lemahnya fungsi pengawasan dan representasi yang semestinya mereka emban.
DPRA memiliki kewenangan untuk mengevaluasi, menolak, atau bahkan merevisi pengalokasian anggaran yang tidak berpihak pada rakyat.
Namun, dalam kasus ini, mereka tampak lebih memilih "diam seribu bahasa" atau bahkan mungkin menjadi bagian dari persoalan.
Alih-alih berperan sebagai penjaga kepentingan publik, DPRA justru gagal mencegah praktik pemborosan anggaran yang tidak memiliki dampak signifikan bagi masyarakat.
Diamnya DPRA hanya akan memperburuk kondisi dan menciptakan ruang bagi kelanjutan praktik yang tidak adil ini.
Sebagai wakil rakyat, seharusnya mereka menjadi garda terdepan dalam menolak alokasi dana yang tidak mendukung peningkatan kesejahteraan rakyat, khususnya dalam sektor pendidikan dan pelestarian sejarah.
Hakim PN Lhoksukon Tetapkan Jadwal Sidang Kasus Senjata Api, Tiga Masih DPO |
![]() |
---|
Dua Calon Keuchik di Aceh Utara Adu Visi-Misi di Depan Panelis Akademisi dan Praktisi Pemilu |
![]() |
---|
Karang Taruna Aceh Utara Latih Remaja dan Pemuda Putus Sekolah Operasikan Komputer |
![]() |
---|
Polisi Terus Kawal Pembagian Makan Gratis pada Siswa di Aceh Utara |
![]() |
---|
Anggota DPRK Aceh Utara Dirawat di Ruang ICU RSU Cut Meutia Setelah Tabrakan |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.