Opini

Beda Iblis dan Manusia dalam Ilmu dan Amal

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah manusia juga bisa terjerumus dalam kesalahan yang sama? Tulisan ringkas ini akan membahas sekelumit perbedaan men

Editor: Ansari Hasyim
IST
Ketua Umum DPP Ikatan Sarjana Alumni Dayah (ISAD) Aceh, Tgk Mustafa Husen Woyla memberi argumen dalam Kajian Aktual Tastafi Banda Aceh, Sabtu (12/8/2023) 

Oleh: Tgk Mustafa Husen Woyla*)

ILMU adalah cahaya yang menerangi jalan hidup manusia. Dalam Islam, ilmu tidak hanya menjadi sarana untuk memahami dunia, tetapi juga sebagai alat untuk mendekatkan diri kepada Allah. 

Namun, apakah ilmu semata cukup untuk menjadikan seseorang mulia di sisi Allah? Sejarah mencatat ada makhluk yang memiliki ilmu luar biasa, bahkan lebih luas dari manusia, tetapi tetap menjadi makhluk yang terkutuk. 

Ia adalah Iblis. Dalam banyak riwayat, Iblis digambarkan sebagai makhluk yang memiliki pengetahuan luas tentang kitab-kitab Allah, sejarah para nabi, bahkan ibadah. Namun, semua itu tidak menjadikannya mulia, justru ia dikutuk dan dijauhkan dari rahmat Allah.

Mengapa hal ini bisa terjadi? Apakah manusia juga bisa terjerumus dalam kesalahan yang sama? Tulisan ringkas ini akan membahas sekelumit perbedaan mendasar antara Iblis dan manusia dalam aspek ilmu dan amal, serta bagaimana kita bisa mengambil pelajaran dari kisah ini.

Kewajiban Manusia terhadap Ilmu

Dalam kitabnya yang terkenal, Ta'līm al-Muta'allim-Ṭarīq at-Ta'-allum, Syaikh Burhan al-Islam al-Zarnuji menjelaskan bahwa seorang Muslim memiliki tiga kewajiban utama terhadap ilmu: menuntut ilmu, mengamalkannya, dan menyebarkannya. 

Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap Muslim, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa menuntut ilmu itu wajib bagi setiap Muslim. Ilmu tidak hanya untuk dipelajari, tetapi juga harus diamalkan dalam kehidupan sehari-hari. 

Allah berfirman dalam Al-Qur’an, mengapa seseorang mengatakan sesuatu yang tidak ia kerjakan. Setelah menuntut dan mengamalkan ilmu, seseorang juga dianjurkan untuk menyebarkannya kepada orang lain, sebagaimana sabda Rasulullah SAW bahwa seseorang harus menyampaikan ilmu walaupun hanya satu ayat.

Ketiga kewajiban ini menjadi dasar dalam memahami bagaimana seharusnya seorang Muslim memperlakukan ilmu yang ia miliki. Namun, ada satu aspek penting yang membedakan manusia yang berilmu dengan Iblis, yaitu sikap hati dalam menerima dan mengamalkan ilmu.

Iblis, Ahli Ilmu Tanpa Amal dan Tazkiyah

Iblis bukanlah makhluk yang bodoh atau tidak berilmu. Dalam berbagai sumber Islam, Iblis digambarkan sebagai makhluk yang memiliki pengetahuan luas. Jika seseorang bertanya kepadanya tentang Al-Qur’an, ia dapat menjelaskannya dengan sangat rinci karena ia mengetahui kapan ayat itu turun dan dalam konteks apa. 

Jika ditanya tentang hadits, Iblis bisa menerangkan sebab-sebab munculnya hadits tersebut. Bahkan, jika diminta untuk menceritakan kisah para nabi, ia dapat menyampaikannya dengan jelas karena ia telah ada sejak zaman Nabi Adam alaihi salam.

Namun, dengan semua ilmu dan ibadahnya, Iblis tetap menjadi makhluk yang terkutuk. Penyebab utamanya adalah kesombongan. Ketika Allah memerintahkan para malaikat dan Iblis untuk ‘bersujud’ kepada Adam, Iblis menolak dengan angkuh dan berkata bahwa dirinya lebih baik dari Adam, karena diciptakan dari api sementara Adam diciptakan dari tanah.

Inilah akar masalah yang menjadikan Iblis terkutuk. Ia memiliki ilmu, tetapi tidak memiliki ketundukan dan keikhlasan dalam mengamalkannya. Kesombongan telah menutup hatinya dari kebenaran.

Halaman
123
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved