Peran Riva Siahaan dalam Kasus Korupsi Tata Kelola Minyak Rp193,7 T, Pertalite Diubah Jadi Pertamax
Riva ditahan setelah Kejagung menggeledah Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta
SERAMBINEWS.COM - Direktur Utama PT Pertamina Patra Niaga Riva Siahaan ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan terkait kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang PT Pertamina (Persero) periode 2018-2023.
Riva ditahan setelah Kejagung menggeledah Kantor Direktorat Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Jakarta, Senin (10/2/2025).
Direktur Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) Abdul Qohar mengatakan, kasus tersebut berdampak signifikan terhadap keuangan negara dan subsidi energi.
“Beberapa perbuatan melawan hukum tersebut telah mengakibatkan adanya kerugian keuangan negara sekitar Rp 193,7 triliun,” ujar Qohar di Gedung Kejagung, Jakarta dikutip dari Antara Senin (24/2/2025) malam.
Berikut duduk perkara kasus dugaan korupsi tata kelola minyak mentah dan produk kilang selengkapnya.
Bagaimana duduk perkara kasus tata kelola minyak mentah dan produk kilang?
Kasus dugaan korupsi tata kelola minyak terjadi pada 2018-2023 ketika pemenuhan minyak dalam negeri wajib mengutamakan pasokan minyak Bumi dari dalam negeri.
Dalam prosesnya, PT Pertamina (Persero) wajib mencari pasokan minyak Bumi yang berasal dari kontraktor dalam negeri sebelum merencanakan impor minyak Bumi.
Hal itu sesuai dengan Pasal 2 dan 3 Peraturan Menteri ESDM Nomor 42 Tahun 2018 tentang prioritas pemanfaatan minyak Bumi untuk pemenuhan kebutuhan di dalam negeri.
Namun, Riva alias RS bersama Direktur Feedstock dan Product Optimization PT Kilang Pertamina Internasional berinisial SDS dan VP Feedstock Management PT Kilang Pertamina Internasional berinisial AP melakukan pengkondisian dalam rapat optimalisasi hilir.
Hasil rapat tersebut dijadikan sebagai dasar untuk menurunkan produksi kilang supaya produksi minyak Bumi di dalam negeri menjadi tidak terserap secara penuh.
Dari situlah pemenuhan minyak dan produk kilang dijalankan melalui skema impor.
Skema yang dilakukan, ketika produksi minyak sengaja diturunkan maka produksi minyak mentah dalam negeri yang dijalankan Kontraktor Kerja Sama (KKS) sengaja ditolak.
Alasan yang digunakan adalah spesifikasi minyak tidak sesuai dan tidak memenuhi nilai ekonomis.
Dengan skema tersebut, bagian KKS untuk dalam negeri secara otomatis harus diekspor ke luar negeri.
Baca juga: Korupsi Tata Kelola Minyak Mentah Pertamina Rugikan Negara Rp 193,7 Triliun, 7 Tersangka Ditahan
10 Provinsi dengan Kasus Korupsi Tertinggi di Indonesia, Aceh Termasuk? |
![]() |
---|
‘Penjahat Korupsi Lebih Pintar’, KPK Minta Maaf karena Baru 2 Kali OTT Sepanjang 2025: Alami Kendala |
![]() |
---|
Mengejutkan, Radikalisme Menyusup ke Tubuh Negara |
![]() |
---|
10 Provinsi dengan Kasus Korupsi Tertinggi di Indonesia Versi BPS, Ada Daerahmu? |
![]() |
---|
Kasus 27,8 Kg Kokain di Langsa, Polres Serahkan 7 Tersangka dan BB ke Jaksa |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.