Serambi Ramadhan
Jadikan Ramadhan Lebih Bermakna
Puasa mengajarkan kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, rendah hati, dan peduli terhadap sesama. Tgk Akmal Abzal, Dewan Penasihat ISAD
Puasa mengajarkan kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, rendah hati, dan peduli terhadap sesama. Tgk Akmal Abzal, Dewan Penasihat ISAD
SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Bulan Ramadhan selalu dinantikan umat Muslim di seluruh dunia. Selain sebagai bulan penuh berkah, Ramadhan juga menjadi momen untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT melalui ibadah puasa.
Namun, seringkali puasa hanya dimaknai sebagai menahan lapar dan dahaga, tanpa memahami esensi yang lebih dalam. Lantas, bagaimana agar puasa kita tidak hanya menjadi ritual fisik, tetapi juga membawa perubahan positif dalam diri?
Dalam podcast yang diadakan oleh Serambi pada (6/3/2025), dengan judul "Jadikanlah Ramadhan Lebih Bermakna", narasumber Tgk H Akmal Abzal SHI, Dewan Penasihat ISAD (Ikatan Sarjana Alumni Dayah), memberikan pencerahan tentang makna puasa yang sesungguhnya.
Tgk Akmal mengingatkan umat Muslim agar tidak terjebak dalam pemahaman sempit tentang puasa. Mengutip hadis HR An-Nasai dan Ibnu Majah yang berbunyi: “Berapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya selain lapar dan dahaga.” Hadis ini menjadi peringatan keras bagi siapa pun yang berpuasa.
Meskipun seseorang sudah memenuhi rukun dan syarat puasa, seperti menahan diri dari makan, minum, dan hubungan suami-istri dari terbit fajar hingga terbenam matahari, itu belum tentu menjamin seseorang mendapatkan pahala puasa.
Menurut Tgk Akmal, puasa adalah ujian bagi mentalitas. Lebih lanjut ia menjelaskan, puasa seharusnya menjadi sarana untuk mengendalikan seluruh anggota tubuh, termasuk pikiran, mata, telinga, lidah, tangan, kaki, dan hati.
"Jika kita hanya menahan lapar, tetapi masih melakukan ghibah, berbohong, atau melihat hal-hal yang tidak bermanfaat, maka puasa kita bisa sia-sia," ujarnya.
Puasa, menurutnya, adalah proses menempa hati dan pikiran untuk menjauhi kebiasaan buruk yang sering melekat pada manusia. Lapar dan dahaga yang dirasakan seharusnya menjadi alat untuk membentuk karakter yang lebih baik dan bersahaja. "Puasa mengajarkan kita untuk lebih mendekatkan diri kepada Allah, rendah hati, dan peduli terhadap sesama," tambahnya.
Untuk memperkuat pemahaman ini, Tgk Akmal juga menyampaikan sebuah riwayat tentang penciptaan akal dan nafsu. Ketika Allah menciptakan akal. Ia bertanya, “Siapa engkau dan siapa Aku?” Akal dengan penuh keyakinan menjawab, “Engkau adalah Tuhanku, dan aku adalah hamba-Mu.”
Jawaban ini membuat akal ditempatkan di surga. Sementara itu, nafsu yang sombong dan enggan mengakui Tuhan dihukum dalam neraka lapar dan dahaga.
Setelah ratusan tahun, nafsu akhirnya menyerah dan mengakui keberadaan Tuhan. Kisah ini mengajarkan bahwa lapar dan dahaga bisa mengembalikan fitrah manusia untuk menyadari keberadaan Tuhan.
Dalam banyak dimensi, kesombongan sering muncul akibat terbuai oleh kesuksesan, kekayaan, atau jabatan. Namun, saat derita datang, manusia cenderung mengeluh dan mencari Tuhan.
Tgk Akmal menegaskan, bahwa puasa Ramadhan seharusnya menjadi momen untuk menguji dan membentuk karakter seseorang. “Puasa ini benar-benar mengedukasi kita dalam banyak sisi, manfaatnya sangat komprehensif,” ujarnya.
Di akhir tausiyahnya, Tgk Akmal mengajak umat Muslim untuk menjadikan Ramadhan sebagai momentum meraih ketakwaan melalui amalan terbaik. “Gunakan kesempatan ini untuk memulai kembali dengan niat bahwa Ramadhan bukanlah beban yang harus kita pikul, tetapi sebuah ujian sejauh mana kita bertuhan dan mengakui bahwa kita adalah hamba-Nya,” pesan Tgk Akmal.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.