Polri Tindak Tegas Kapolres Ngada Nonaktif AKBP Fajar Widyadharma yang Cabuli Anak di Bawah Umur

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan Polri akan transparan dan akuntabel dalam menangani kasus tersebut.

Editor: Faisal Zamzami
dok. Polres Ngada NTT
NARKOBA - Kapolres Ngada AKBP Fajar Diduga Terlibat Narkoba dan Asusila. 

SERAMBINEWS.COM, JAKARTA - Polri akan menindak tegas Kapolres Ngada nonaktif AKBP Fajar Widyadharma Lukman Sumaatmaja yang saat ini diperiksa Divisi Propam Polri.

Teranyar AKBP Fajar terbukti melakukan tindak pidana perbuatan asusila terhadap tiga anak di bawah umur.

Kadiv Humas Polri Irjen Sandi Nugroho mengatakan Polri akan transparan dan akuntabel dalam menangani kasus tersebut.

 
Menurut Sandi, hasil pemeriksaan hingga saat ini belum rampung.

"Untuk hasil pemeriksaannya masih dalam proses, nanti kita update melalui Propam," kata Sandi kepada wartawan dikutip Rabu (12/3/2025).

"Yang jelas siapa pun itu yang melanggar ketentuan akan kita tindak tegas dan kita tindak," tambahnya.

Bagi anggota yang berprestasi dipastikan akan diberikan promosi jabatan sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. 

Sandi meambahkan bahwa komitmen tersebut berulang kali disampaikan oleh Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo.

 
Dia menekankan agar Polri terbuka untuk dikoreksi dan diawasi sehingga Korps Bhayangkara bisa menjadi lebih baik ke depan dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat.

"Benah-benah Polri ini bukan hanya berhenti di situ saja. Kita seiring dengan perkembangan waktu dan dinamika perkembangan sosial yang ada, kita akan terus berbenah sampai kapanpun agar Polri menjadi lebih baik kepada masyarakat," ungkap jenderal polisi bintang dua itu.

Baca juga: AKBP Fajar Kapolres Ngada Order Bocah Lewat Wanita F, Bayar Rp 3 Juta, Korban Dibawa ke Hotel

Kronologi Kasus Pencabulan oleh Kapolres Ngada

Penyidik Direktorat Reserse dan Kriminal Umum Kepolisian Daerah (Polda) Nusa Tenggara Timur (NTT), mengungkap kasus kekerasan seksual terhadap anak berusia 6 tahun yang dilakukan oleh eks Kepala Kepolisian Resor (Kapolres) Ngada, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Fajar Widyadharma Lukman.

Direktur Reskrimum Polda NTT Komisaris Patar Silalahi mengatakan, setelah pihaknya menerima surat dari Markas Besar Polri, pihaknya langsung memeriksa sejumlah saksi, termasuk AKBP Fajar.

Dari hasil pemeriksaan terhadap sembilan orang saksi, terungkap korban dibawa oleh seorang perempuan berinisial F kepada AKBP Fajar.

Saat itu, Fajar berada dalam salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang.

"Kejadian itu sekitar tanggal 11 Juni 2024 dan benar diduga pelaku (Fajar) memesan kamar dengan identitasnya sendiri," kata Patar kepada sejumlah wartawan di Markas Polda NTT, Selasa (11/3/2025) malam.

Saksi F, lalu membawa anak tersebut ke Fajar yang menanti di salah satu kamar hotel yang ada di Kota Kupang.

Setelah itu, F diberi imbalan sebesar Rp 3 juta.

Sedangkan sang anak tidak dikasih uang. Korban hanya dibawa makan dan bermain-main oleh F.

Sang anak pun kemudian dicabuli Fajar di hotel.

Saat beraksi, Fajar merekam dan menyebarnya ke situs porno Australia.

Otoritas Australia, lalu menyelidiki video itu, ternyata berlokasi di Kota Kupang.

Otoritas Australia kemudian melaporkan ke pemerintah Indonesia hingga kasus ini terbongkar.

"Untuk videonya, dari Polda NTT hanya menerima soft copy dari Mabes Polri," kata Hendry.

Hingga saat ini, Fajar masih diperiksa di Mabes Polri dan kasus ini masih terus berjalan.


Kasus Narkotika
Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma sebelumnya telah menjalani tes urine terkait kasus dugaan narkotika.

Hasilnya, AKBP Fajar dinyatakan positif sabu-sabu.

"Hasil tes urine positif ss (sabu-sabu, red)," kata Kabid Humas Polda Nusa Tenggara Timur (NTT) Kombes Henry Novika kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

Henry tidak menjelaskan lebih lanjut pemeriksaan yang bersangkutan di Propam Polri.

Komisioner Kompolnas Choirul Anam sebelumnya mendorong Kapolres Ngada AKBP Fajar Widyadharma yang diduga terjerat kasus dugaan narkotika dan asusila segera diproses pidana.

"Kami berharap kasus ini langsung lanjut secara simultan ke pidana, satu soal narkobanya dicek apakah betul atau tidak," katanya kepada wartawan, Selasa (4/3/2025).

Yang kedua, sambung dia, kasus kekerasan seksualnya juga diproses.

Kompolnas meyakini Propam Polri mengambil langkah tegas dalam mengusut kasus yang melibatkan anggota Polri.

"Tidak tinggal diam, langsung aktif bergerak terus memproses pelanggaran dan potensi kejahatan yang dilakukan," tambahnya.

Menurutnya, langkah tegas ini penting untuk memastikan bahwa peristiwa serupa tidak berulang kembali. 

"Aksi ini bisa kita sebut sebagai aksi tidak tinggal diam terhadap berbagai pelanggaran yang dilakukan oleh anggota," pungkasnya.

 

Fajar Widyadharma Layak Dihukum Kebiri Kimia

Kasus kekerasan seksual terhadap anak yang melibatkan Kapolres Ngada nonaktif, AKBP Fajar Widyadharma Lukman menuai kecaman dari berbagai pihak termasuk aktivis perempuan. 

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Provinsi NTT, Veronika Ata SH MHum menegaskan, hukuman kebiri kimia pantas diberikan kepada pelaku, sesuai dengan Undang-Undang Perlindungan Anak.

Dalam pernyataannya, Veronika menyebut bahwa kasus ini merupakan bentuk kejahatan luar biasa yang tidak hanya merusak masa depan korban tetapi juga mencederai kepercayaan publik terhadap aparat penegak hukum.

 
“Perbuatan pelaku sangat bejat dan tidak dapat ditoleransi. Kekerasan seksual terhadap anak, apalagi dilakukan oleh aparat kepolisian, adalah bentuk penghancuran moral yang harus mendapat hukuman maksimal,” tegasnya, Selasa (11/3/2025).

Aktivis Perempuan Desak Hukuman Maksimal

Selain LPA NTT, sejumlah aktivis perempuan dan pegiat hak anak juga menyuarakan tuntutan agar aparat penegak hukum memberikan hukuman berat terhadap pelaku.

Direktur Justitia NTT, Mariana Tado, SH, menekankan bahwa kebiri kimia merupakan langkah tegas yang perlu diambil agar menjadi efek jera bagi pelaku kekerasan seksual lainnya.

“Kita tidak bisa membiarkan predator anak berkeliaran tanpa hukuman berat. Undang-Undang No. 17 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak telah mengatur hukuman tambahan berupa kebiri kimia bagi pelaku kekerasan seksual terhadap anak. Ini harus ditegakkan, terutama dalam kasus ini yang begitu mengerikan,” kata Mariana.

 
Mariana menegaskan bahwa kasus ini bukan sekadar pelanggaran hukum biasa, tetapi juga menunjukkan adanya kegagalan dalam pengawasan institusi terhadap perilaku anggotanya.

“Seharusnya ada mekanisme pengawasan yang lebih ketat dalam tubuh Polri agar tidak ada oknum yang menyalahgunakan wewenangnya seperti ini,” tambahnya.

 

Baca juga: Wabup Aceh Besar Serahkan Bantuan Semen dan Ambal untuk Masjid Nurul Huda Blang Bintang

Baca juga: Bayi Baru Lahir atau Keluarga yang Meninggal di Bulan Ramadhan, Apa Wajib Dibayar Zakat Fitrahnya?

Baca juga: Ahok Disebut "Bacot" dan "Pahlawan Kesiangan" di Kasus Korupsi Pertamina, Rapat DPR RI Sempat Panas


Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com 

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved