Feature
UMKM Naik Kelas, Hi BATIK Batik Lokal Motif Aceh yang Makin Dikenal
HIKMAH Muliadi telah memulai bisnisnya sejak 2013. Awalnya dia bekerja di salah satu stasiun televisi swasta di Aceh.
"Ambil risiko, kegagalan adalah batu loncatan menuju kesuksesan". Kutipan Arianna Huffington, penulis dan pengusaha sukses keturunan Yunani-Amerika ini mungkin cocok menggambarkan perjalanan bisnis Hikmah Muliadi (32), owner Hi BATIK, sebuah batik brand batik lokal yang menonjolkan corak ke-Acehan.
HIKMAH Muliadi telah memulai bisnisnya sejak 2013. Awalnya dia bekerja di salah satu stasiun televisi swasta di Aceh. Kebetulan saat itu dia ditugaskan untuk melakukan liputan di Jawa Tengah. Dari situlah dia terinspirasi mengembangkan bisnis batik di Aceh dengan menonjolkan corak ke-Aceh-an sebagai identitasnya.
"Saya heran dan sangat menyayangkan melihat batik Aceh justru diproduksi di sana (Jawa) dan motifnya tidak mencerminkan kebudayaan Aceh sama sekali, hanya batik jawa yang di tambah Pintoe Aceh," katanya kepada Serambi, Rabu (19/3/2025).
Sejak didirikan dengan nama awal Batik Aceh, pihaknya sudah beberapa kali mengalami jatuh bangun. Bahkan sempat mengalami kebangkrutan pada tahun 2015, yang membuat proses produksi batik berhenti selama setahun.
“Karena minimnya pengalaman, saat itu banyak konsumen yang mengambil produk untuk kebutuhan event tertentu tetapi tidak didasarkan pada kontrak kerja, sehingga kami tidak dapat melakukan penagihan lagi atas produk yang telah diambil tersebut yang mencapai ratusan juta rupiah,” ujar Hikmah.
Tekad yang kuat tidak membuatnya patah arang. Tahun 2016, bermodalkan uang hasil penjualan Ninja R, sepeda motor satu-satunya, seharga Rp 7 juta rupiah, Hikmah mencoba bangkit dengan merek yang baru yaitu 'Hi BATIK'.
Hikmah menjelaskan, penamaan Hi BATIK dikarenakan kata 'Hi' merupakan sapaan yang sangat familiar di telinga masyarakat. Penulisan dalam bahasa Inggris dikarenakan 'Hi' juga merupakan kata sapaan dan kata tersebut sangat mudah diingat oleh masyarakat luas. Selain alasan tersebut, pihaknya juga ingin menyapa masyarakat dengan produk yang lebih inovatif dengan mengisyaratkan bahwa mereka masih ada dan ingin menyapa dunia.
Inovasi batik khas Aceh dari Hi BATIK tidak hanya terpaku pada Pintoe Aceh dan Rencong saja, tapi juga banyak corak motif khas Aceh lainnya seperti bungoeng kala, bungoeng jeumpa, gunongan, situs tsunami, motif kopi, ukiran di rumoh Aceh, songket, batik panglima, batik bungong jameun, dan ukiran Aceh lainnya.
Motif-motif ini merupakan hasil serangkaian proses filosofi dan memiliki makna tertentu dibaliknya yang kemudian diaplikasikan pada kain sehingga menjadi kesatuan yang indah. Sejak tahun 2017, setiap desain Hi BATIK selalu didaftarkan pada Hak Kekayaan Intelektual (HaKI). Tujuannya untuk menunjukkan bahwa setiap desain dari Hi BATIK benar-benar orisinal. Pihaknya ingin batik Aceh tidak hilang oleh zaman, tetap lestari dan bisa dibanggakan.
Karena itu, pada tahun tersebut pihaknya mendapatkan penghargaan dari Menteri Koperasi sebagai UMKM yang sadar akan Hak Cipta. Pihaknya juga mendapatkan Sertifikat Merek dan Sertifikat Hak Cipta Gratis sebanyak 24 sertifikat yang difasilitasi oleh Dinas Koperasi dan UKM Aceh.
Menariknya lagi, sejak 2017, Hi BATIK telah menggunakan sistem pembayaran digital dengan metode pembayaran QRIS, dimana saat itu di Aceh belum familiar dengan sistem pembayaran tersebut. Dan pada 2019, pihaknya kembali mendapatkan penghargaan dari Bank Indonesia Kantor Perwakilan Wilayah Aceh sebagai UMKM Go Digital.
Seiring berjalan waktu, Hi BATIK terus melakukan inovasi produk menjadi lebih kreatif dan inovatif. Sejak 2018 mereka mulai melahirkan inovasi baru dengan memanfaatkan limbah kain (kain sisa potongan) untuk dijadikan produk bernilai seperti produk dekorasi dinding, lampu hias, dan produk lainnya. Hi BATIK juga sering mengikuti beberapa business matching bersama buyer dari luar negeri yang meminta produk lokal ramah lingkungan.
Pandemi Covid-19 yang melanda tahun 2019 ternyata juga ikut memukul bisnis Hi BATIK meski tidak sampai gulung tikar. Merosotnya produksi membuat omset merosot mencapai 60 persen, dan memaksa karyawannya pulang kampuung. Mengatasi situasi tersebut untuk menjaga Hi BATIK tetap eksis, Hikmah beker jasama dengan lembaga-lembaga terkait, salah satunya Lapas Perempuan kelas II B Sigli.
"Saat itu kami melatih puluhan warga binaan, ada sekitar 15 orang yang memenuhi standar kami dan menjadi mitra dalam memproduksi batik dari dalam lapas. Bahkan ada 4 orang yang saat sudah selesai masa binaannya tetap ikut kerja bersama kami sekitar 3 tahun sebelum akhirnya mereka membuka usaha sendiri," ujar Hikmah.
Saat ini, produk dari Hi BATIK tidak hanya terpaku pada kain batik saja, tetapi mereka juga telah mengembangkan beberapa produk lain seperti homedecor, lampu hiasan dari pengolahan limbah kain batik, sabun pencuci khusus kain batik, dan juga parfum.
features
UMKM Naik Kelas
CEO Hi Batik Hikmah Muliadi
Showroom Hi Batik
Hi BATIK
Batik Lokal Motif Aceh
Hikmah Muliadi
Seorang Ibu Hamil Bertaruh Nyawa, Grek Sorong Jadi Ambulans Darurat di Aceh Tengah |
![]() |
---|
Hindari Cuaca Buruk, Boat Pukat Karam di Kuala Raja Bireuen |
![]() |
---|
Setelah Delapan Jam, Sang Adik Temukan Mulki Meninggal di Dalam Sumur |
![]() |
---|
Nahkoda Periode 2025-2029, Anis Matta Kembali Tunjuk Sabur sebagai Ketua Partai Gelora Aceh Besar |
![]() |
---|
Disiksa Sesama Aceh di Atas Kapal, Lima Pemuda 9 Jam Berenang di Laut Kepulauan Aru Maluku |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.