Kupi Beungoh
Tariff Trump: ‘Cupo’ Katijah, Lowrence Wong, dan Koji Sato – Bagian I
Trump lah biang keroknya, yang telah mengobarkan perang tarif alias perang dagang.
Oleh: Ahmad Humam Hamid*)
TAK ada peristiwa besar yang mengoncangkan dunia semenjak berakhirnya Perang Dunia II, selain dari fenomena super dahsyat paruh awal abad ke 21 ini.
Adalah Donald Trump, nama populer pada era 2016-2020, periode pertama ia menjabat sebagai presiden AS, dengan kebijakan yang “mengacaukan” AS dan dunia.
Dialah biang keroknya, yang telah mengobarkan perang tarif alias perang dagang.
Setelah dikalahkan Joe Biden pada 2016, Trump terpilih kembali pada akhir tahun lalu, dan kini ia menjabat periode ke II.
Kalaulah seluruh kejadian di dunia dalam hal ekonomi, politik, dan sosial ditamsilkan dalam bentuk fisik bumi, maka apa yang hari ini dia ucapkan dan kerjakan tak lain dari sebuah gempa tektonik panjang.
Bayangkan saja apa yang sedang terjadi hari ini adalah gabungan dua gempa besar dalam sejarah-gempa Valdivian, Peru, Mei 1960 dengan magnitudo 9,5 skala Richter dan gempa tsunami Samudra Hindia 2004 dengan magnitudo 9-1 skala Richter.
Untuk memudahkan imajinasi kita, gempa itu tengah melanda seluruh muka bumi, menimpa siapa saja.
Gempa berlangsung terus menerus, merusak ekonomi, menganggu stabilitas politik, dan sosial.
Kenapa kebijakan tarif Trump dibaratkan sebagai gabungan gempa tektonik Samudra Hindia 2004 dan gempa Valvadian Peru 1960 yang tak berhenti sampai hari ini?
Bagaimanakah gempa itu?
Kejadiannya tanggal 2 April 2025, 72 hari setelah Trump dilantik.
Ia mengumumkan instruksi presiden untuk tarif minimum 10 persen pada semua barang masuk ke AS, berlaku semenjak 5 April 2025.
Trump juga menginstruksikan tarif yang lebih tinggi untuk 57 negara antara 11-50 persen, dimana semua negara kawan atau lawan AS diperlakukan nyaris serupa walau tak sangat sama.
Barang Indonesia yang dikirim ke AS dikenakan bea masuk 32 persen.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.