Kata Ahli Ekonomi Soal Sikap Indonesia Terhadap Keluhan Qris dan GPN Oleh AS: Harusnya Biarkan Saja
Menurut Direktur Center of Economyic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira, kekhawatiran AS terkait penggunaan QRIS dan GPN ini ada kaitannya den
Penulis: Yeni Hardika | Editor: Muhammad Hadi
Penggunaan dua sistem pembayaran AS di Indonesia tersebut dinilai semakin tergerus dengan kehadiran layanan keuangan domestik Indonesia.
"Masalah persaingan usaha saja. Karena sejak adanya QRIS, Indonesia tidak bergantung lagi dengan sistem pembayaran Visa dan Mastercard," ujar Bhima, Senin (21/4/2025) dikutip dari Kompas.com.
Dengan begitu, Bhima mengatakan bahwa tren bisnis kartu kredit diperkirakan akan semakin turun pada tahun ini.
Sikap Indonesia terhadap keluhan AS
Menurut Bhima, Indonesia sebaiknya membiarkan keluhan tersebut dan tetap memajukan peran QRIS.
"Jadi, sikap Indonesia harusnya membiarkan saja. Terus majukan peran QRIS. Jangan semua poin negosiasi AS ditindaklanjuti," kata dia.
Dia menambahkan bahwa pemerintah perlu melihat kepentingan dalam negeri.
Senada dengan Bhima, Ekonom Universitas Paramadina, Wijayanto Samirin berpendapat bahwa tidak semua masukan harus diikuti oleh pemerintah Indonesia.
"Namanya saja negosiasi, pasti mereka memulai dengan high call. Terkait QRIS dan GPN, ini national interest dan national security kita. Indonesia wajib keukeuh," terangnya saat dihubungi secara terpisah, Senin (21/4/2025).
Wijayanto menambahkan bahwa sebagai solusi, Indonesia perlu berbicara dengan negara-negara lain untuk mencari alternatif pasar selain AS.
Baca juga: Inilah Daftar Produk yang Dipertaruhkan AS dan China di Tengah Tarif Brutal Trump!
Dia juga mengingatkan mengenai barang selundupan dan barang palsu yang beredar di Mangga Dua.
"Ini perlu direspons secepatnya. Bukan karena AS, tetapi demi menjaga kepentingan produsen lokal kita. Mayoritas barang palsu itu dari luar negeri yang masuk lewat jalur ilegal," kata dia.
Alasan US khawatirkan GPN dan QRIS
Dilansir dari Kompas.com, Minggu (24/4/2025), penggunaan QRIS dan GPN memaksa penggunaan sistem dalam negeri sehingga dapat menciptakan hambatan pasar bagi penyedia jasa pembayaran dan bank asal AS.
Terkait GPN, Bank Indonesia telah mewajibkan semua transaksi debit dan kredit ritel domestik untuk diproses melalui lembaga switching GPN yang berlisensi oleh BI dan berlokasi di Indonesia.
Peraturan mengenai hal ini temuat dalam Peraturan BI Nomor 19/08/2017.
Sementara itu, dalam Peraturan BI Nomor 19/10/PADG/2017, disebutkan bahwa perusahaan asing yang ingin mengelola transaksi pembayaran dalam negeri di Indonesia tidak bisa berdiri sendiri.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.