Suparta, Terdakwa Kasus Korupsi Timah Rp4,57 Triliun Meninggal di Lapas, Bagaimana Nasib Ganti Rugi?
Suparta merupakan salah satu terdakwa utama dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
SERAMBINEWS.COM - Suparta, terdakwa kasus korupsi pengelolaan tata niaga komoditas timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk. tahun 2015–2022, meninggal dunia.
Suparta diketahui menjabat sebagai Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT).
"Benar (meninggal dunia) atas nama Suparta pada hari Senin tanggal 28 April 2025 sekitar pukul 18.05 WIB di RSUD Cibinong Bogor," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Harli Siregar, saat dikonfirmasi di Jakarta, Senin.
Harli menjelaskan, Suparta mengembuskan napas terakhirnya saat masih menjalani masa penahanan di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Cibinong, Bogor.
Terkait penyebab kematiannya, Harli menyebutkan bahwa pihaknya belum bisa memberikan keterangan pasti.
"Belum ada informasi mengenai penyebab meninggalnya. Mungkin sakit," ujarnya.
Suparta merupakan salah satu terdakwa utama dalam kasus korupsi tata niaga timah di wilayah IUP PT Timah Tbk.
Ia terbukti menerima aliran dana sebesar Rp4,57 triliun dan melakukan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dari dana tersebut.
Atas perbuatannya, Majelis Hakim Pengadilan Tipikor Jakarta sebelumnya menjatuhkan hukuman penjara selama 8 tahun kepada Suparta.
Ia juga didenda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan, serta diwajibkan membayar uang pengganti senilai Rp4,57 triliun, dengan ancaman tambahan hukuman 6 tahun penjara apabila uang pengganti tidak dibayarkan.
Namun, pada Februari 2025, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta mengabulkan permohonan banding dari jaksa penuntut umum dan memperberat hukuman penjara Suparta menjadi 19 tahun.
Sementara itu, pidana denda tetap dipertahankan sebesar Rp1 miliar, dengan ketentuan bahwa jika tidak dibayar, akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.
Untuk pidana tambahan berupa uang pengganti Rp4,57 triliun, masa hukuman pengganti jika tidak dibayar diperberat menjadi 10 tahun penjara.
Setelah vonis banding dijatuhkan, Suparta diketahui mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hal ini turut dibenarkan oleh Kapuspenkum Harli Siregar.
Baca juga: Nasib Pegawai PT Timah yang Ejek Honorer Antre BPJS Kesehatan, Manajemen PT Timah Jatuhkan Sanksi
Lalu bagaimana nasib pembayaran uang pengganti tersebut usai Suparta meninggal dunia?
Terkait hal itu, Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung (Kejagung), Harli Siregar menjelaskan, nantinya jaksa penuntut umum (JPU) akan menyerahkan berita acara persidangan terdakwa ke jaksa pengacara negara.
Hal itu dilakukan juga dilakukannya gugatan secara perdata dalam rangka pengembalian kerugian keuangan negara dari tindak pidana korupsi.
Harli menuturkan, langkah tersebut berdasarkan Pasal 34 Undang-undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999.
Gugatan perdata tersebut, lanjut ia, nantinya akan diarahkan kepada ahli waris Suparta.
“Diarahkan ke ahli waris. Di aturannya seperti itu," ujarnya.
Meski demikian, ia menuturkan hal tersebut akan dikaji terlebih dahulu oleh JPU.
"Tapi nanti bagaimana prosesnya, kita mulai dulu bagaimana sikap dari penuntut umum akan dikaji dulu,” tegasnya, dikutip dari Antara.
Dalam kesempatan itu, ia juga membeberkan ihwal nasib kasus tersebut usai Suparta meninggal dunia, yakni status pidana yang bersangkutan akan gugur.
Diberitakan sebelumnya, Suparta oleh Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat divonis 8 tahun penjara.
Selain hukuman penjara, Suparta juga dijatuhi denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan penjara, serta membebankan berupa kewajiban membayar uang pengganti sebesar Rp4,5 triliun subsider 6 tahun penjara.
Pada Februari 2025, vonis pidana penjara Suparta diperberat oleh Majelis Hakim Pengadilan Tinggi DKI Jakarta, menjadi 19 tahun.
Suparta juga dihukum membayar denda sebesar Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan serta uang pengganti sejumlah Rp4,57 triliun subsider 10 tahun penjara.
Kasus hukum Suparta pun belum memperoleh kekuatan hukum tetap atau inkrah, pasalnya sebelum meninggal yang bersangkutan sempat mengajukan kasasi di Mahkamah Agung (MA).
Baca juga: Israel Bebaskan Assad al-Nassasra Paramedis Palestina Usai 15 Rekannya Tewas Dibantai Zionis di Gaza
Baca juga: Lisa Mariana Siap Gugat Perdata Ridwan Kamil ke Pengadilan, Ingin Perjuangkan Hak Anaknya
Baca juga: Tokoh Gayo Sebut Dana Otsus Memunculkan Kesenjangan Daerah, Pemekaran Adalah Solusinya
Artikel ini telah tayang di Kompas.com
Kepala dan Sekretaris Inspektorat Aceh Besar Jadi Tersangka Dugaan Korupsi SPPD, Langsung Ditahan |
![]() |
---|
BREAKING NEWS - Kepala Inspektorat Aceh Besar Tersangka Dugaan Korupsi SPPD, Ditahan di Rutan Jantho |
![]() |
---|
VIDEO - Polri Resmi Ajukan Red Notice ke Interpol Lyon Terkait Riza Chalid |
![]() |
---|
Penyidik Serahkan Pasutri ke Jaksa Terlibat Korupsi Bundesma |
![]() |
---|
Rugikan Negara Rp 1 Triliun, KPK Panggil Dirut Taspen sebagai Saksi Kasus Dugaan Investasi Fiktif |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.