Kupi Beungoh
Ancaman Bom Sisa Perang Aceh
Bom militer buatan Rusia yang ditemukan itu adalah jenis proyektil aktif peninggalan era perang kolonial atau pupoler disebut juga Explosive Remnants
Kebijakan ini pada akhirnya diamini oleh Kepolisian Daerah (Polda) Aceh dengan membuka hotline boms dengan turut membentuk Satuan Tugas Penjinak Bom (Satgas BOM) pada Satuan Brimob.
Walaupun banyak kalangan menilai bahwa kebijakan-kebijakan tersebut masih belum bersifat permanen, melainkan sebatas kebijakan temporer (by accident), yang diilustrasikan seperti kerja pemadam kebakaran dalam memadamkan api.
Adapun tragedi-tragedi mengerikan akibat ledakan ranjau darat di Indonesia khususnya di Aceh belum sebanding dengan kasus-kasus yang terjadi di negara-negara lain seperti Palestina, Vietnam, Sri Lanka, Kamboja, Sierra Lone, Irlandia Utara dan disejumlah negara bekas konflik bersenjata lainnya.
Namun persoalan ini tidak boleh dipandang sebelah mata, sebab apabila tidak segera ditanggulangi, masalah ini akan memakan korban yang lebih banyak, dan persoalan-persoalan seperti ini lambat laun juga dapat memuncak.
Hingga berujung kepada munculnya permasalahan baru akibat perilaku ketidakpatuhan publik pada hukum (public disobeyance), yang akhirnya mengarah pada tindakan anarkhis dan mengganggu stabilitas perdamaian yang sudah berjalan selama ini.
Baca juga: Bom Militer Buatan Rusia Ditemukan di Lhoknga Aceh Besar, Dimusnahkan Tim Jibom Gegana Polda Aceh
Maka dari itu, segala macam persoalan kemanusiaan yang muncul di masa konflik maupun pasca konflik sepatutnya mendapat perhatian dari kita semua.
Oleh karena permasalahan yang dihadapi masyarakat Aceh hari ini harus teridentifikasi secara komprehensif. Setiap persoalan yang dihadapi perlu dicarikan solusi, diiringi dengan kebijakan yang memenuhi rasa keadilan masyarakat.
Mengingat Aceh tergolong rawan dengan keberadaan ranjau berupa bom atau alat-alat peledak sisa konflik.
Uraian di atas merupakan catatan kritis mengenai ancaman ranjau disekitar kita. Dimana keberadaannya tidak pernah tercatat dan dipetakan (mapping), apalagi diyakini benda mematikan tersebut tersebar secara merata diseluruh wilayah Aceh.
Tanpa kepedulian maka keberadaan alat-alat peledak sisa konflik tersebut akan menjadi bom waktu bagi siapapun kita yang berdomisili di Serambi Mekkah.
Adapun mengenai fakta-fakta sebagaimana telah diungkap merupakan fokus kajian penulis sejak tahun 2006 sampai dengan saat ini.(*) Email penulis: heikal1985@gmail.com.
*) PENULIS adalah Sekretaris Majelis Hukum & HAM PW Muhammadiyah Aceh)
KUPI BEUNGOH adalah rubrik opini pembaca Serambinews.com. Setiap artikel menjadi tanggung jawab penulis.
Baca Artikel KUPI BEUNGOH Lainnya di SINI
Untuk Tiga Perempuan Seniman Aceh: Benarkah Aturan Jilbab Syariat Islam Merendahkan Perempuan? |
![]() |
---|
Mengapa Mendirikan Fakultas Kedokteran di UTU? |
![]() |
---|
Prof Jarjani Usman: Representasi Gen X yang Optimistis dan Anti FOMO |
![]() |
---|
MIGAS Mengalir ke Medan, Kemiskinan Mengendap di Aceh |
![]() |
---|
CSR: Tanggung Jawab Korporasi Bukan Sekedar Derma |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.