Dema Fisip UIN Ajak Semua Pihak Hentikan Normalisasi Pelecehan Seksual
Dwi Anggrainy Surah menekankan tentang betapa mendesaknya isu, terutama melihat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Aceh.
SERAMBINEW.COM - Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Pemerintahan (Fisip) UIN Ar-Raniry mengajak seluruh elemen mahasiswa dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya pelecehan seksual.
Kampanye ini dilanjutkan dengan penyebaran poster di tiga titik strategis, yaitu: JF Kupi, Loem Coffee, dan Lampu Merah USK (Universitas Syiah Kuala).
Ketua Divisi Pemberdayaan Perempuan DEMA FISIP UIN Ar-Raniry, Dwi Anggrainy Surah, menegaskan pentingnya menghentikan normalisasi pelecehan seksual, baik secara verbal maupun nonverbal.
"Setiap orang berhak merasa aman dan dihargai di manapun dan kapan pun," katanya.
Deklarasi ini diadakan di lingkungan Fisip UIN Ar-Raniry, dan dilanjutkan dengan kampanye pada sorenya, pukul 16.00 Wib, di lokasi-lokasi yang telah disebutkan.
Dwi Anggrainy Surah menekankan tentang betapa mendesaknya isu, terutama melihat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di Aceh.
Beberapa contoh disebutkannya, seperti di Kabupaten Nagan Raya, dimana seorang pimpinan pesantren diduga melecehkan santriwati dan mengancam mereka agar tidak melaporkan kejadian tersebut.
Baca juga: Atas Dugaan Perbuatan Asusila, Warga Desak Bupati Aceh Tengah Copot Reje Serule
Baca juga: Selama Operasi Pekat Seulawah 2025, Polda Aceh Ciduk 62 Preman
Kasus ini sebut Dwi Anggrainy, menunjukkan betapa rentannya posisi santriwati di bawah kekuasaan seorang pimpinan, yang seharusnya melindungi mereka.
Berikutnya di Lhokseumawe, dimana seorang bos sayur mencabuli pekerjanya hingga mengakibatkan kehamilan. Tragisnya, anak yang lahir dari kejadian ini meninggal dunia, dan pelaku kini telah dijatuhi hukuman penjara.
"Kasus ini menggambarkan eksploitasi yang dialami pekerja, terutama perempuan, dalam konteks pekerjaan yang tidak aman," timpalnya.
Lalu kasus di Banda Aceh, yang juga dialamai seorang santriwati yang diduga disekap selama berhari-hari dan mengalami tindakan sodomi.
"Kasus ini menunjukkan bahaya yang dihadapi oleh perempuan muda dalam lingkungan yang seharusnya aman, namun malah menjadi lokasi kekerasan seksual," ucapnya.
Demikian juga kasus di Kabupaten Pidie, dimana seorang pria ditangkap setelah diduga merudapaksa anak tirinya hingga 15 kali, dengan kejadian berlangsung sejak tahun 2022.
Tindakan ini kata Dwi Anggrainy, menunjukkan adanya kejahatan seksual yang sistematis di dalam keluarga, yang seharusnya menjadi tempat paling aman bagi anak-anak.
Baca juga: Satpol PP Banda Aceh dan BNN Kota Periksa Urine Pekerja Terapis Pijat Refleksi
Baca juga: Dekan FAH UIN Ar-Raniry Ingatkan Lulusan Jadi Penjaga Etika di Era Digital
"Dengan melihat banyaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi, kami mengajak seluruh lembaga, elemen mahasiswa, dan masyarakat untuk bersama-sama mencegah terjadinya pelecehan seksual,"
"Baik di kampus maupun di luar kampus. Mari kita ciptakan lingkungan yang aman dan saling menghargai," tutupnya.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.