Jurnalisme Warga

Mewanginya Nilam Aceh Selatan

Sepanjang perjalanan tersaji pemandangan yang sangat indah. Panorama Gunung Geurutee dengan keindahan Samudra Hindia sangat memanjakan mata hingga mem

Editor: mufti
For Serambinews.com
JON DARMAWAN, M.Pd., Pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh, Pemuda ICMI Aceh, dan Mahasiswa Program Doktor Teknologi Pendidikan Unimed, melaporkan dari Tapaktuan, Aceh Selatan 

JON DARMAWAN, M.Pd., Pengurus Ikatan Guru Indonesia (IGI) Aceh, Pemuda ICMI Aceh, dan Mahasiswa Program Doktor Teknologi Pendidikan Unimed, melaporkan dari Tapaktuan, Aceh Selatan

Momen libur Idulfitri 1446 H yang lalu saya manfaatkan untuk mudik dari Kota Lhokseumawe ke kampung halaman saya di Gampong Krueng Batu, Kecamatan Kluet Utara, Kabupaten Aceh Selatan.

Sepanjang perjalanan tersaji pemandangan yang sangat indah. Panorama Gunung Geurutee dengan keindahan Samudra Hindia sangat memanjakan mata hingga memasuki kawasan Kluet, Aceh Selatan.

Saat memasuki Kabupaten Aceh Selatan, biasanya kita akan melihat hamparan kebun pala. Kebun pala ini ditemukan dengan mudah di sepanjang jalan, termasuk di lereng gunung. Akan tetapi, kali ini terdapat tambahan pemandangan lain, yakni hamparan kebun nilam yang menghijau.

Nilam (Pogostemon cablin) merupakan tanaman penghasil minyak atsiri yang dikenal luas karena aromanya yang khas dan manfaatnya dalam industri parfum, kosmetik, aromaterapi, maupun farmasi.

Tanaman ini termasuk dalam keluarga Lamiaceae dan tumbuh baik di daerah tropis seperti Indonesia, terutama di wilayah Aceh, Sumatera Utara, dan Sulawesi.

Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak nilam dunia, dengan Aceh sebagai salah satu penghasil terbesar. Minyak nilam Indonesia sangat dihargai di pasar internasional karena kualitasnya yang tinggi. Aceh sudah dikenal sebagai penghasil utama nilam di Nusantara sejak zaman kolonial Belanda. Kualitas minyak nilam Aceh merupakan salah satu yang terbaik di dunia.

Sekitar tahun 1998, saya pernah menanam nilam di atas gunung dengan waktu perjalanan pendakian sekitar dua jam. Saat itu, gairah petani menanam nilam sangat besar. Hal ini tidak lepas dari harga minyak nilam yang mencapai Rp 1,5 juta per kilogram (kg).

Akan tetapi, setahun kemudian harga minyak nilam anjlok sehingga gairah petani untuk menanam nilam pun kembali padam.

Saat ini, harga minyak nilam kembali membaik. Ketika reportase ini ditulis, harga minyak nilam di Aceh Selatan sekitar Rp 1,2 juta per kg. Harga ini membuat petani kembali bergairah untuk menanam nilam. Hal ini terlihat dari mulai menghilangnya lahan-lahan tidur di Aceh Selatan. Kebun-kebun petani kembali menghijau oleh tanaman nilam.

Saya menyaksikan sendiri beberapa kebun warga yang selama ini ditanami pala, mulai dipenuhi tanaman nilam. Pohon-pohon kelapa yang sudah tua dan tidak produktif pun sudah ditebang. Lahan-lahan tersebut ditanami nilam. Demikian juga dengan pohon-pohon pala yang sudah menua. Mayoritas warga Aceh Selatan, terutama di wilayah Kluet, menanam nilam.

Nilam merupakan penghasil minyak atsiri. Minyak atsiri yang dihasilkan dari tanaman nilam disebut minyak nilam atau patchouli oil. Minyak ini diekstrak, terutama dari daun nilam yang telah dikeringkan, melalui proses distilasi uap (steam distillation).

Minyak nilam sangat bernilai tinggi karena sifatnya yang memiliki aroma tahan lama dan khas (hangat, kayu, dan sedikit manis), bersifat fiksatif dalam parfum, yaitu membuat aroma parfum bertahan lebih lama, digunakan dalam aromaterapi karena efek menenangkan dan antistres, dan memiliki sifat antibakteri, antijamur, dan antiinflamasi.

Entaskan kemiskinan

Koperasi Produsen Nilam Aceh Selatan (Kinas) yang saat ini diketuai Mukhsin Rimeh merupakan salah satu koperasi yang fokus pada peningkatan produktivitas nilam di Aceh Selatan.

Menurut Mukhsin, tanaman nilam dibudidayakan di seluruh kecamatan di Aceh Selatan (18 kecamatan). Wilayah produksi tanaman nilam terbesar adalah Kluet Raya. Sedangkan di wilayah Kluet Raya sendiri, tanaman nilam terluas terdapat di Kecamatan Kluet Tengah.

Mukhsin berpendapat bahwa nilam merupakan salah satu komoditas unggulan Aceh Selatan yang dapat mengentaskan kemiskinan. Terdapat beberapa alasan, di antaranya, nilam memiliki nilai ekonomi yang tinggi, baik di pasar nasional maupun internasional. Tingginya nilai ekonomi ini membuat gairah petani untuk menanam nilam sangat tingggi.

Kedua, nilam ditanam oleh petani secara perseorangan atau berkelompok, bukan korporasi. Hal ini memungkinkan petani menikmati langsung harga nilam yang semakin membaik.

Ketiga, menanam nilam tidak harus memiliki lahan luas. Petani yang memiliki lahan sempit juga dapat menanam nilam. Nilam bahkan dapat ditumpangsarikan dengan tanaman pala maupun kakao. Penangkaran bibit dan cara tanam tidak ribet. Pemeliharaan nilam juga tergolong mudah sehingga petani dapat mengalihkan pada pekerjaan lain sambil menunggu masa panen.

Keempat, umur panen nilam relatif singkat, yakni 6–8 bulan. Hal ini memungkin petani dapat memperoleh hasil lebih cepat.

Kelima, peluang industri hilirisasi. Masyarakat dapat mengembangkan usaha kecil produk turunan nilam seperti parfum, sabun, aromaterapi, dan produk turunan lainnya. Hal ini tentu dapat menciptakan lapangan kerja lokal dan meningkatkan nilai tambah.

Mukhsin menambahkan bahwa Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Aceh Selatan harus fokus pada komoditas unggulan untuk mengentaskan kemiskinan. Nilam dapat pula dijadikan fokus utama Pemkab Aceh Selatan dalam menyejahterakan rakyat.

Sebagai salah satu daerah sentra nilam terbaik di Indonesia, Aceh Selatan memiliki peluang emas untuk menjadikan komoditas ini sebagai motor pengentasan kemiskinan.

Agar potensi ini bisa dieksplorasi secara optimal, pemerintah daerah dapat melakukan berbagai langkah strategis dan kolaboratif, baik dari hulu maupun ke hilir.

Langkah strategis dan kolaboratif yang dapat dilakukan, di antaranya, penguatan petani nilam. Penguatan petani nilam dapat dilakukan dengan memberikan pelatihan dan penyuluhan terkait budi daya nilam berstandar mutu tinggi, termasuk pascapanen, penyediaan bibit unggul, akses permodalan melalui kredit mikro atau bantuan modal untuk petani.

Kedua, revitalisasi dan pembangunan rumah penyulingan modern berbasis teknologi tepat guna untuk efisiensi dan peningkatan mutu minyak nilam. Hal ini penting untuk menghasilkan minyak nilam berkualitas tinggi.

Ketiga, fasilitasi UMKM untuk membuat produk turunan nilam bernilai ekonomi seperti parfum, sabun, aromaterapi, lilin arora, skincare herbal, hair tonic, maupun produk turunan lainnya. Produk-produk ini dapat dipromosikan melalui pameran, media sosial, marketplace, maupun festival nilam yang sangat mungkin dilakukan pemerintah daerah.

Keempat, kemitraan strategis. Pemerintah daerah dapat menjalin kerja sama dengan para eksportir, pelaku industri parfum, maupun investor untuk pemasaran nilam. Selain itu, juga dapat melakukan MoU dengan pembeli (buyer) internasional melalui ‘event’ perdagangan atau diplomasi ekonomi.

Kelima, fasilitasi pemenuhan standar sertifikasi internasional seperti ISO mapun COSMOS agar produk hilirisasi dapat menembus pasar global.

Komoditas unggulan ini diharapkan terus mewangi sepanjang masa. Stabilitas harga merupakan harapan semua petani nilam agar gairah mereka terus membara dalam melakukan budi daya nilam.

Oleh karena itu, dibutuhkan campur tangan pemerintah agar stabilitas harga nilam terus membaik. Minyak nilam pernah menyentuh harga Rp2 juta per kg pada Januari 2025. Kini harganya turun pada kisaran Rp1,2 juta per kg. Harga ini masih menggairahkan petani. Stabilitas harga agar tetap pada kisaran Rp1,2 juta atau lebih tinggi tentu sangat diharapkan petani nilam. Semoga harga minyak nilam terus mewangi.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved