Berita Lhokseumawe
Dosen KPI UIN SUNA Lhokseumawe jadi Speaker Konferensi Internasional Brunei Darussalam
Pelabelan terhadap tradisi tersebut merupakan bentuk simbolisasi kekuasaan religius dalam menjaga otoritas moral atas masyarakat.
Penulis: Jafaruddin | Editor: Nur Nihayati
Pelabelan terhadap tradisi tersebut merupakan bentuk simbolisasi kekuasaan religius dalam menjaga otoritas moral atas masyarakat.
Laporan Jafaruddin I Lhokseumawe
SERAMBINEWS.COM,LHOKSEUMAWE – Dosen Komunikasi Penyiaran Islam Universitas Islam Negeri Sultanah Nahrasiyah (UIN SUNA) Lhokseumawe, tampil sebagai pembicara di Brunei Darussalam pada Konferensi Internasional, pada 3 - 4 Juni 2025.
Acara bertajuk Mazhab Shafii in the Digital Era: Relevance and Challenge, digelar di International Convention Centre Bandar Seri Begawan, dibuka oleh Putra Mahkota Brunei Pangeran Al-Muhtadee Billah.
Seminar tersebut dihadiri oleh ratusan ilmuwan dari Asia Tenggara dan Timur Tengah yang konsen meneliti pemikiran bercorak Imam Syafi’i.
Baca juga: SLB Negeri Aneuk Nanggroe Lhokseumawe Borong Juara di LKS Disabilitas Wilayah III
Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah UIN SUNA Lhokseumawe, Dr Rizqi Wahyudi, MKomI, dalam siaran pers yang diterima Serambinews.com, Rabu (18/6/2025), mengatakan bahwa dosen KPI UIN Suna memiliki kompetensi untuk bersaing secara internasional.
Salah satu misalnya, Abdul Mugni yang lulus mewakili UIN Sultanah Nahrasiyah untuk mengikuti konferensi Internasional.
Abdul Mugni terpilih untuk presentasi setelah melalui tahapan dan proses seleksi Artikel Ilmiah yang ketat.
Adapun judul penelitian yang disubmit adalah Labelling in the prohibition of Dike Situk in Acheh.
Berdasarkan hasil diskusi dengan Dr Abdul Mugni, MA, disebutkan bahwa presentasi ini mendapat tanggapan serius dari peserta forum.
Tema yang diangkat menarik dan terkesan kontradiktif, dimana tradisi Diké Situek ini perkenalkan oleh ulama bermazhab syafii dan mendapat pelarangan justru dari otoritas dayah yang juga menganut mazhab syafii.
Dalam paparannya Abdul Mugni yang juga dikenal sebagai Sosiolog Agama pada UIN SUNA menjelaskan Pelarangan terhadap tradisi Diké Situek oleh otoritas dayah di Aceh tidak bisa dilepaskan dari logika kekuasaan yang mengiringinya.
Pelabelan terhadap tradisi tersebut merupakan bentuk simbolisasi kekuasaan religius dalam menjaga otoritas moral atas masyarakat.
Dalam konteks ini, pelabelan bukanlah sekadar respons terhadap penyimpangan normatif, tetapi juga strategi kontrol sosial dan konsolidasi kuasa politik berbasis agama.
Pada statemen penutup Ia menjelaskan pelarangan diké Situk merupakan proses dekulturalisasi berbasis politik simbolik, di mana budaya lokal yang tidak sesuai dengan konfigurasi kekuasaan dominan disingkirkan secara sistematis melalui dalih keagamaan.
Dugaan Korupsi di KEK Arun, Jaksa Sita Sejumlah Aset PT Patna, Termasuk Uang |
![]() |
---|
Mubadala Energy Paparkan Rencana Kerja Strategis bersama Pemko Lhokseumawe dan SKK Migas |
![]() |
---|
Wakil Wali Kota Sebut Angka Stunting di Lhokseumawe Turun, Ini Datanya |
![]() |
---|
Dandenpom IM/1 Sertijab Tiga Dansubdenpom dan Pelepasan Satu Perwira |
![]() |
---|
Jelang Maulid, Pemko Lhokseumawe Gelar Pasar Murah 8 Hari, Cek Jadwal dan Lokasinya |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.