Breaking News

Kupiah Meukeutop Aceh, Warisan Leluhur yang Kian Populer, Tapi Terancam Gempuran Produk Massal

Prosesnya panjang dan penuh aturan. Motif-motif yang dijahit pada kain juga memiliki makna mendalam dan tak bisa sembarangan ditiru. 

Penulis: Yeni Hardika | Editor: Agus Ramadhan
SERAMBINEWS.COM/FIRDHA USTIN
KUPIAH MEUKEUTOP - Kupiah Meukeutop hasil buatan tangan para perajin di Gampoeng Garoet Cut, Kec. Indra Jaya, Kabupaten Pidie. 

Sayangnya, pemahaman ini sering diabaikan dalam versi produksi massal yang kini banyak beredar di pasaran.

Baca juga: Kupiah Riman Souvenir Khas Pidie Ikut Meriahkan PKA-8, Dipakai Pj Gubernur Aceh

Tradisi dikalahkan oleh harga

Di tengah sorak-sorai modernitas, kupiah meukeutop kini harus berjuang mempertahankan makna. 

Ia masih ada, masih dikenakan, bahkan kian populer. 

Baik kupiah meukeutop maupun kupiah syam, kini banyak dikenakan di berbagai acara resmi dan sakral, menjadi buah tangan khas Aceh, bahkan tampil dalam hajatan nasional. 

Tapi di balik popularitas itu, diam-diam tradisi menjahitnya mulai pudar.

Produksi industri hadir menawarkan versi serupa, lebih cepat dibuat, dijual dengan harga murah, dan mudah dijangkau oleh masyarakat.

Persaingan harga ini jelas tak sebanding. Kupiah tradisional yang membutuhkan waktu berhari-hari untuk selesai tentu tidak bisa dibanderol murah. 

Akibatnya, para perajin tradisional kesulitan menjual hasil kerajinan mereka, bahkan tak jarang harus menghentikan produksi karena tak ada pembeli.

"Karena proses pembuatannya manual butuh waktu lama, perajin hanya bisa mendapatkan hasil di momen tertentu, kalua ada permintaan dari pemerintah," kata Diana.

"Kalau untuk keseharian, kadang perajin menjual satu. Itu dijual ke penampung seperti souvenir, yang saya rasa lebih banyak untung pihak penampung dari perajin," tambahnya. 

Diana mengungkapkan, sering kali perajin yang terdesak ekonomi terpaksa harus menjual murah hasil karya mereka ke penampung.

Sementara penampung kemudian menjualnya dengan harga tinggi.

Namun persoalan harga juga menjadi dilema apabila perajin memberikan nilai yang tinggi kepada para penampung.

Sebab, penampung juga akan mengambil keuntungan, sehingga harga kupiah meukeutop yang dijangkau oleh masyarakat menjadi semakin tinggi.

"Saya rasa Rp350.000 layak dijual ke penampung, karena produksinya lama, kerja tim dan manual," tutur Diana.

Halaman 3/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved