Luar Negeri

AS Resmi Cabut Sanksi Ekonomi Suriah Usai Trump Teken Perintah Eksekutif, Akhir Penantian 21 Tahun

Donald Trump pada Senin (30/6/2025) menandatangani perintah eksekutif yang mencabut sebagian besar sanksi terhadap Suriah.

Editor: Faisal Zamzami
Suadi Royal Palace
AS CABUT SANKSI SURIAH - Presiden AS Donald Trump dan Presiden Suriah Ahmed Al-Sharaa berjabat tangan di Riyadh, Arab Saudi, Rabu (14/5/2025). 

SERAMBINEWS.COM, WASHINGTON DC –  Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menandatangani perintah eksekutif untuk mengakhiri sebagain besar sanksi ekonomi terhadap Suriah

Pencabutan sanksi ini dilakukan Trump usai berjanji kepada presiden interim Suriah, Ahmad Al-Sharaa di Arab Saudi pada Mei 2025 lalu.

Langkah ini dipandang sebagai upaya membuka kembali pintu investasi ke negara tersebut, lebih dari enam bulan setelah lengsernya Presiden Bashar Al Assad.

Dalam pernyataan resmi, Departemen Keuangan AS menyebutkan bahwa perintah tersebut memberikan keringanan sanksi kepada sejumlah entitas yang dinilai penting bagi pembangunan kembali Suriah, termasuk operasional pemerintah baru dan pemulihan tatanan sosial.

Sekretaris pers Gedung Putih, Karoline Leavitt menyebut pencabutan sanksi ini bertujuan untuk "mempromoiskan dan mendukung langkah negara tersebut (Suirah) menuju stabilitas dan perdamaian."

Kendati demikian, kebijakan ini tidak mencakup sanksi terhadap mantan presiden Suriah, Bashar Al-Assad serta keluarganya. 

AS juga mempertahankan sanksi untuk pejabat-pejabat Suriah yang diduga terlibat perdagangan narkoba dan pengembangan senjata kimia.

Washington juga tidak mencabut larangan bagi entitas bisnis untuk bekerja sama dengan militer, intelijen, atau institusi tertentu di Suriah.

Plt. wakil menteri keuangan AS bidang intelijen finansial dan terorisme, Brad Smith menyebut pencabutan sanksi dilakukan untuk mengakhiri isolasi ekonomi negara Timur Tengah tersebut.

"(Pencabutan sanksi bertujuan) mengakhiri isolasi negara itu dari sistem keuangan global, meletakkan dasar untuk perdagangan global dan menggalang investasi dari tetangga di kawasan, juga dari Amerika Serikat," kata Brad Smith dikutip Associated Press, Senin (30/6/2025).

Pemerintah AS diketahui mulai meringankan sanksi terhadap Suriah usai Trump bertemu Ahmad Al-Sharaa di Riyadh pada 14 Mei 2025. 

Dalam kesempatan tersebut, Trump berjanji akan mencabut sanksi terhadap Suriah yang menderita akibat perang saudara selama 13 tahun.

Langkah AS pun dilaporkan diikuti Uni Eropa yang mencabut hampir seluruh sanksi terhadap Suriah

Namun, AS dilaporkan masih menetapkan Suriah sebagai "negara sponsor teroris" dan kelompok Hayat Tahrir Al-Sham (HTS) pimpinan Al-Sharaa sebagai organisasi teroris.

Suriah dijerat sanksi keuangan AS sejak 2004, sebelum pecahnya perang saudara pada 2011.

Sanksi ini semakin diperluas setelah munculnya laporan pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan oleh pemerintahan Assad.

 Menteri Luar Negeri dan Ekspatriat Suriah, Asaad Hassan Al Shaibani, menyambut baik langkah Washington.

Dalam pernyataan yang diunggah di platform X, ia menyebut keputusan itu sebagai “awal dari pembangunan kembali yang telah lama dinantikan.”

“Ini akan menghilangkan hambatan terhadap pemulihan ekonomi dan membuka negara itu bagi masyarakat internasional,” ujar Al Shaibani, dikutip dari Al Jazeera.

 

Baca juga: Trump Cabut Sanksi Suriah, Buka Peluang Investasi dan Rekonstruksi Pascapenggulingan Assad

Dekrit Trump dan implikasi politik
 

Dalam kunjungannya ke Timur Tengah pada Mei 2025, Trump menjanjikan keringanan sanksi bagi Suriah

Ia menegaskan komitmen AS untuk mendukung stabilitas di kawasan. 

“Amerika Serikat berkomitmen untuk mendukung Suriah yang stabil, bersatu, dan damai dengan dirinya sendiri dan negara-negara tetangganya,” kata Trump dalam pernyataannya pada Senin waktu setempat.

Ia menambahkan, Suriah yang bersatu dan aman bagi semua kelompok agama serta etnis akan memperkuat keamanan dan kemakmuran regional.

Reporter Al Jazeera, Mike Hanna, melaporkan dari Washington DC bahwa keringanan sanksi tersebut bersifat luas. 

Ia menyebut langkah ini sinyal besar bagi pembangunan kembali Suriah.

Baca juga: Hubungan Suriah-AS Makin Mesra, Trump Akhiri Program Sanksi AS terhadap Suriah

Sanksi tetap berlaku bagi pihak tertentu
 

Meski sebagian besar sanksi dicabut, pemerintahan Trump menegaskan bahwa pembatasan terhadap individu dan kelompok tertentu tetap diberlakukan. 

Sanksi terhadap Assad, kelompok militan ISIS, serta Iran dan para sekutunya tidak akan dicabut.

Departemen Keuangan AS mengumumkan penghapusan 518 individu dan entitas Suriah dari daftar sanksi. Namun, tidak semua larangan akan segera dicabut.


Sebagai contoh, Trump memerintahkan lembaga-lembaga federal untuk mengevaluasi apakah syarat-syarat dalam Undang-Undang Caesar telah terpenuhi.

Undang-undang itu memberikan wewenang kepada Pemerintah AS untuk menjatuhkan sanksi berat atas dugaan kejahatan perang yang dilakukan terhadap warga sipil di Suriah.

Di Kongres AS, anggota parlemen dari Partai Demokrat Ilhan Omar bersama anggota Partai Republik Anna Paulina Luna mengusulkan rancangan undang-undang untuk mencabut sanksi terhadap Suriah secara legislatif.

Sebagai bagian dari perintah eksekutifnya, Trump juga meminta Menteri Luar Negeri AS Marco Rubio meninjau status Presiden Sementara Suriah, Ahmed Al Sharaa.

Selain itu, Trump memerintahkan evaluasi terhadap penetapan kelompok Front Al Nusra—yang kini dikenal sebagai Hayat Tahrir Al Sham (HTS)—sebagai organisasi teroris asing.

Front Al Nusra dulunya merupakan cabang Al Qaeda di Suriah, sebelum memisahkan diri pada 2016 dan berganti nama menjadi Jabhat Fath Al Sham.

Al Sharaa, yang juga dikenal dengan nama Abu Mohammed Al Julani, menjadi pemimpin de facto wilayah pemberontak di Idlib selama bertahun-tahun. Ia kemudian memimpin serangan yang menggulingkan Assad pada Desember 2024. 

Trump sempat bertemu dengan Al Sharaa di Arab Saudi pada Mei lalu. Dalam kesempatan itu, ia menyebutnya sebagai sosok yang menarik dan tangguh.

Al-Sharaa menjanjikan pemerintahan inklusif untuk meredam kekhawatiran terhadap masa lalunya yang terkait dengan Al Qaeda.

Namun, sejumlah laporan mengenai kekerasan dan penculikan terhadap warga dari kaum Alawite yang terkait dengan Assad masih menjadi perhatian kelompok pegiat HAM.

Meski demikian, Al Sharaa menegaskan bahwa Suriah di bawah pemerintahannya tidak akan menjadi ancaman bagi negara-negara tetangga, termasuk Israel, yang kerap melakukan serangan udara ke wilayah Suriah di luar Dataran Tinggi Golan yang diduduki.

 

Baca juga: Pemko Sabang Terbitkan 267 Izin di Semester I 2025, 77 Surat Izin Praktik, OSS Mendominasi

Baca juga: Cara Cairkan BSU Lewat Kantor Pos Bagi Pekerja yang Tidak Punya Rekening Himbara, Bawa Dokumen Ini!

Baca juga: VIDEO Ekonomi Lumpuh! Warga Israel Jarah Mall yang Hancur Dirudal Iran

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved