Katherine Shakdam Bantah Berhubungan Seks dengan Para Petinggi Iran

Ia membantah semua tuduhan yang menyebutnya telah melakukan hubungan seksual dengan 120 pejabat tinggi Iran.

Editor: Yocerizal
X
BANTAH TUDUHAN - Catherine Perez-Shakdam membantah telah melakukan hubungan seksual dengan para pejabat tinggi Iran, Ia juga membantah tuduhan yang menyebutnya agen Mossad, mata-mata Israel. 

SERAMBINEWS.COM - Catherine Perez-Shakdam, perempuan Yahudi kelahiran Prancis yang dituduh sebagai mata-mata Israel, membantah telah melakukan hubungan seks dengan ratusan pejabat Iran.

Ia membantah semua tuduhan yang dilemparkan mantan anggota parlemen, Mostafa Kawakbian, yang menyebutnya telah melakukan hubungan seksual dengan 120 pejabat senior Teheran.

Dalam wawancara dengan dari Iran International, Shakdam membantah semua tuduhan itu.

"Itu tidak benar, itu tidak mungkin, itu sama sekali tidak realistis," tegasnya.

"Mereka ingin menghancurkan karakter saya. Saya tahu mereka sama sekali tidak peduli dengan saya. Tolong kutip juga," tambahnya.

Tudingan Mostafa Kwakbian juga mendapat reaksi keras dari nitizen dan menganggapnya sebagai contoh orang yang memiliki penalaran lemah.

Otoritas peradilan Republik Islam Iran yang tampaknya ingin membungkam diskusi tentang kegagalan keamanan negara, juga ikut mengambil tindakan.

Jaksa Teheran telah mengajukan tuntutan pidana terhadap Kawakbian atas tuduhan menghasut opini publik. 

Baca juga: Skandal Seks Guncang Iran, 120 Pejabat Tinggi Dituduh Tidur dengan Perempuan Agen Mossad

Baca juga: Sosok Catherine Perez Shakdam, Wanita Yahudi Susupi Iran Nyamar Jadi Muslimah, Diduga Mossad Israel

Tuduhan Spionase

Catherine Perez-Shakdem lahir dari keluarga Yahudi sekuler di Prancis, dan juga keturunan korban selamat dari Holocaust.

Dia sempat menyelesaikan studi di Universitas London di bidang psikologi, keuangan, dan komunikasi. 

Ia kemudian menikah dengan pria Muslim asal Yaman, masuk Islam, lalu berpindah ke mazhab Syiah setelah bercerai.

Ia bercerai dari suaminya pada tahun 2014 dan memiliki hak asuh atas kedua anaknya. 

Sekarang Perez Shakdam mengidentifikasi dirinya sebagai seorang Zionis dan seorang Yahudi. 

Perez Shakdam datang ke Iran sebagai seorang jurnalis Syiah pada tahun 2017. ia tampil berjilbab dan menulis opini di media-media besar Iran.

Di antaranya seperti Tehran Times, Mehr News, dan bahkan situs resmi Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei. 

Ia bahkan berhasil mewawancarai Presiden Ebrahim Raisi dan menghadiri konferensi-konferensi pro-Palestina.

Namun di balik itu, ia diduga kuat sebagai agen intelijen Mossad. 

Baca juga: Satria Kumbara Ingin Pulang, Minta Maaf dan Mohon Pertolongan Prabowo

Baca juga: Demi Gajah, Prabowo Tambah Hibah Lahan di Aceh jadi 90.000 Hektare

Di bawah kedok jurnalis, ia membangun hubungan erat dengan para istri pejabat, personel militer, dan tokoh agama.

Informasi yang diperoleh disinyalir bocor ke Israel dan membantu operasi terhadap fasilitas nuklir dan tokoh IRGC Iran antara 2022–2024.

News 18 sebelumnya melaporkan bahwa Perez-Shakdam masuk ke Iran dua tahun lalu sebagai mata-mata rahasia.

"Dia dilaporkan menyusup ke dalam urusan internal negara itu, memainkan peran kunci dalam keberhasilan operasi Israel," demikian laporan News 18.

Ia juga dituduh yang membocorkan sejumlah rahasia penting Iran termasuk keberadaan para jenderal militer dan pejabat top Teheran yang kemudian terbunuh dalam serangan Israel.

Namun dugaan itu juga dibantah oleh Kantor Berita Asia Barat (WANA) milik pemerintah.

Kantor berita tersebut mengatakan tidak ada tanda-tanda spionase yang ditemukan dalam kasus Shakdam.

"Lembaga keamanan dan peradilan Iran telah dengan jelas menyatakan bahwa tidak ada dokumen atau laporan yang menunjukkan perilaku tidak bermoral, komunikasi mencurigakan, atau tindakan ilegal yang dilakukan oleh Shakdam selama berada di Iran," laporan WANA.

Baca juga: Gedung Pasar Aceh Lama Akan Dirobohkan, Sejumlah Pedagang di Relokasi

Baca juga: Wali Nanggroe Aceh, Perlu Tim Adhoc Awasi Dana Otsus Aceh

Kehidupan Ganda

Shakdam sekarang bekerja sebagai analis politik dan juru bicara untuk organisasi pro-Israel yang disebut 'We Believe in Israel'.

Ia pertama kali menarik perhatian otoritas Republik Islam ketika ia menerbitkan sebuah artikel di surat kabar berbahasa Inggris 'Yemen Observer'; yang mengkritik intervensi AS di Irak.

Shakdam pindah ke negara itu pada tahun 2009 setelah menikah dengan seorang pria Yaman. Pasangan itu kemudian berpisah dan memiliki dua anak.

Tulisan-tulisan dan pandangan publik Shakdam akhirnya membawanya diundang untuk tampil di radio dan televisi pemerintah Iran sebagai suara Barat yang kritis terhadap kebijakan luar negeri Barat, khususnya Amerika Serikat. 

Undangan-undangan ini membuka pintu bagi Shakdam ke lingkaran dalam kekuasaan di Iran.

"Kalau kalian mau menyebut saya mata-mata profesional, biarlah,"

"Mata-mata untuk organisasi saya sendiri! Saya pergi sendiri,"

"Tidak ada yang meminta saya melakukan apa pun," tegasnya.

Misi Sendiri

Shakdam menambahkan bahwa pergi ke Iran adalah misinya sendiri, yang harus dibayar dengan pengorbanan pribadi yang besar.

"Sepuluh tahun kerja keras, sepuluh tahun berpura-pura dan memainkan peran, dan sepuluh tahun hampir kehilangan diri sendiri,"

"Saya sampai pada titik di mana saya tidak tahu di mana jati diri bermula dan kebohongan berakhir," tukasnya.

Baca juga: Seleksi CPNS 2025 Kapan Dibuka? Ini 6 Formasi CPNS yang Bisa Dilamar Usia 40 Tahun

Baca juga: Banda Aceh dan Sekitarnya Masih Berpotensi Dilanda Angin Kencang

Shakdam mengatakan bahwa selama waktunya di Iran, ia bertemu dengan tokoh-tokoh seperti Ebrahim Raisi (sebelum ia menjadi presiden), Qassem Soleimani, yang saat itu menjadi komandan Pasukan Quds IRGC, dan bahkan Ali Khamenei, pemimpin Republik Islam.

“Saya sempat mengobrol singkat dengan Soleimani, sebelum beliau meninggal, tentu saja, karena saya tidak bisa bicara dengan hantu," kenangnya sambil bercanda.

"Raisi, tentu saja… Saya juga bertemu Nader Talebzadeh beberapa kali. Beliau juga meninggal. Itu bukan urusan saya, kan?!"

"Saya tidak punya peran apa pun di dalamnya,” tambah Shakdam.

"Jika saya benar-benar mata-mata, nama panggilan saya pastilah '000 Furry,' kombinasi dari Agen 007 dan kecintaan saya terhadap kucing," candanya lagi.

Shakdam yakin dirinya menjadi sasaran karena meningkatnya visibilitas dan kritiknya yang lebih lantang terhadap Iran setelah perang 12 hari.

Ia mengatakan bahwa serangan-serangan ini berakar pada seksisme struktural Republik Islam dan merupakan upaya untuk membungkam perempuan yang memiliki suara lantang.

Baca juga: Pastikan Standar Kesehatan, DPRK Minta BPOM Awasi Depot Air Minum Isi Ulang

Baca juga: Pemilik Pergi Ngopi Santai, Satu Unit Mobil Tertimpa Dahan Pohon Patah

"Saya sama sekali tidak menyesal," kata Shakdam.

"Saya hanya memutuskan untuk melakukan sesuatu dalam hidup saya,"

"Saya berhasil keluar dari situasi itu dan saya bangga karenanya," pungkas Katherine Schakdem.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved