Bantuan Sosial

Tak Cukup Biaya Berobat di Malaysia, RSUZA Fasilitasi Pasien Asal Bireuen Perawatan Coiling Otak

Dimana ia pernah merasakan sakit di bagian kepala saat sedang bekerja.

Penulis: Indra Wijaya | Editor: Ansari Hasyim
SERAMBINEWS/FOR SERAMBINEWS.COM
Dokter Spesialis Saraf, RSUZA, Dr dr Nasrul Musadir 

Laporan Indra Wijaya l Banda Aceh

SERAMBINEWS.COM, BANDA ACEH - Junaidi (31) pria asal Bireuen ini harus menjalani perawatan intensif di Rumah Sakit Umum Zainoel Abidin.

Ia didiagnosis mengalami pecah pembuluh darah akibat adanya benjolan di dalam otaknya.

Junaidi sendiri bekerja di salah satu perusahaan tepung di Malaysia.

Dimana ia pernah merasakan sakit di bagian kepala saat sedang bekerja.

Di sana kemudian pihak rumah sakit melakukan DSA dan menemukan adanya benjolan kecil di kepalanya dan sudah mengalami pendarahan.

Baca juga: Pemerintah Aceh Janji Perjuangkan Pencairan TPP ASN RSUDZA

Ia diminta uang senilai Rp 45 ribu ringgit atau setara hampir Rp 200 juta (kurs rupiah Indonesia) untuk menjalani tindakan medis.

Meski ia sudah ditanggung asuransi oleh pihak perusahaan, Junaidi tidak bisa menyanggupi besarnya biaya perawatan itu.

Ia kemudian memutuskan pulang ke Aceh untuk mendapat tindakan medis.

Dokter Spesialis Saraf, RSUZA, Dr dr Nasrul Musadir, mengatakan, bahwa pihaknya melakukan penindakan medis terhadap Junaidi pagi tadi.

“Dia nggak ada uang untuk berobat di Malaysia dan pulang ke Aceh. Di RSUZA kita lakukan pengecekan. Kita melakukan penindakan berupa Coiling Otak,” kata Nasrul saat ditemui Serambi.

Setelah dilakukan pengecekan, didapati adanya benjolan di kepala dan sudah mengalami pendarahan.

Pihaknya kemudian memasukkan dua wayer medis untuk menutupi benjolan tersebut agar tidak terjadi lagi pendarahan. 

“Jadi kita memasukkan wayer medis dimana satu wayer itu harganya Rp 9 juta. Yang kita masukan itu ada dua wayer untuk menutup benjolan tadi,” ujarnya.

Hal itu dilakukan agar pembuluh darah di otak Junaidi dapat kembali lancar. Beruntung benjolan yang ada di kepalanya terbilang kecil dan hanya memerlukan dua wayer medis saja. 

“Kalau besar, makin banyak juga wayer yang digunakan dan biaya juga makin tinggi. Tindakan seperti itu kalau saya tidak salah BPJS hanya bisa mengklaim tidak sampai Rp 20 juta,” sebutnya.


Jika ditotalkan, total biaya perawatan Junaidi mencapai Rp 30 juta.

Nantinya sisa biaya perawatan Junaidi yang tidak tercover oleh BPJS akan dibayar oleh pihak rumah sakit.

Hal itu dilakukan untuk membantu Junaidi agar bisa mendapat perawatan.

Penyakit Junaidi ini ketahuan karena dia sering sakit kepala dan sempat pecah pembuluh darah di otak.

Pihaknya juga mendatangkan tenaga ahli dari Rumah Sakit Pusat Otak Nasional, Dr Bambang untuk membantu menangani pasien. 

“Hal itu dilakukan karena tidak ada pilihan. Terlebih Junaidi adalah warga Aceh yang sedang bekerja di Malaysia. Kalau kita tolak disini, mau lari kemana dia. Ini memang tugas kita,” pungkasnya.

Sementara itu, Yusadi (37) abang kandung korban, mengatakan, bahwa saudaranya mulai merasakan sakit di Malaysia itu pada 14 Juli 2025.

Junaidi sendiri kata dia, bekerja di salah satu pabrik tepung di Malaysia sudah selama dua tahun lebih.

“Dia memang ada asuransi. Yang ditanggung perusahaan hanya sekitar 20 ribu ringgit. Sementara biaya berobat itu 45 ribu ringgit,” tutupnya.(*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved