Berita Aceh Barat

Perjalanan Sunyi di Balik Syahadat, Mualaf Aceh Barat Belajar dalam Keterbatasan

Wajah-wajah itu milik para mualaf Aceh Barat, orang-orang yang telah meninggalkan masa lalu demi mengikuti cahaya Islam

Penulis: Sadul Bahri | Editor: Muhammad Hadi
SERAMBI/SA'DUL BAHRI
MUALAF - Salah satu Pembina mualaf Aceh Barat membagikan sedekah bersumber dari hamba Allah, kepada mualaf, Jumat (25/7/2025) di Mushala Al-Bayan, Desa ujong Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan. 

Laporan Sa’dul Bahri | Aceh Barat

SERAMBINEWS.COM, MEULABOH – Setiap Jumat sore, Mushala Al-Bayan di Desa Ujung Kalak, Kecamatan Johan Pahlawan, tampak berbeda dari hari-hari biasa. 

Bukan karena jumlah jamaah yang membludak, tapi karena wajah-wajah yang datang dengan harap dan semangat. 

Wajah-wajah itu milik para mualaf Aceh Barat, orang-orang yang telah meninggalkan masa lalu demi mengikuti cahaya Islam, namun masih berjuang menata langkah di jalan baru mereka.

Sebanyak 30 orang mualaf tergabung dalam Forum Muallaf Aceh Barat, dari jumlah mualaf yang mencapai 100 lebih keseluruh di Aceh Barat

Mereka datang dari berbagai pelosok, ada yang harus menempuh belasan kilometer melewati jalan berlubang, ada pula yang mengandalkan tumpangan atau berjalan kaki demi satu tujuan yaitu belajar tentang Islam.

Mereka bukanlah orang-orang yang akrab dengan istilah fiqih, aqidah, atau tajwid. 

Baca juga: Sebanyak 15 Mualaf Binaan FDP Ikuti Pembekalan Intensif di Banda Aceh

Banyak yang bahkan baru mengenal rukun wudhu, belum fasih membaca Al-Fatihah, atau masih kebingungan membedakan shalat Subuh dan Zuhur. Namun semangat mereka mengalahkan semua keterbatasan.

"Kami datang karena ingin belajar. Meski jauh, walau hujan, kami tetap ke mushola," kata Ketua Forum Mualaf Aceh Barat, Mulkan Sinurat kepada Serambinews.com, Jumat (25/7/2025) usai melaksanakan pengajian di Mushalla Al Bayan.

Pengajian di Mushala Al-Bayan dan di Mushala Gampong Pasir menjadi tempat mereka menimba ilmu. Di sana, tak ada ejekan. Tak ada pertanyaan yang terlalu sepele untuk dijawab. 

Semuanya dilakukan dengan pendekatan hati, dengan kelembutan para ustadz yang memahami bahwa memulai dari nol bukan kelemahan, tapi keberanian.

Namun di balik ketulusan itu, ada kenyataan yang membuat hati terenyuh. Hingga hari ini, kegiatan mereka sepenuhnya bergantung pada donatur di luar dan dalam daerah. 

Bantuan tersebut berupa dana, hingga terkadang makanan dan bantuan itu tak datang setiap waktu.

"Kalau tidak ada bantuan, kami tetap mengaji, tapi kadang ada yang tak bisa hadir karena biaya transportasi. Banyak yang tinggal di tempat jauh," ujar Mulkan.

Baca juga: Perjalanan Hidup Yahya Waloni, Pendeta Mualaf yang Menjadi Ustaz, Kini Wafat Saat Khutbah

Mereka mengajukan harapan sederhana kepada Pemerintah Kabupaten Aceh Barat, kiranya ada satu unit kendaraan operasional agar para mualaf yang tinggal jauh bisa dijemput dan diantar ke lokasi pengajian.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved